Wakil Ketua Komisi II DPR RI Akui Sulit Dapatkan Uang Halal di Dunia Politik
Jakarta, Moralita.com – Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, secara terbuka mengakui bahwa memperoleh penghasilan secara sepenuhnya halal dalam dunia politik bukanlah perkara mudah. Pengakuan tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Senin (11/8).
Arse mengungkapkan, bahkan dalam lingkup keluarga, dirinya tidak selalu menjelaskan secara detail asal-usul setiap uang yang diperoleh. Meski demikian, ia menegaskan selalu berupaya agar penghasilannya diperoleh dengan cara yang sesuai prinsip halalan toyyiban—halal dan baik.
“Jangankan di organisasi, di keluarga saja saya tidak selalu terbuka soal asal-usul uang. Yang penting istri dan anak tercukupi. Namun, saya pastikan cara mendapatkannya diupayakan benar-benar halal,” ujar Arse.
“Walaupun itu sulit—sangat sulit—dalam kehidupan nyata, kita harus tetap berusaha untuk bertanggung jawab,” tambahnya.
Menurut Arse, perilaku korup tidak hanya menjadi masalah di dunia politik, tetapi hampir merata di berbagai sektor kehidupan. Ia menuturkan, sejak aktif di organisasi mahasiswa, persoalan pertanggungjawaban keuangan kerap kali tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Bahkan sejak masa kuliah, saya yang berasal dari kalangan aktivis melihat bahwa pertanggungjawaban keuangan di intra maupun ekstra kampus sering tidak beres. Kebiasaan itu terbawa sampai dunia kerja,” katanya.
Sebagai anggota DPR selama dua periode, Arse mengaku sebagian besar dana untuk kampanye politiknya berasal dari bantuan berbagai pihak, termasuk pinjaman yang hingga kini masih harus ia kembalikan.
“Selama ini saya terpilih dua periode berkat bantuan dari sana-sini. Bahkan, saya punya pinjaman yang wajib saya lunasi. Modal pribadi nyaris tidak ada, saya hanya fokus bekerja sebagai politisi yang baik,” jelasnya.
Terkait pendanaan partai politik, Arse menyatakan dukungannya terhadap wacana penambahan sumber dana yang berasal dari masyarakat umum, selain dari negara atau korporasi. Menurutnya, model pendanaan publik telah diterapkan di sejumlah negara Eropa, seperti Italia, Jerman, Portugal, Swedia, Inggris, hingga Australia, dengan porsi 30–60 persen bantuan keuangan dari publik.
Namun, Arse menekankan pentingnya aturan ketat untuk menjamin akuntabilitas, termasuk sanksi tegas bagi pelanggar, seperti larangan menjadi peserta pemilu seumur hidup jika melakukan pelanggaran tertentu.
“Sejak awal saya mendukung pendanaan partai politik dari publik, asalkan politisi mau mengubah pola pikir dan perilaku. Kalau itu bisa diterapkan, saya akan lebih tenang karena bisa fokus menjalankan amanat rakyat, tanpa harus memikirkan urusan dana,” pungkasnya.






