Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru Efisiensi Belanja APBN untuk Perkuat Program Prioritas Presiden
Jakarta, Moralita.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan baru terkait efisiensi belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan ini ditujukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus memastikan fokus pembiayaan diarahkan pada program-program prioritas Presiden.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN, yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 5 Agustus 2025.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK tersebut, hasil efisiensi anggaran akan diprioritaskan untuk mendanai kegiatan utama Presiden, dengan pelaksanaan yang dikoordinasikan langsung oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai peraturan perundang-undangan.
Efisiensi ini berlaku untuk dua pos utama, yakni belanja kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD). Pada kebijakan terbaru ini, terdapat 15 item belanja yang menjadi sasaran penghematan—lebih sedikit dibandingkan 16 item pada aturan sebelumnya sebagaimana tercantum dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Adapun jenis belanja yang masuk daftar efisiensi meliputi:
- Alat tulis kantor
- Kegiatan seremonial
- Rapat dan seminar
- Kajian dan analisis
- Pendidikan dan pelatihan (diklat) serta bimbingan teknis (bimtek)
- Honor output kegiatan dan jasa profesi
- Percetakan dan souvenir
- Sewa gedung dan kendaraan
- Lisensi aplikasi
- Jasa konsultan
- Bantuan pemerintah
- Pemeliharaan dan perawatan
- Perjalanan dinas
- Peralatan dan mesin
- Infrastruktur
Pada daftar terbaru ini, kategori “belanja lainnya” dihapus dari sasaran efisiensi.
Sri Mulyani juga diberi kewenangan melakukan penyesuaian item efisiensi sesuai arahan Presiden. Berdasarkan Pasal 3 ayat (5) dan (6), Kementerian Keuangan akan menyampaikan besaran efisiensi anggaran kepada masing-masing K/L.
Jika suatu K/L tidak dapat memenuhi target efisiensi, mereka diperbolehkan mengubah jenis belanja selama total efisiensi tetap tercapai dan belanja untuk pegawai, operasional kantor, fungsi dasar, serta pelayanan publik tidak terganggu. Pemerintah menegaskan efisiensi ini tidak boleh mengakibatkan pengurangan pegawai non-ASN yang masih aktif, kecuali kontrak kerjanya memang telah berakhir.
Lebih lanjut, Pasal 6 mengatur bahwa rencana efisiensi anggaran harus disampaikan kepada mitra Komisi DPR terkait untuk memperoleh persetujuan, sepanjang persetujuan tersebut dipersyaratkan oleh kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam kondisi tertentu, anggaran hasil efisiensi dapat dibuka kembali (unblock) atas permintaan resmi menteri atau pimpinan lembaga, setelah mendapat arahan langsung dari Presiden. Pembukaan blokir ini hanya dipertimbangkan untuk keperluan belanja pegawai, operasional kantor, pelaksanaan tugas pokok dan pelayanan publik, kegiatan prioritas Presiden, atau program yang berpotensi meningkatkan penerimaan negara.
Pasal 13 ayat (3) menegaskan bahwa pembukaan blokir akan dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan arahan Menteri Keuangan yang telah mendapatkan persetujuan Presiden.
Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran negara, memastikan alokasi belanja lebih tepat sasaran, serta memperkuat dukungan terhadap program strategis nasional.






