Sekjen DPR Tegaskan Tak Ada Kenaikan Gaji, Hanya Tambahan Tunjangan Perumahan 50 Juta
Oleh Redaksi Moralita — Rabu, 20 Agustus 2025 04:14 WIB; ?>

Sekjen DPR, Indra Iskandar.
Jakarta, Moralita.com – Polemik mengenai dugaan kenaikan gaji anggota DPR RI hingga mencapai Rp100 juta per bulan akhirnya dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar.
Penegasan ini sekaligus meluruskan pernyataan sejumlah pihak yang menilai adanya kenaikan signifikan pada pendapatan legislator.
Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya menegaskan bahwa gaji pokok anggota DPR tidak mengalami kenaikan. Sementara itu, anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, sempat menyebutkan bahwa total pendapatan seorang anggota DPR, bila ditambahkan dengan tunjangan, bisa mencapai Rp100 juta per bulan.
Sekjen DPR RI, Indra Iskandar, dalam keterangannya menegaskan bahwa gaji pokok anggota DPR RI masih merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000.
“Jadi, kalau disebut ada kenaikan gaji, itu tidak benar. Gaji anggota DPR masih sama, tidak berubah sejak 26 tahun lalu,” ujar Indra kepada wartawan, Selasa (19/8).
Menurutnya, komponen pendapatan anggota DPR tidak hanya gaji pokok, melainkan juga tunjangan-tunjangan yang bersifat melekat, seperti tunjangan istri, anak, beras, pajak penghasilan (PPH), hingga tunjangan kehormatan dan komunikasi.
Namun, penambahan yang belakangan ramai dibicarakan adalah tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan sebagai pengganti rumah dinas.
Indra menekankan bahwa keputusan pemberian tunjangan perumahan bukanlah kebijakan pemerintahan saat ini, melainkan keputusan yang sudah ditetapkan pada 19 Agustus 2024 di masa pemerintahan sebelumnya.
“Anggota DPR periode sekarang hanya menerima konsekuensi dari keputusan tersebut. Pertimbangannya berdasarkan kondisi objektif rumah dinas di Kalibata yang banyak tidak layak huni. Ada kebocoran, masalah banjir karena sungai yang melintas, dan rumah yang sudah tua sejak 1988. Biaya perawatannya justru lebih besar daripada memberikan kompensasi tunjangan,” jelas Indra.
Ia menambahkan, keterbatasan lahan untuk pembangunan rumah dinas baru seiring penambahan jumlah anggota DPR dari 575 menjadi 580 juga menjadi faktor yang membuat opsi tunjangan perumahan dipandang lebih efisien.
Dengan adanya tunjangan baru ini, rata-rata pendapatan anggota DPR berada di kisaran Rp48 juta hingga Rp50 juta per bulan. Nilai tersebut bergantung pada jumlah tanggungan keluarga yang masih masuk dalam komponen tunjangan.
“Kalau dikatakan totalnya Rp100 juta, itu tidak sepenuhnya benar. Karena setengah dari jumlah itu berasal dari tunjangan perumahan yang sifatnya kompensasi, bukan gaji pokok. Bahkan banyak anggota DPR yang langsung memotong tunjangan tersebut untuk cicilan rumah atau sewa tempat tinggal, melalui kerja sama Sekretariat Jenderal DPR dengan bank-bank Himbara,” papar Indra.
Meski demikian, isu tunjangan perumahan ini menuai kritik publik. Di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan, tambahan tunjangan dianggap menimbulkan sentimen negatif, seolah DPR lebih fokus pada kesejahteraan internal ketimbang memperjuangkan nasib rakyat.
Indra membantah tudingan tersebut. “Sekali lagi, keputusan ini bukan diambil saat situasi ekonomi sedang sulit seperti sekarang. Kajian ini sudah dilakukan jauh hari sebelumnya, berdasarkan pertimbangan objektif dan kalkulasi biaya. Kalau dipaksakan untuk memperbaiki rumah dinas lama, biayanya justru jauh lebih mahal dan tidak ekonomis,” tegasnya.
Indra menambahkan, plafon Rp50 juta per bulan itu juga ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan survei harga pasar hunian di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk perbandingan dengan tunjangan perumahan anggota DPRD DKI dan DPRD di kawasan Jabodetabek.
“Jadi angka Rp50 juta bukan muncul begitu saja, melainkan hasil kajian komprehensif,” pungkasnya.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar