Ramai Soal Rekrutmen Pendamping Desa, DPW PAN Jawa Barat Tegaskan Tak Terlibat
Jakarta, Moralita.com – Ketua Badan Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat, Susanti Komalasari, menegaskan partainha sama sekali tidak terlibat dalam proses rekrutmen calon pendamping desa yang belakangan ramai dipersoalkan publik.
Menurutnya, mekanisme rekrutmen pendamping desa telah sepenuhnya diatur oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) melalui regulasi resmi yang berlaku. Dengan demikian, mengaitkan PAN dalam isu rekrutmen tersebut merupakan bentuk informasi yang tidak benar dan berpotensi menyesatkan.
“Kami sudah menyampaikan klarifikasi resmi melalui surat tertulis kepada DPP PAN. Dalam surat tersebut kami menegaskan bahwa DPW PAN Jawa Barat tidak pernah mengeluarkan instruksi maupun terlibat dalam penjaringan calon pendamping desa,” tegas Susanti saat ditemui wartawan, Minggu (21/9).
Lebih lanjut, DPW PAN Jawa Barat mengaku telah membentuk Tim Investigasi Internal guna menelusuri asal-usul sekaligus kebenaran surat yang beredar di publik. Surat yang dimaksud memuat instruksi pendataan calon pendamping desa dengan menggunakan kop resmi DPW PAN Jawa Barat serta nomor surat PAN/10/A/K-S/070/VIII/2025, tertanggal 29 Agustus 2025.
Dalam surat tersebut, disebutkan adanya kuota bagi kader PAN untuk mendaftarkan diri sebagai calon pendamping desa. Instruksi bahkan dilengkapi teknis pengumpulan berkas administrasi, termasuk penyusunan data dalam format Excel, dengan batas waktu pengiriman hingga 8 September 2025 ke Sekretariat DPW PAN Jawa Barat.
Namun, menurut Susanti, dokumen itu tidak memiliki legitimasi. Ia menegaskan, setiap surat resmi dari DPW PAN Jawa Barat seharusnya melewati proses verifikasi dan pengecekan oleh Badan Hukum dan Advokasi terlebih dahulu.
“Saya di Badan Hukum tidak pernah memverifikasi surat itu. Jadi saya pastikan surat tersebut tidak benar. Secara logika juga aneh, jika memang instruksi resmi, mengapa hanya ditujukan kepada dua DPD, yaitu Kabupaten Cirebon dan Indramayu, dan bukan kepada seluruh DPD di Jawa Barat?” ujarnya.
Dengan demikian, menurut Susanti, surat yang beredar hanyalah bentuk manipulasi administrasi oleh oknum yang mencatut nama partai untuk kepentingan tertentu. DPW PAN Jawa Barat menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar, tidak sah, dan berpotensi menyesatkan opini publik.
Munculnya isu politisasi rekrutmen pendamping desa melalui partai politik turut mendapat sorotan akademisi. Moch Mubarok Muharam, pengamat politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menilai kabar tersebut sangat disayangkan karena dapat mencederai prinsip meritokrasi dalam birokrasi publik.
Menurut Mubarok, jabatan pendamping desa bersumber dari anggaran negara dan menyangkut pelayanan publik. Karena itu, rekrutmen harus didasarkan pada kompetensi, rekam jejak, dan integritas kandidat, bukan keterikatan pada partai politik tertentu.
“Setiap perekrutan untuk jabatan yang menggunakan anggaran negara harus mengedepankan prinsip meritokrasi. Harus berdasarkan kemampuan dan rekam jejak pelamar, bukan jalur politik,” jelasnya.
Ia menegaskan, siapa pun yang menduduki jabatan publik dituntut mampu melayani masyarakat secara profesional. Keberpihakan pada kelompok tertentu, termasuk partai politik, justru akan menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
“ASN maupun pendamping desa diharapkan melayani masyarakat dengan cerdas, penuh integritas, dan tidak mementingkan satu golongan. Jika jalurnya melalui partai politik, netralitas sulit diwujudkan,” tegas Mubarok.
Mubarok juga menyoroti potensi bahaya jika pola rekrutmen jabatan publik dilakukan melalui partai politik. Hal itu berpotensi menciptakan konflik kepentingan sekaligus menurunkan kualitas pelayanan publik di tingkat desa.
“Posisi pendamping desa adalah jabatan publik yang menuntut profesionalisme dan keadilan. Rekrutmen semestinya berlangsung adil, imparsial, dan netral, tanpa keberpihakan pada golongan tertentu,” tandasnya.
Menurutnya, praktik politisasi birokrasi akan merusak tatanan demokrasi dan prinsip good governance, sebab jabatan publik tidak lagi dipandang sebagai instrumen pelayanan masyarakat, melainkan sarana bagi kepentingan politik jangka pendek.
Menutup klarifikasinya, Susanti kembali menegaskan bahwa DPW PAN Jawa Barat tidak memiliki kewenangan, kepentingan, maupun keterlibatan dalam perekrutan calon pendamping desa.
“Kami ingin meluruskan isu ini secara tegas. Perekrutan pendamping desa adalah ranah Kementerian Desa, bukan partai politik. Setiap upaya mencatut nama PAN dalam persoalan ini jelas tidak benar dan harus diluruskan,” pungkasnya.






