Kamis, 2 Okt 2025
light_mode
Beranda » News » Pakar Hukum UGM Sebut Keracunan MBG Bisa Seret SPPG ke Pasal 360 KUHP

Pakar Hukum UGM Sebut Keracunan MBG Bisa Seret SPPG ke Pasal 360 KUHP

Oleh Tim Redaksi Moralita — Jumat, 26 September 2025 14:59 WIB

Yogyakarta, Moralita.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sejak awal digadang-gadang sebagai ‘mahakarya politik gizi’ Presiden Prabowo Subianto kini sedang diguncang isu serius keracunan massal.

Tidak main-main, ratusan siswa di Bandung, Jawa Barat, tumbang usai menyantap menu MBG yang seharusnya jadi penyelamat perut dan nutrisi mereka. Alih-alih sehat, anak-anak sekolah justru antre di puskesmas dengan wajah pucat dan perut melilit.

Kasus ini bukan lagi sekadar soal dapur yang kurang higienis atau katering yang asal-asalan. Ini soal hukum, hak konsumen, hingga potensi pelanggaran serius oleh negara sebagai penyedia program.

Menurut Fatahillah Akbar, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), kasus keracunan akibat MBG jelas bisa dibawa ke jalur hukum. Ia menegaskan bahwa jeratan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian bisa langsung diterapkan.

“Kalau ada kelalaian yang kemudian mengakibatkan sakitnya orang lain, itu jelas bisa memenuhi KUHP,” kata Akbar, Kamis (25/9).

Ia menambahkan, penyelidikan hukum harus menelisik sumber masalah. Apakah kualitas makanan memang buruk sejak awal, apakah proses distribusi tidak memenuhi standar, atau apakah pengawasan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) amburadul. Semua itu, menurutnya, bisa masuk kategori kelalaian yang berimplikasi pidana.

Baca Juga :  Nasib MBG Desakan Disetop Setelah Banyak Kasus Keracunan, Kepala BGN Menunggu Arahan Presiden

Tak berhenti di ranah pidana, masyarakat yang dirugikan juga bisa menempuh jalur perdata. Pasal 1365 KUHPerdata membuka ruang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Bahkan, skema class action alias gugatan kelompok sangat mungkin ditempuh, mengingat jumlah korban mencapai ratusan orang.

“Yang penting kausalitasnya jelas, ada hubungan sebab-akibat yang bisa dibuktikan antara konsumsi MBG dan sakitnya korban,” tegas Akbar.

Kasus Cipongkor dan Cihampelas: 842 Anak Jadi Korban

Tragedi paling mencolok terjadi di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Data Dinas Kesehatan mencatat sedikitnya 842 siswa mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan MBG pada Senin (22/9) dan Selasa (23/9).

Bayangkan, 842 anak! Angka itu setara jumlah satu sekolah besar tumbang bersama-sama. Fenomena ini sontak jadi sorotan publik. Jika program sebesar MBG yang menyedot anggaran triliunan rupiah masih meninggalkan masalah mendasar seperti keamanan pangan, lalu apa yang bisa dijadikan pegangan?

Baca Juga :  Makan Bergizi Gratis Sudah Beroperasi, Ini Daftar Dapur Umum di Jawa Timur

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, tak menampik adanya keteledoran dari pihak SPPG. Dengan kata lain, problem ada di dapur eksekusi, bukan hanya konsep.

Pernyataan ini makin memperkuat desakan publik untuk mengevaluasi, bahkan menyetop sementara program MBG. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) jadi salah satu pihak paling vokal. Menurut Ketua YLKI, Niti Emiliana, pemerintah sebaiknya menghentikan sementara MBG demi menjamin perbaikan menyeluruh.

“Kalau tidak ada perbaikan serius, MBG ini akan jadi bom waktu kesehatan publik,” kata Niti dalam keterangan tertulis, Kamis (25/9).

YLKI menilai serangkaian polemik yang menyertai MBG adalah bukti nyata ketidaksiapan pelaksanaan program. Mulai dari standar dapur, mutu distribusi, hingga pengawasan yang lemah.

YLKI mendesak adanya audit total—bukan hanya tambal sulam. Standar keamanan pangan harus diperketat, mekanisme kontrol kualitas diperbaiki, dan setiap dapur MBG wajib memenuhi standar gizi serta kesehatan.

Tidak hanya itu, Koalisi Kawal MBG gabungan beberapa organisasi masyarakat sipil juga ikut menekan pemerintah agar membenahi sistem dari hulu hingga hilir. Mulai dari proses tender, distribusi, hingga uji laboratorium kualitas makanan.

Baca Juga :   DPD RI Nyatakan Dukungan Penuh terhadap Program Ketahanan Pangan dan Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo–Gibran

“Jangan sampai program sebesar ini hanya jadi bancakan politik atau proyek rente,” kritik salah satu aktivis koalisi.

Kasus keracunan MBG menimbulkan efek domino. Alih-alih meningkatkan citra pemerintah, program ini justru menimbulkan krisis kepercayaan. Warga mulai bertanya-tanya: apakah negara benar-benar peduli pada kualitas hidup rakyat, atau sekadar mengejar pencitraan politik?

Dari sisi sosiologis, fenomena ini menciptakan apa yang disebut sebagai mistrust society, masyarakat yang kehilangan rasa percaya terhadap janji-janji pemerintah. Ketika janji gizi berujung sakit perut, wajar jika publik menyangsikan kredibilitas program lain.

  • Penulis: Tim Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less