Basarnas Deteksi 15 Korban Terjebak Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, 7 Responsif 8 Tak Lagi Beri Respon
Oleh Tim Redaksi Moralita — Rabu, 1 Oktober 2025 13:18 WIB; ?>

Kepala Subdirektorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi (RPDO) Basarnas, Emi Frizer saat konferensi pers paparkan kondisi korban reruntuhan Ponpes Al Khoziny.
Sidoarjo, Moralita.com – Proses pencarian korban reruntuhan bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo memasuki hari ketiga, Rabu (1/10). Tim Basarnas melaporkan perkembangan signifikan bahwa keberadaan 15 santri berhasil terdeteksi di antara puing-puing bangunan yang roboh.
Kepala Subdirektorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi (RPDO) Basarnas, Emi Frizer, menyatakan bahwa hasil pendeteksian ini menunjukkan adanya dua kategori kondisi korban. Dari total 15 korban, delapan orang masuk kategori black status (tidak responsif) sementara tujuh lainnya masih menunjukkan tanda kehidupan dan dikategorikan sebagai red status.
“Target utama kami saat ini adalah pada 15 lokasi yang sudah terdeteksi. Dari jumlah itu, delapan berstatus hitam karena tidak memberikan respons, sementara tujuh lainnya berstatus merah atau masih bisa merespons tim,” kata Emi dalam konferensi pers di posko utama Ponpes Al Khoziny.
Emi menjelaskan bahwa delapan korban yang masuk kategori black status terjebak di lantai dasar bangunan dengan kondisi tubuh terhimpit kolom beton. Situasi ini membuat tim penyelamat tidak dapat mengakses fisik korban secara langsung. Untuk melakukan evakuasi, tim SAR harus terlebih dahulu mengangkat beban reruntuhan setara empat lantai bangunan.
“Batang tubuh korban masih terjepit kolom. Untuk memindahkan, kami perlu mengangkat beban empat lantai di atasnya. Karena itu, korban berstatus hitam akan menjadi prioritas setelah fase rescue selesai, dengan harapan adanya pengurangan beban runtuhan bisa membuka celah evakuasi,” jelas Emi.
Kondisi ini menggambarkan betapa rumitnya operasi penyelamatan. Posisi korban di lantai dasar dan tepat di tengah bangunan menambah kompleksitas teknis evakuasi. Oleh karena itu, Basarnas menegaskan bahwa langkah penyelamatan memerlukan tahapan yang hati-hati agar tidak menimbulkan risiko tambahan.
Sementara itu, tujuh korban yang masih berstatus red status menjadi fokus utama tim SAR. Untuk memperpanjang life time atau masa kritis korban, Basarnas terus menyalurkan suplai makanan dan minuman melalui celah reruntuhan. Upaya ini diharapkan mampu menjaga kondisi vital korban hingga proses evakuasi manual dapat dilakukan.
“Suplai makanan dan minuman ini menjadi strategi agar korban tetap bisa bertahan dalam situasi kritis,” kata Emi.
Emi juga menekankan bahwa tim SAR tengah memaksimalkan golden triangle phase atau periode emas 72 jam pasca kejadian. Fase ini diyakini sebagai waktu paling krusial untuk menyelamatkan korban hidup.
“Iya, fase golden triangle ini kami manfaatkan maksimal. Prioritas kami adalah mengevakuasi korban yang masih hidup. Jika fase ini terlewati, maka pendekatan operasi harus berubah,” tegas Emi.
Apabila waktu golden triangle terlewati dan kondisi korban berubah dari responsif menjadi tidak responsif, Basarnas akan melakukan asesmen ulang. Langkah tersebut akan melibatkan pihak keluarga korban sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.
“Jika status korban berubah, tentu kami akan konsolidasi kembali bersama keluarga. Pada tahap itu, metode evakuasi akan beralih dengan pendekatan menggunakan alat berat untuk mengangkat puing satu per satu,” ujar Emi.
Artikel terkait:
- Pria di Sidoarjo Ditemukan Tewas Tersangkut di Pagar Rumah, Penyebab Kematian Masih Diselidiki
- Ratusan Warga Desa Boro Sidoarjo Demo Desak Kepala Desa Mundur, Dugaan Ketidaktransparanan Pengelolaan Keuangan Pemdes
- Gagal Bunuh Diri Diduga Karena Utang, Seorang Perempuan di Sidoarjo Dilarikan ke Rumah Sakit
- Wakil Wali Kota Surabaya dan Wabup Sidoarjo Sidak Perusahaan Properti, Ungkap Dugaan Penipuan Kavling
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar