Lapor Polda Jatim, Pedagang Bawang Nganjuk Tertipu Rp 1,5 Miliar Janji Palsu Anaknya Masuk PNS
Nganjuk, Moralita.com – Duka mendalam seorang pedagang bawang merah di Nganjuk untuk melihat anaknya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) justru berakhir uang senilai Rp 1,5 miliar raib ditelan janji palsu seseorang yang mengaku mampu ‘meloloskan’ anaknya menjadi PNS.
Korban adalah Sunarti (58), warga Desa Sidokare, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. Seorang pedagang bawang yang selama ini dikenal tekun dan hidup sederhana. Mimpi besarnya sederhana yakni melihat anaknya bekerja sebagai pegawai negeri agar hidup keluarga bisa lebih stabil.
Namun, niat tulus itu justru dimanfaatkan oleh seseorang yang dikenal dekat, bernama Nanang Dwi Ika Prasetya (27), warga Kabupaten Bojonegoro.
Pelaku mengaku memiliki koneksi kuat di lingkungan pemerintahan dan bisa membantu meloloskan anak Sunarti menjadi PNS di bidang perpajakan. Sebuah tawaran yang terdengar ‘meyakinkan’, apalagi dibumbui dengan atribut formalitas, gaya berbicara meyakinkan, dan status fiktif sebagai aparatur sipil negara.
Namun di balik semua itu, ternyata hanyalah skema penipuan yang terencana rapi.
Kuasa hukum korban, Wahyu Priyo Jatmiko, mengungkapkan bahwa praktik penipuan ini telah berlangsung sejak tahun 2022. Uang ratusan juta rupiah diserahkan secara bertahap oleh Sunarti kepada pelaku dengan keyakinan bahwa dana tersebut digunakan untuk “melancarkan proses administrasi kelulusan PNS”.
“Penipuan sudah berlangsung sejak 2022, dengan total kerugian mencapai Rp 1,5 miliar. Uang diberikan secara bertahap, ada yang transfer Rp 400 juta, bahkan terakhir di awal 2025 juga masih ada transfer. Semua bukti lengkap,” jelas Wahyu Jatmiko kepada wartawan, Minggu (26/10).
Awalnya, pelaku menawarkan janji pekerjaan sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) untuk anak korban. Namun setelah berbulan-bulan menunggu, hasilnya nihil.
Belum jera, pelaku kembali datang dengan janji baru: posisi Pegawai Negeri Sipil di bidang perpajakan. Sunarti yang masih berharap besar pada masa depan anaknya pun kembali percaya dan menambah setoran dana.
“Jadi anak korban ini dua kali dijanjikan pekerjaan oleh orang yang sama. Pertama dijanjikan jadi Sekdes, gagal. Kedua dijanjikan jadi PNS perpajakan, juga gagal total,” terang Wahyu.
Rasa percaya itu ternyata membawa Sunarti ke jurang keuangan yang nyaris tanpa dasar.
Demi memenuhi permintaan uang pelaku, ia bahkan menggadaikan tujuh surat berharga milik keluarga mulai dari sertifikat tanah, rumah, hingga kendaraan pribadi milik dirinya dan besannya. Kini, semua aset itu terancam hilang karena kredit macet di bank.
“Ibu Sunarti menggadaikan tujuh surat berharga, termasuk sertifikat tanah dan rumah. Sekarang kredit di bank macet. Bank sudah memberikan batas waktu pelunasan, dan jika gagal, sertifikat akan dilelang,” jelas Wahyu.
Tak hanya kehilangan uang, korban kini juga hidup dalam tekanan psikologis berat. Harapan yang dulunya jadi penguat keluarga, kini justru menjadi beban utang dan penyesalan.
Korban melalui kuasa hukumnya resmi melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur pada 23 Oktober 2025. Dalam laporan tersebut, nilai kerugian yang tercantum baru Rp 900 juta, karena sebagian bukti transfer belum berhasil dikumpulkan. Namun, berdasarkan kronologi dan pengakuan korban, total kerugian mencapai Rp 1,5 miliar.
“Ya, sudah melapor resmi ke Polda Jatim. Dalam laporan awal kami cantumkan Rp 900 juta sesuai bukti transfer yang lengkap, namun total kerugian nyata mencapai Rp 1,5 miliar,” tegas Wahyu.
Laporan tersebut kini tengah dalam proses penyelidikan oleh Ditreskrimum Polda Jatim. Aparat kepolisian juga tengah memeriksa kemungkinan bahwa pelaku memiliki jaringan penipuan serupa yang menyasar masyarakat dengan iming-iming lowongan ASN.
Kasus ini menjadi potret buram sekaligus pelajaran berharga tentang masih suburnya praktik penipuan berkedok penerimaan ASN di daerah. Keterbatasan informasi, kesenjangan pendidikan, dan harapan ekonomi seringkali membuat masyarakat mudah percaya pada janji palsu ‘jalur dalam’, padahal seluruh proses seleksi ASN kini dilakukan secara digital, transparan, dan terpusat melalui BKN.
Praktik seperti ini jelas bertentangan dengan:
- Pasal 378 KUHP tentang penipuan;
- Berpotensi juga melanggar Pasal 372 KUHP jika disertai penggelapan dana.
Selain itu, kasus ini mencerminkan lemahnya edukasi publik terkait integritas sistem seleksi ASN berbasis merit, yang telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017.
Ironi seorang pedagang bawang merah yang setiap hari bergulat dengan terik pasar dan harga yang fluktuatif, justru dikecoh oleh janji manis birokrasi semu.
Uang miliaran yang seharusnya menjadi tabungan masa depan anak, kini hilang bersama harapan.
Kini, Sunarti bukan hanya berjuang menuntut keadilan, tetapi juga memulihkan hidup dari kejatuhan ekonomi dan kepercayaan diri. Ia berharap, kasusnya bisa menjadi peringatan bagi banyak orang tua lain di Indonesia agar tidak lagi tergoda dengan janji ‘jalur istimewa’ tawaran masuk kerja.







