Upacara Hari Santri Nasional 2025 Mojokerto, 10Ribu Santri Amanatul Ummah Kobarkan Resolusi Jihad sampai Revolusi Talenta
Mojokerto, Moralita.com – Momentum Puncak Peringatan Hari Santri Nasional 2025, Rabu (22/10), Sekitar 10.000 santri memenuhi Lapangan Besar Pahlawan Nasional KH. Abdul Halim Ponpes Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, membentuk lautan santri yang bergelora oleh gema selawat, dan semangat kebangsaan.
Upacara hari santri ini diinspekturi langsung oleh Dr. Akhmad Jazuli, S.H., M.Si, Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, yang hadir mewakili Gubernur Jawa Timur.
Dalam sambutannya, pria yang akrab disapa Kyai Jazuli menegaskan bahwa Hari Santri bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum spiritual dan historis untuk memperkuat komitmen kaum santri terhadap masa depan Indonesia Maju, Indonesia Emas 2045.
“Santri adalah benteng moral bangsa. Mereka bukan hanya penjaga akidah islam, tetapi juga penggerak perubahan sosial. Dari pesantrenlah lahir api peradaban yang menjaga negeri ini dari kejumudan dan perpecahan,” tegas Kyai Jazuli.
Dalam suasana penuh haru, Kyai Jazuli turut menyampaikan belasungkawa mendalam atas wafatnya 60 santri dalam tragedi di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Jawa Timur. Ia mengenang KH. Asep Saifuddin Chalim sebagai figur kyai miliarder dermawan dan teladan ulama sejati seorang alim yang tak pernah berhenti memberi, bahkan di luar tugasnya.
“Beliau itu ibarat sumur, semakin diambil airnya, semakin bening dan dalam. Sosok seperti Kyai Asep bukan hanya guru, tapi sumber inspirasi. Semoga seluruh korban Al-Khoziny mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT,” ujar Kyai Jazuli.
Ia mengajak seluruh santri, kiai, dan jamaah untuk mendoakan para syuhada pendidikan itu, seraya menegaskan pentingnya melanjutkan perjuangan mereka dengan ilmu, amal, dan integritas.
Pidato Jazuli kemudian beralih ke refleksi historis. Ia menekankan bahwa penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional bukan tanpa dasar, melainkan mengacu pada Resolusi Jihad 1945 yang digagas oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari sebuah seruan heroik yang mewajibkan umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Resolusi jihad itulah yang menyalakan bara api perjuangan yang kemudian meledak menjadi peristiwa heroik 10 November. Dari pesantren lahir perlawanan, dari santri mengalir keberanian perjuangan kemerdekaan. Karena itu, Hari Santri tercetus atas jasa mereka yang mengorbankan jiwa demi merah putih,” tutur Kyai Jazuli.
Ia menegaskan bahwa jihad masa kini adalah jihad intelektual perjuangan dengan pena, data, dan karya.
“Bukan lagi mengangkat senjata, tapi mengangkat kompetensi,” katanya.

Tahun 2025 menjadi 10 tahun peringatan Hari Santri Nasional sejak ditetapkan pada 2015. Dalam kurun itu, pesantren bukan hanya bertahan, tapi berevolusi menjadi pusat peradaban Islam Nusantara bahkan Internasional.
“Kita punya santri yang jadi Presiden, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur); Wakil Presiden, KH. Ma’ruf Amin; Gubernur, Ibu Khofifah; bahkan Bupati Mojokerto, Gus Barra. Ini bukti bahwa santri bukan subkultur santri adalah kultur utama bangsa,” ujar Kyai Jazuli.
Ia pun menyebut Ponpes Amanatul Ummah sebagai cermin keberhasilan pesantren bertransformasi dari lembaga tradisional menjadi institusi modern.
“Dua puluh tahun lalu, pondok ini masih sederhana. Tapi sekarang, berkat keteguhan dan visi KH. Asep Saifuddin Chalim, Amanatul Ummah tumbuh menjadi pusat keunggulan pendidikan Islam, mencetak ulama, ilmuwan, pemimpin berkarakter kebangsaan, dan juga profesional bertanghunh kawab,” jelas Kyai Jazuli.
Usai upacara, langit Amanatul Ummah Pacet menjadi saksi pertunjukan spektakuler para santri Amanatul Ummah.
Kamera drone melayang tinggi, dikendalikan langsung oleh tim ekstrakurikuler videografi santri, yang mendokumentasikan kemegahan lautan manusia berpeci putih dari udara.
Lalu satu per satu, berbagai ekstrakurikuler unggulan tampil menunjukkan bakat dan disiplin khas pesantren modern yakni:
Tahfidz Qur’an, dengan lantunan ayat-ayat suci yang menggema di langit Pacet;
Paduan Suara, Biola dan Marching Band, menampilkan harmoni antara musik dan spiritualitas;
Robotika, menunjukkan santri masa depan yang berpikir ilmiah tanpa kehilangan ruh iman;
MTQ dan Pidato Multibahasa, dari Bahasa Arab, Inggris, hingga Mandarin, membuktikan bahwa lidah santri tak hanya fasih berdoa, tapi juga berkomunikasi global;
Tari budaya dan Pasukan Paskibraka Amanatul Ummah, menjadi simbol sinergi antara budaya, nasionalisme, dan religiusitas.
Semua ini menggambarkan wajah baru santri Indonesia yang spiritual dan teknologis, religius tapi futuristik.
Kyai Jazuli juga menyebut prestasi monumental santri Amanatul Ummah tahun 2025 ini, Sebanyak 1.237 santri berhasil diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan universitas luar negeri ternama.
Lebih mengesankan lagi, 62 santri di antaranya lolos ke fakultas kedokteran, bidang yang selama ini dianggap paling kompetitif .
Fenomena ini bahkan menjadi viral di media sosial, dijuluki warganet sebagai “pencetak santri unggul dari lereng Pacet’.
Capaian ini memperkuat reputasi Amanatul Ummah sebagai pesantren dengan rasio keterimaan PTN tertinggi se-Indonesia. Dengan perpaduan sempurna antara nilai religius, disiplin pesantren, dan daya saing global.
“Membangun Indonesia tidak cukup dengan infrastruktur fisik, tetapi dengan infrastruktur moral. Dan itu ada di pesantren. Dari tangan santri, masa depan bangsa ini akan ditulis ulang lebih jujur, lebih cerdas, lebih beradab,” pungkasnya.





