Di Balik Jalan Cor Mulus Mojokerto, Tambang Batu Ilegal Dibiarkan Subur, Setor Ke Perusahaan dan Suplai Beton ke Proyek Pemerintah
Mojokerto, Moralita.com – Di balik mulusnya proyek-proyek jalan cor dan saluran gorong-gorong di Kabupaten Mojokerto, terselip kenyataan yang jauh lebih kelam yakni tambang galian C ilegal diduga dibiarkan tumbuh subur dan bahkan masuk ke rantai pasok pembangunan infrastruktur daerah.
Apakah ini memang strategi Pemerintah Daerah untuk menekan harga bahan material baku cor beton yang mengesampingkan hukum dan alam lingkungan?
Salah satunya di Desa Kemiri dan Wiyu, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, denyut kejahatan pertambangan bekerja diam-diam namun rapi. Truk-truk pengangkut batu berlalu lalang, debu beterbangan, suara excavator mendengung semuanya menyaru sebagai aktivitas sehari-hari.
Namun investigasi lapangan yang dilakukan FKI-1 mengungkap realitas jauh lebih kelam material tambang ilegal (batu) diduga mengalir ke perusahaan beton besar yang subur muncul di Kabupaten Mojokerto, dan akhirnya juga masuk ke rantai pasok proyek-proyek strategis Pemerintah Kabupaten Mojokerto.
Sebagai contoh investigasi dilakukan kepada galian tambang ilegal yang beroperasi di Desa Kemiri dan Wiyu yakni dikethaui berinisial AR dan WN disebut sebagai pengusaha tambang galian C ilegal. Dua pengusaha ini disinyalir beroperasi tanpa IUP, tanpa izin lingkungan, di kawasan non-tambang, dan tanpa kontribusi resmi kepada negara.
Ketua DPD Ormas FKI-1 Mojokerto, Wiwit Hariyono menemukan bahwa material hasil galian ilegal tersebut diduga masuk ke perusahaan besar seperti CA dan MJB serta beberapa batching plant ready-mix di Kabupaten Mojokerto yang memasok beton ke berbagai proyek Pemerintah.
“Ini menggambarkan struktur bisnis yang sistematis, juga di beberapa desa lainnya tambang ilegal tumbuh subur dan terkesan ada pembiaran dari Pemerintah,” tegas Ketua DPD FKI-1 Mojokerto, Wiwit Hariyono, Minggu (23/11/2025).
Lebih jauh, penelusuran menunjukkan material ilegal tersebut ikut menyuplai proyek strategis pemerintah daerah baik yang dibiayai APBD maupun APBN.
Dalam kaidah konstruksi nasional, material proyek negara wajib memiliki:
1. Legalitas sumber material (IUP/IUPK)
2. Dokumen asal material
3. Kesesuaian Bill of Quantity (BoQ)
Jika proyek negara menggunakan material ilegal, maka itu bukan sekadar pelanggaran prosedural itu kejahatan pertambangan, korupsi pengadaan, dan penadahan aset negara.
“Seluruh proyek APBD atau APBN yang memakai material ilegal adalah bagian dari kejahatan. Tidak ada tawar-menawar,” tegas Wiwit.
Fee Ilegal untuk Pejabat Desa, Trigger Gratifikasi dan Tipikor
Perangkat Desa Kemiri, Yoyok Hermawan, menyebut dalam pengakuannya bahwa pengusaha galian tersebut secara rutin memberikan fee puluhan juta per bulan kepada oknum pejabat desa melalui cara khusus yang enggan ia paparkan detail tetapi yang jelas menurut dugaannya termasuk model mekanisme pencucian uang.
Penyaluran ini dilakukan di luar mekanisme resmi desa, tanpa SK, tanpa dokumen, tanpa pelaporan dan dilakukan bertahun-tahun.
Ia juga menjelaskan bahwa ploting area yang digali disinyalir adalah lahan hijau dan area sekitar aliran sungai.
“Disinyalir masuk lahan hijau dan juga untuk mendapatkan banyak batu ya yang dekat aliran sungai galinya,” jelas Yoyok.
Wiwit menyayangkan pejabat desa yang seharusnya berpihak mengawasi izin tambang justru menjadi penerima manfaat operasi tambang ilegal.
Gabungan temuan ini disinyalir menunjukkan pola organized crime yang dijelaskan Wiwit yakni:
1. Pengusaha tambang ilegal sebagai pemasok material
2. Pejabat desa juga sebagai penerima fee
3. Perusahaan beton ready mix besar sebagai penadah bahan ilegal
4. Kontraktor pemerintah pengguna material ilegal di proyek negara
5. Transporter truk pengangkut tanpa dokumen resmi
“Ini bukan sekadar tambang ilegal. Ini kejahatan terorganisir yang merusak alam Kabupaten Mojokerto sekaligus merusak kepercayaan publik pada pemerintah daerah,” ujar Wiwit.
Melihat skala dan jaringan yang menggurita, DPD FKI-1 Mojokerto menyatakan bersiap melangkah melaporkan hal ini ke pusat, karena melihat dampaknya kejahatannya semakin nyata
“Pengusaha tambang ilegal, oknum pejabat yang terlibat juga Perusahaan Beton yang menerima hasil tambang ilegal di Kabupaten Mojokerto akan kami laporkan ke Mabes Polri untuk tindak pidana pertambangan, korupsi, dan TPPU dan juga langsung ke Presiden Prabowo melalui Seskab,” kata Wiwit.
Praktisi hukum M. Dani Ramdhan memaparkan bahwa kasus ini adalah paket lengkap pelanggaran dari UU Minerba, UU Lingkungan, KUHP, hingga aturan pengadaan pemerintah.
1. Pelanggaran UU Minerba (UU No. 3/2020 Jo. UU No. 4/2009)
A. Pasal 158 Menambang Tanpa IUP
Ancaman Pidananya 5 tahun penjara serta denda maksimal Rp 100 miliar.
B. Pasal 161 Penadahan Mineral Ilegal
Pidana setara pelaku tambang.
Mengenai perusahaan pembeli beton/ready-mix:
“Siapa pun yang membeli, mengangkut (Sopir/Vendor Transportasi), atau memanfaatkan mineral dari tambang ilegal adalah pelaku tindak pidana minerba,” jelas Dani.
2. Pelanggaran UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009)
A. Pasal 109 Usaha tanpa AMDAL/UKL-UPL
Ancaman pidana 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp 3 miliar
“Tambang ilegal dapat dipastikan tidak memiliki dokumen lingkungan,” tegasnya.
B. Pasal 98 Kejahatan Lingkungan
mengatur perbuatan yang sengaja menimbulkan pencemaran/kerusakan melebihi baku mutu, maka ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.
3. Pasal 480 KUHP Penadahan
Siapa pun yang menampung material hasil kejahatan dapat dipidana.
“Material tambang ilegal itu sama dengan barang hasil kejahatan. Pembeli bisa dijerat delik penadahan,” pungkas Dani.






