Waketum DPP Gerindra Gus Irfan Yusuf Kunjungi Wisata Bernah de Vallei Mojokerto, Wujud Pengaplikasian Pasal 33 UUD 1945
Oleh Redaksi Moralita — Senin, 17 Februari 2025 16:31 WIB; ?>

Mojokerto, Moralita.com – KH. Asep Saifuddin Chalim bersama Gus Moch. Irfan Yusuf Hasyim, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, meninjau wana wisata Bernah de Vallei di Desa Kembangbelor, Pacet, Mojokerto.
Dalam kunjungan Gus Irfan sendiri ingin memahami lebih mendalam konsep kemandirian ekonomi berbasis masyarakat yang telah diterapkan Bernah de Vallei dan masyarakat Desa Kembangbelor.
Bernah de Vallei merupakan bentuk nyata upaya pemerintah desa dalam meningkatkan kesejahteraan warganya melalui model kepemilikan saham bersama. Hampir seluruh masyarakat Desa Kembangbelor memiliki saham di tempat wisata ini dan menerima pembagian dividen setiap tahun.
“Ini adalah contoh bagaimana pemerintah desa berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Alhamdulillah, sejak adanya program ini, kesejahteraan warga meningkat signifikan,” ujar KH. Asep saat kunjungi Bernah de Vallei, Senin (17/2).
Kyai Asep menyebut bahwa sebelum kehadiran Pondok Pesantren Amanatul Ummah, pada tahun 2004, mayoritas rumah di desa ini masih berstruktur semi permanen. Namun, saat ini, hampir seluruh rumah warga sudah baik, menunjukkan adanya peningkatan ekonomi yang pesat.
“Keberadaan Pondok Pesantren Amanatul Ummah terbukti telah memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Kami terus mencari inovasi yang dapat menguntungkan warga tanpa merugikan pesantren, seperti usaha laundry pakaian santri, lapangan pekerjaan di bidang kebersihan, keamanan, dan konstruksi,” tambahnya.

Wisata Bernah de Vallei, Pacet, Mojokerto.
Di sisi lain, Gus Irfan Yusuf menjelaskan bahwa konsep kemandirian ekonomi yang diterapkan di Desa Kembangbelor merupakan implementasi nyata dari Pasal 33 UUD 1945, yang mengatur bahwa perekonomian Indonesia harus disusun sebagai usaha bersama dengan pemanfaatan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat.
“Presiden Prabowo selalu menekankan pentingnya Pasal 33 dalam UUD 1945, yang menjadi dasar kebijakan ekonomi nasional. Di sektor pertanian saat ini saja, ketika harga gabah petani tidak mencapai Rp6.500 per kg, negara harus turun tangan untuk memastikan harga bertujuan untuk kesejahteraan petani. Hal yang sama juga diterapkan dalam sektor pertambangan dan sumber daya alam lainnya,” jelasnya.
Menurutnya, Desa Kembangbelor telah berhasil membangun ekonomi mandiri masyarakatnha tanpa ketergantungan pada dana pemerintah, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia.
“Kemandirian ekonomi berbasis masyarakat seperti ini adalah contoh nyata bagaimana desa bisa maju tanpa harus bergantung pada anggaran pemerintah. Dengan model seperti ini, kesejahteraan masyarakat dapat meningkat secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Wana wisata Bernah de Vallei di Desa Kembangbelor, Mojokerto, merupakan contoh sukses pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat. Dengan sistem kepemilikan saham bersama, program ini telah meningkatkan kesejahteraan warga dan menciptakan lapangan kerja yang luas.
Sementara itu, Kepala Desa Kembangbelor, Mukhtar Effendi, menjelaskan bahwa Bernah de Vallei merupakan proyek swadaya masyarakat murni, tanpa pendanaan dari APBDES, APBD, atau APBN. Dari total 1.640 kepala keluarga (KK) di desa ini, sebanyak 1.382 KK ikut serta dalam skema investasi ini.
“Kami sudah melakukan pembagian dividen saham sebanyak tujuh kali. Rata-rata, setiap lembar saham memberikan keuntungan sekitar Rp 242.000 per bulan kepada masyarakat,” ujarnya.
Konsep ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang investasi dan kemandirian ekonomi, terutama karena Desa Kembangbelor terletak di ujung selatan Kabupaten Mojokerto, jauh dari pusat kota.
“Awalnya, modal utama kami adalah keberadaan wali santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Setiap akhir pekan, ribuan wali santri datang mengunjungi anak-anak mereka. Mereka tidak datang sendiri, melainkan membawa keluarga dan kerabat, sehingga ini menjadi potensi ekonomi yang luar biasa,” jelas Kades.
Saat ini, luas lahan wisata yang telah dikembangkan mencapai 11 hektare dari total 19,8 hektare yang telah bekerja sama dengan Perhutani. Dengan demikian, masih terdapat sekitar 45 persen lahan yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Selain mendukung kesejahteraan masyarakat, wisata Bernah de Vallei juga menciptakan peluang kerja bagi warga desa, termasuk sebagai pedagang, pengelola wisata, serta penyedia jasa lainnya.
Kades berharap agar sektor pariwisata di Kabupaten Mojokerto mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah.
“Kami menyadari bahwa pajak wisata di Kabupaten Mojokerto tergolong cukup tinggi, mencapai 18 persen, sedangkan di kabupaten lain rata-rata hanya 15 persen. Oleh karena itu, kami berharap ada kebijakan yang lebih mendukung pengelolaan wisata, terutama wisata alam milik masyarakat seperti Bernah de Vallei,” katanya.
Pihaknya kini juga terus fokus menjalankan strategi publikasi dan promosi melalui media sosial untuk menarik lebih banyak pengunjung demi keberlangsungan dan perkembangan Bernah de Vallei kedepan.
“Kemandirian ekonomi berbasis desa seperti ini dapat menjadi referensi bagi daerah lain di Indonesia. Kami berharap kepemimpinan Gus Barra ke depan dapat mengembangkan model sistem serupa di berbagai wilayah desa Mojokerto,” tambahnya.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment