Mojokerto, Moralita.com — Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bocor dan mengungkap temuan mengejutkan dalam laporan audit keuangan RSUD R.A. Basoeni, Gedeg, Kabupaten Mojokerto.
Hasil temuan BPK tersebut menyatakan bahwa pengelolaan belanja jasa pelayanan kesehatan RSUD R.A Basoeni tahun 2024 telah melanggar ketentuan hukum dan prosedur keuangan negara.
Tak tanggung-tanggung, dana sebesar Rp 812 juta mengendap di rekening pribadi ilegal atas nama bendahara RSUD R.A Basoeni di luar sistem kas resmi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
5% Potongan Ilegal Dana Jasa Pelayanan, Modus untuk Kesejahteraan Pegawai
Diketahui sejak 2018, RSUD R.A. Basoeni secara sepihak menerapkan kebijakan pemotongan 5% atas jasa pelayanan kesehatan dari sumber BPJS Kesehatan, Jasa Raharja, SPM, hingga BPJS Ketenagakerjaan. Dana ini diklaim digunakan untuk keperluan “kesejahteraan pegawai”, termasuk:
• Family gathering pegawai RSUD R.A Basoeni
• Parcel dan tunjangan hari raya
• Peningkatan kapasitas SDM
Namun, hal ini menyatakan bahwa pemotongan dana Jaspel 5% tidak memiliki dasar hukum dan tidak diatur dalam Peraturan Bupati Mojokerto Nomor 71 Tahun 2018.

Dana ilegal tersebut bahkan disimpan di rekening BNI dengan nomor rekening 1611021544 atas nama Bendahara RSUD RA Basoeni, bukan di rekening kas BLUD sebagaimana diatur oleh Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dana Potongan 5% Dikelola di Luar Sistem yang Transparan
Dalam temuan auditnya, BPK juga mencatat tidak adanya mekanisme pertanggungjawaban formal atas penggunaan dana tersebut.
Seluruh pelaporan hanya dilakukan secara lisan dalam rapat internal terbatas. Bahkan, terjadi kekosongan transisi antar tim pengelola dana kesejahteraan antara tahun 2020 dan 2023, tanpa proses serah terima atau dokumentasi keuangan. Tim sebelumnya telah dimutasi dan tak lagi bekerja di RSUD.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini skema sistematis yang berpotensi menjadi modus korupsi terselubung dengan dalih kesejahteraan pegawai RSUD R.A Basoeni,” tegas Wiwit Hariyono, Ketua Forum Komunikasi Indonesia Satu (FKI-1) kepada Moralita.com Minggu, (13/4).
Wiwit menyatakan pihaknya akan segera melaporkan temuan ini ke KPK. Menurutnya, indikasi pengelolaan dana publik ilegal di luar sistem keuangan daerah harus diproses secara hukum tindak pidana korupsi agar tidak menjadi preseden buruk bagi institusi layanan publik lainnya.
“Kami sudah menyiapkan dokumen dan bukti-bukti temuan juga dari audit BPK. Dalam waktu dekat, laporan ini akan kami laporkan ke KPK,” ujarnya.
Lanjut Wiwit, Praktik ini menyalahi UU Nomor 1 Tahun 2004, Permendagri Nomor 79 Tahun 2018, dan Peraturan Bupati Mojokerto Nomor 71 Tahun 2018, yang secara tegas melarang pembukaan rekening dan pengelolaan dana publik di luar sistem kas Pemerintah dlDaerah.
Menurut Wiwit hasil audit BPK menyebut bahwa seluruh dana pelayanan kesehatan yang berasal dari pendapatan BLUD, APBD, maupun sumber lain, wajib dicatat dan dikelola melalui sistem kas BLUD. Dana yang berada di luar sistem dianggap melanggar regulasi dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
BPK juga menekankan pentingnya pelaporan dana tersebut sebagai bagian dari Saldo Kas Daerah, bukan dana non-budgeter yang rawan disalahgunakan. Saldo kas akhir tahun per 31 Desember 2024 dalam rekening BNI atas nama Bendahara RSUD RA Basoeni tersebut tercatat sebesar Rp 812.233.418 hasil akumulasi dari transfer pemotongan jasa pelayanan 5% dan bunga bank.
Wiwit mendesak DPRD Kabupaten Mojokerto untuk segera melakukan pemanggilan kepada manajemen terhadap evaluasi menyeluruh terhadap sistem keuangan RSUD R.A. Basoeni. Ia juga mendorong DPRD agar membentukan Tim Pansus untuk menelusuri penggunaan dana yang telah terjadi sejak tahun 2018.
“Jangan jadikan rumah sakit sebagai ladang bancakan oknum manajemen dengan dalih kesejahteraan pegawai,” pungkasnya.
Discussion about this post