Dugaan Intervensi Bayangi Penanganan OTT Jual Beli Jabatan Perangkat Desa di Sidoarjo

Sidoarjo, Moralita.com – Penanganan kasus operasi tangkap tangan (OTT) jual beli jabatan perangkat desa di Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, oleh Tim Saber Pungli Polresta Sidoarjo pada 27 Mei 2025, kini diselimuti dugaan intervensi kekuasaan. Ketidakjelasan informasi resmi dari kepolisian memperkuat spekulasi tersebut di tengah publik.
Hingga Selasa (17/6), Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sidoarjo belum memberikan keterangan resmi terkait OTT terhadap dua kepala desa aktif di Kecamatan Tulangan dan seorang mantan kepala desa dari Kecamatan Buduran yang turut diamankan dalam operasi tersebut.
Sebelumnya, melalui pesan singkat kepada wartawan, Humas Polresta Sidoarjo sempat mengumumkan akan digelarnya konferensi pers oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) pada Senin, 16 Juni 2025 pukul 15.00 WIB. Namun, beberapa jam sebelum jadwal tersebut, agenda konferensi pers itu mendadak dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
“Selamat siang, diinformasikan kepada rekan-rekan media bahwa pelaksanaan press release Satreskrim, yang semestinya dilakukan sore ini pukul 15.00 WIB, ditunda. Diulangi, ditunda sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Terima kasih,” demikian pernyataan dari Humas Polresta Sidoarjo yang dikirim ke wartawan.
Penundaan mendadak ini mengejutkan tidak hanya kalangan media, tetapi juga organisasi masyarakat (ormas), organisasi kepemudaan (OKP), lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga publik secara umum. Minimnya transparansi informasi serta tertundanya penjelasan resmi dari pihak kepolisian memicu spekulasi liar, termasuk dugaan kuat adanya intervensi dari pihak-pihak berkepentingan.
Salah satu isu yang mencuat di kalangan masyarakat adalah dugaan keterkaitan antara lambannya penanganan kasus ini dengan bantuan hibah senilai Rp40 miliar dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo kepada Polresta Sidoarjo pada tahun anggaran 2025.
Ketua Java Corruption Watch (JCW), Sigit Imam Basuki, turut menyoroti situasi tersebut. Ia menyayangkan sikap Polresta Sidoarjo yang menunda pemberian informasi resmi ke publik.
“Keterangan resmi sangat penting untuk mencegah munculnya stigma negatif terhadap institusi kepolisian, apalagi citra polisi masih menjadi sorotan sejumlah lembaga survei,” ujar Sigit, Selasa (17/6).
Menurut Sigit, ketidakjelasan ini hanya memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa penanganan kasus ini tidak steril dari konflik kepentingan. Terlebih, ketiga pihak yang diamankan dalam OTT tersebut diketahui memiliki kedekatan dengan sejumlah elite kekuasaan di Kabupaten Sidoarjo.
“Wajar jika publik mulai curiga ada intervensi. Namun demikian, saya masih meyakini bahwa penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo akan bekerja secara profesional dan objektif,” lanjutnya.
Ia mengimbau publik tetap memberikan kepercayaan kepada aparat penegak hukum, sembari menanti klarifikasi resmi dari Polresta Sidoarjo mengenai perkembangan penanganan perkara ini.
“Kita tunggu saja penjelasan resminya. Tetap berpikir positif dan mendukung proses hukum yang berjalan,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen Polresta Sidoarjo dalam menegakkan hukum secara transparan dan berintegritas. Ketika kepercayaan publik dipertaruhkan, langkah cepat, terbuka, dan akuntabel menjadi keniscayaan yang tak bisa ditunda.