Government

Pemerintah Targetkan Penyusunan DIM RUU KUHAP Rampung Pekan Ini, Fokus pada Restorative Justice dan Perlindungan HAM

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas

Jakarta,Moralita.com Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di tingkat pemerintah ditargetkan rampung pada pekan ini. Pemerintah menitikberatkan pembahasan DIM pada prinsip restorative justice serta penguatan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).

“Kalau untuk RUU KUHAP, saya yakin bisa diselesaikan di tingkat pemerintah dalam minggu ini,” ujar Supratman saat memberikan keterangan pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (17/6).

Ia menjelaskan bahwa proses penyusunan DIM RUU KUHAP mengacu pada dua pilar utama, yakni penguatan keadilan restoratif dan peningkatan perlindungan maksimal terhadap hak asasi manusia sebagai bagian dari reformasi sistem peradilan pidana.

“Kesepakatan kita adalah bahwa revisi atau penyusunan DIM RUU KUHAP harus mengedepankan dua hal mendasar. Pertama, prinsip restorative justice dalam penyelesaian perkara pidana. Kedua, peningkatan perlindungan terhadap hak asasi manusia sepanjang proses hukum,” jelasnya.

Baca Juga :  Nasib RUU Perampasan Aset Masih Menunggu Evaluasi Prolegnas, Pemerintah Siap Gunakan Draf Lama

Supratman juga membuka ruang bagi parlemen untuk melakukan partisipasi publik dalam pembahasan lebih lanjut. Ia menyebutkan bahwa sejumlah kementerian dan lembaga telah memberikan masukan resmi kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai bahan penyempurnaan substansi RUU.

“Silakan DPR menjalankan mekanisme pelibatan masyarakat sipil secara partisipatif. Kami mendukung penuh keterbukaan dalam proses legislasi ini,” ucapnya.

Salah satu ketentuan penting yang sedang difinalisasi adalah pengaturan mengenai pendampingan hukum terhadap tersangka sejak tahap awal proses hukum.

“Nantinya dalam DIM akan ditegaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat hukum sejak tahap penyelidikan, bukan hanya penyidikan seperti yang berlaku saat ini,” imbuhnya.

Terkait keadilan restoratif, Supratman menegaskan bahwa penekanan substansi lebih diarahkan pada perluasan penerapan mekanisme damai antara pelaku dan korban, khususnya dalam perkara dengan dampak sosial terbatas. Meski begitu, ia menyebut tidak akan ada perubahan substansial pada struktur hubungan antarpenegak hukum seperti penyidik dan penuntut umum.

Baca Juga :  Nasib RUU Perampasan Aset Masih Menunggu Evaluasi Prolegnas, Pemerintah Siap Gunakan Draf Lama

“Memang ada perubahan di beberapa bagian, tetapi secara umum tidak mengubah tugas pokok dan fungsi institusi penegak hukum,” kata dia.

Sementara itu, dari sisi legislatif, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Nasir Djamil, menargetkan agar revisi RUU KUHAP dapat disahkan sebelum akhir tahun 2025. Menurutnya, sinkronisasi antara KUHAP baru dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai berlaku pada 2026 menjadi urgensi utama.

“Kami berharap RUU KUHAP bisa diselesaikan dan disahkan paling lambat Desember 2025. Sebab KUHP baru akan mulai berlaku tahun 2026, sehingga hukum acaranya juga harus sejalan,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ia memperingatkan bahwa keterlambatan pengesahan akan menimbulkan ketidaksesuaian sistem hukum pidana dan dapat menimbulkan kebingungan di kalangan aparat penegak hukum maupun masyarakat pencari keadilan.

“Kalau KUHP-nya sudah baru tetapi KUHAP-nya masih pakai versi lama, akan sangat membingungkan. Bisa menimbulkan rasa ketidakpastian hukum dan mengganggu proses peradilan,” lanjutnya.

Baca Juga :  Nasib RUU Perampasan Aset Masih Menunggu Evaluasi Prolegnas, Pemerintah Siap Gunakan Draf Lama

Nasir menambahkan bahwa Komisi III DPR akan terus menjaring aspirasi dari berbagai pihak dalam pembahasan RUU KUHAP. Pada Selasa (17/6), Komisi III telah menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai bagian dari konsultasi publik.

“Ke depan, kami juga akan melibatkan organisasi mahasiswa hukum dan kelompok masyarakat sipil yang concern terhadap reformasi hukum acara pidana,” ungkapnya.

Nasir berharap, revisi RUU KUHAP yang sedang berjalan ini dapat mengulang sejarah pengesahan KUHAP sebelumnya yang juga terjadi pada bulan Desember, tepatnya tahun 1981.

“Mudah-mudahan pada Desember 2025, kita bisa kembali mencatatkan sejarah dengan pengesahan KUHAP yang baru. Ini akan menjadi tonggak penting dalam pembaruan sistem peradilan pidana Indonesia,” pungkasnya.

Sebelumnya

Pagelaran Blitar Djadoel 2025 Dinilai Tak Berpihak pada PKL Lokal, Ratusan Pedagang Tersingkir

Selanjutnya

Presiden Prabowo Pastikan Proyek Tanggul Laut Raksasa Dimulai, Efektivitas dan Dampaknya Dipertanyakan

Moralita
Bagikan via WhatsApp
Share
WhatsApp