Ribuan Sopir Truk Demo Tolak Zero ODOL di Surabaya, Tuntut Regulasi Adil dan Penghapusan Premanisme
- account_circle Redaksi Moralita
- calendar_month 19 jam yang lalu
- visibility 742
- comment 0 komentar

Ribuan sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di Surabaya pada Kamis (19/6)
Surabaya, Moralita.com – Ribuan sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di Surabaya pada Kamis (19/6). Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (Zero ODOL) yang direncanakan mulai diberlakukan secara nasional pada tahun 2026.
Sedikitnya 1.200 peserta aksi dan 785 armada truk memulai long march dari kawasan City of Tomorrow (Cito) Mall, Surabaya. Massa selanjutnya bergerak menuju Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur, Markas Polda Jatim (Mapolda Jatim), dan dijadwalkan berakhir di Kantor Gubernur Jawa Timur.
Sorotan terhadap Penegakan Pasal 277 UU LLAJ
Ketua GSJT, Angga Firdiansyah, menyatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk aspirasi para sopir truk yang merasa menjadi pihak paling terdampak atas penerapan kebijakan Zero ODOL. Menurutnya, terdapat kekeliruan dalam penerapan Pasal 277 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
“Pasal 277 seharusnya hanya mengatur perubahan fisik kendaraan, bukan menyasar pelanggaran terkait kelebihan dimensi dan muatan. Namun, dalam praktiknya justru para sopir yang paling sering ditindak,” ujar Angga.
Ia menambahkan, regulasi yang ada cenderung tidak menyentuh pemilik usaha angkutan atau pemilik barang, yang justru memiliki kendali atas jumlah dan berat muatan.
“Dampak langsung dari aturan ini selalu dirasakan oleh sopir. Sementara para pengusaha atau penyedia muatan tak pernah tersentuh oleh hukum,” tegasnya.
Tuntutan Tarif Logistik Adil dan Penghapusan Premanisme
Selain menolak kebijakan Zero ODOL, GSJT juga menuntut agar pemerintah segera menetapkan tarif minimal pengangkutan logistik secara nasional. Tujuannya agar pengusaha tidak semena-mena dalam menentukan ongkos angkut.
“Yang punya barang seringkali seenaknya. Muatan ditambah, tapi ongkos tetap rendah. Saat terjadi pelanggaran ODOL, justru sopir yang disalahkan,” kata Angga.
GSJT juga mendesak aparat penegak hukum untuk serius memberantas praktik premanisme di jalanan dan di lingkungan pelabuhan. Mereka menilai pungutan liar tidak hanya dilakukan oleh oknum masyarakat, tetapi juga oleh sebagian aparat penegak hukum.
“Premanisme bukan hanya dari bandit jalanan. Oknum aparat pun ada yang kerap melakukan pungli kepada sopir. Kasus seperti ini tak hanya terjadi di Jawa Timur, tapi juga di banyak provinsi lain,” imbuhnya.
GSJT juga menyoroti ketimpangan penegakan hukum, di mana sopir truk milik pribadi atau perusahaan kecil lebih sering menjadi target penindakan, sementara perusahaan besar yang mengoperasikan kendaraan bermuatan besar kerap lolos dari pantauan.
“Truk milik PT-PT besar seolah mendapat perlakuan istimewa. Padahal muatan mereka jauh melebihi kapasitas, tapi tetap dibiarkan melintas tanpa hambatan,” ungkap Angga.
Simbol Aksi: Bendera Merah Putih Sepanjang 1.000 Meter
Dalam rangkaian aksi damai tersebut, massa GSJT juga menggelar bendera Merah Putih sepanjang 1.000 meter di depan Cito Mall, sebagai simbol perjuangan dan solidaritas nasional para sopir angkutan barang.
Setelahnya, long march dilanjutkan menuju Dishub Jatim, Mapolda Jatim, dan direncanakan berakhir di Kantor Gubernur Jawa Timur. Massa aksi berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk Gresik, Lamongan, Tuban, dan Madura.
Titik kumpul massa dari wilayah barat berada di Pertigaan Jalan Margomulyo – Jalan Greges Barat Surabaya, sedangkan peserta dari Madura berkumpul di kawasan Pelindo Place Office Tower, Jalan Perak Timur, Surabaya.
Aksi Lanjut Jika Tak Ada Respons Pemerintah
GSJT menyatakan bahwa aksi akan dilanjutkan hingga Sabtu (21/6/2025) apabila tuntutan mereka tidak mendapat tanggapan dari pihak berwenang. Mereka juga menyatakan siap melakukan aksi bermalam di depan Kantor Gubernur Jawa Timur sebagai bentuk konsistensi perjuangan.
“Kalau sampai tidak ada kesepakatan, kami akan lanjutkan aksi sampai Sabtu. Bahkan, kami siap bermalam di depan Kantor Gubernur,” pungkas Angga.
- Penulis: Redaksi Moralita