Pelepasan Siswa SDN 4 Bendorejo Tuai Keluhan Wali Murid: Dinilai Membebani Secara Ekonomi
- account_circle Redaksi Moralita
- calendar_month 20 Juni 2025 pukul 10:08

Trenggalek, Moralita.com – Sebanyak 17 siswa kelas VI SD Negeri 4 Bendorejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, mengikuti acara pelepasan dan pentas seni yang digelar pada Kamis (19/6). Acara tahunan yang telah berlangsung selama enam tahun terakhir ini kembali dihelat meriah, namun sejumlah wali murid menyampaikan keberatan terkait beban biaya yang ditimbulkan.
Salah satu wali murid, Subari (68), orang tua dari Arini Putri, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap besarnya pengeluaran untuk kegiatan pelepasan tersebut, terutama karena waktunya berdekatan dengan kebutuhan biaya masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
“Biayanya cukup berat, apalagi sekarang anak saya akan masuk SMP, tentu butuh dana besar juga. Untuk pelepasan ini saja sudah habis sekitar dua juta rupiah. Harusnya dana itu bisa dialihkan untuk keperluan sekolah selanjutnya,” ujar Subari saat ditemui pada Rabu (18/6), sehari sebelum acara berlangsung.
Menurut Subari, sejak pergantian kepala sekolah enam tahun lalu, acara pelepasan siswa mulai berubah dari yang semula bersifat sederhana menjadi lebih formal dan meriah, menyerupai prosesi wisuda. Sebelumnya, kegiatan hanya dilakukan dalam bentuk syukuran sederhana di ruang kelas.
Iuran utama yang diminta sebesar Rp150.000 per siswa, namun jika digabung dengan kebutuhan lain seperti sewa pakaian, pembelian buket bunga, dan dokumentasi, total pengeluaran dapat mencapai Rp500.000. Ia juga menyebutkan bahwa orang tua diminta bergotong royong menyiapkan tenda dan panggung, namun partisipasi tidak maksimal karena banyak yang merasa terbebani.
“Banyak wali murid yang akhirnya tidak hadir saat persiapan, karena memang sudah tidak sanggup secara tenaga dan biaya,” tambahnya.
Meski demikian, ia mengakui bahwa beban biaya tahun ini sedikit terbantu berkat adanya sumbangan dari beberapa wali murid yang mampu, yang secara sukarela membantu meringankan beban wali murid lainnya. Namun, menurutnya, sebagian besar wali murid tetap merasa terpaksa mengikuti kegiatan tersebut karena tekanan sosial yang tidak diungkapkan secara langsung.
Sementara itu, Kepala SD Negeri 4 Bendorejo, Mamik Sulaswati, menegaskan bahwa pihak sekolah tidak memiliki peran dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelepasan tersebut. Ia menyatakan, kegiatan ini sepenuhnya merupakan inisiatif dan kesepakatan antar wali murid.
“Ini bukan program atau permintaan sekolah. Semua sepenuhnya dilakukan oleh wali murid dan telah disepakati secara internal. Sekolah tidak menarik iuran atau memberikan kewajiban apa pun,” jelas Mamik.
Ia menambahkan, pihak sekolah tidak ikut serta dalam rapat koordinasi, dan tidak terlibat dalam penyediaan logistik seperti tenda dan alat pengeras suara.
“Tenda yang digunakan bahkan tenda sederhana, yang biasa dipakai untuk acara kematian di desa. Sekolah benar-benar tidak ikut campur dalam hal teknis maupun pembiayaan,” tegasnya.
Menanggapi adanya kebijakan dari pemerintah yang mendorong pelarangan pelaksanaan kegiatan pelepasan atau “wisuda” yang membebani wali murid, Mamik mengaku sudah menyampaikan imbauan tersebut sebelumnya. Namun, kegiatan tetap berjalan karena adanya dorongan dan kesepakatan dari para orang tua.
“Sejauh ini belum pernah ada wali murid yang secara resmi menyatakan keberatan atau menyampaikan protes terhadap pelaksanaan acara pelepasan maupun wisata yang telah dilakukan,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan di lokasi, kegiatan pelepasan siswa berlangsung semarak dan dihadiri oleh sejumlah wali murid dari berbagai jenjang. Siswa kelas I turut memeriahkan acara dengan menampilkan tarian daerah dan drama sederhana. Sementara siswa kelas VI tampil dengan mengenakan pakaian formal, seperti jas dan kebaya, menciptakan suasana yang menyerupai wisuda resmi.
Meski mengandung unsur budaya dan hiburan yang positif, kegiatan ini kembali membuka ruang diskusi tentang batas antara tradisi apresiasi terhadap kelulusan dan potensi komersialisasi kegiatan sekolah yang membebani orang tua.
Fenomena “wisuda” siswa sekolah dasar yang semakin marak dan cenderung berbiaya tinggi masih menjadi sorotan di berbagai daerah. Kasus di SD Negeri 4 Bendorejo, Trenggalek, menjadi contoh nyata bagaimana sebuah tradisi perayaan dapat berubah menjadi polemik sosial di tengah masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang beragam. Diperlukan pendekatan kebijakan yang bijak dan dialog terbuka antara sekolah, orang tua, dan pemerintah agar kegiatan pendidikan tetap berpusat pada kepentingan dan kesejahteraan anak-anak.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar