Senin, 13 Okt 2025
light_mode
Beranda » Government » Catatan Satu Tahun Yandri Susanto Sang Menteri Desa yang Mengubah Data Jadi Revolusi Senyap dari Pinggiran Negeri

Catatan Satu Tahun Yandri Susanto Sang Menteri Desa yang Mengubah Data Jadi Revolusi Senyap dari Pinggiran Negeri

Oleh Alief — Jumat, 10 Oktober 2025 19:01 WIB

Moralita.com – Catatan satu tahun dari tangan dingin Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, mulai bekerja sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024.

Ia tak datang dengan jargon ‘revolusi desa’, tak banyak bicara soal ‘transformasi besar-besaran’. Ia datang dengan hal yang lebih sunyi tapi berisik di angka dan data yang tertib, sistem yang presisi, dan kinerja yang bisa diaudit kapan saja.

Dalam satu tahun masa jabatannya, Yandri menghadirkan sesuatu yang jarang lahir dari dunia birokrasi, ketertiban administrasi yang benar produktif. Bukan sekadar rencana kerja tahunan yang penuh retorika, tetapi peta pembangunan desa yang konkret, bisa diukur, dan terpantau.

97,49 Persen: Angka Dingin, Spirit Panas

Tahun anggaran 2024 mencatat realisasi serapan anggaran Kemendes sebesar 97,49 persen. Bagi sebagian orang itu hanya angka di atas kertas, tapi dalam dunia birokrasi, capaian ini nyaris seperti rekor nasional. Banyak kementerian besar lain yang serapannya mandek di angka 90-an awal itu pun biasanya karena kejar tayang menjelang akhir tahun.

Namun di bawah Mendes Yandri, serapan tinggi bukan karena panik di akhir tahun, melainkan hasil perencanaan presisi sejak hari pertama kalender fiskal. Semua terukur, semua terencana, semua punya tujuan.

“Kita tidak hanya menyerap, tapi memastikan uang negara bekerja,” ujar Mendes Yandri kepada wartawan saat berkunjung ke Ponpes Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto beberapa waktu lalu.

Pendekatannya lebih seperti auditor ketimbang politisi. Ia menata kementerian bukan dengan pidato, tapi dengan spreadsheet.

Catatan Satu Tahun Yandri Susanto Sang Menteri Desa yang Mengubah Data Jadi Revolusi Senyap dari Pinggiran Negeri

Catatan capaian kinerja Satu Tahun Menteri Desa PDT, Yandri Susanto.

Dari Jalan ke Dapur: Revolusi Senyap Dana Desa

Baca Juga :  Hadir Langsung Di Mojokerto Stafsus Kemendes Tegaskan Penyaluran BLT DD 2025 Harus Tepat Sasaran dan Bebas Like and Dislike

Salah satu prioritas besar Mendes Yandri adalah ketahanan pangan desa. Dari total Rp71 triliun Dana Desa, sekitar Rp16 triliun (20 persen) diarahkan untuk program Desa Swasembada Pangan.

Strateginya sederhana tapi revolusioner: ubah orientasi pembangunan desa dari betonisasi menjadi pertanian dan dapur rakyat.

Kebijakan itu dikunci lewat Kepmendes Nomor 3 Tahun 2025 yang mewajibkan setiap desa mengalokasikan minimal 20 persen dananya untuk program pangan. Bagi Yandri, pangan bukan sekadar urusan perut, tapi fondasi kemandirian ekonomi.

Kini hasilnya mulai terasa. Di Grobogan, Sumbawa, dan Bone Bolango, muncul desa-desa mandiri pangan yang menanam cabai, bawang, hingga padi, dan tidak lagi bergantung pada bantuan beras. Desa tak lagi menunggu dikasih makan desa mulai memberi makan.

“Kedaulatan pangan itu dimulai dari desa, bukan dari pasar internasional,” katanya.

BUMDes Naik Kelas, Ekonomi Desa Mulai Berputar

Per September 2025, tercatat 33.588 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sudah berbadan hukum. Angka ini bukan sekadar legalitas administratif, melainkan transformasi struktural. BUMDes kini punya NPWP, laporan keuangan, dan kerja sama bisnis lintas kabupaten.

Ada yang mengelola air minum, mengembangkan wisata alam, hingga memproduksi pakan ternak. Ekonomi desa mulai berputar bukan karena program bantuan, tapi karena manajemen profesional yang tumbuh dari bawah.

Baca Juga :  Klaim Pemerintah Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% pada Kuartal II-2025, Kontradiksi INDEF Sebut 10 Indikator Melemah

Digitalisasi dan ‘Jaga Desa’: Pengawasan Real-Time ala Mendes Yandri

Mendes Yandri juga memperkuat reformasi birokrasi dengan 12 rencana aksi reformasi. Salah satu yang paling menonjol adalah program ‘Jaga Desa’ hasil kolaborasi dengan Kejaksaan Agung. Melalui sistem digital ini, setiap kepala desa bisa melaporkan penggunaan dana desa secara real-time.

Transaksi mencurigakan langsung terdeteksi otomatis. Kemendes bahkan menggandeng PPATK untuk memastikan setiap rupiah tidak bocor ke kantong pribadi.

“Kami tidak mau dana desa jadi bancakan. Ini uang rakyat, harus kembali ke rakyat,” tegas Mendes Yandri.

Pendekatan berbasis teknologi ini membuat pengawasan menjadi partisipatif bukan hanya vertikal dari pusat ke daerah, tapi juga horizontal dari masyarakat ke pemerintah desa.

Data sebagai Filsafat Pembangunan

Yandri tampaknya memahami satu hal yang sering dilupakan banyak pejabat Kementerian: pembangunan tanpa data hanya akan melahirkan kebijakan tanpa arah.

Itulah mengapa ia meluncurkan Indeks Desa 2025 berbasis sistem data real-time. Hingga Mei 2025, tercatat 28.894 desa sudah menginput data secara mandiri, capaian tertinggi sepanjang sejarah Kemendes.

Dari data itu, peta desa tertinggal, berkembang, dan mandiri bisa dibaca dengan akurasi tinggi. Hasil awal menunjukkan desa mandiri meningkat dari 4,1% (2024) menjadi 4,8% (2025). Kenaikan 0,7% memang terlihat kecil, tapi dalam skala nasional itu berarti ribuan desa naik kelas.

Dari Desa Tertinggal ke Desa Daulat Pangan 2030

Semua langkah itu mengerucut pada satu visi besar: Desa Daulat Pangan 2030.
Mendes Yandri ingin desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tapi subjek ekonomi lokal. Desa harus berdaulat atas tanah, air, dan sumber dayanya sendiri.

Baca Juga :  Menteri Desa Kunjungan ke Mojokerto dan Jombang, Fokus Progres Koperasi Desa Merah Putih dan Optimalkan Peran BPD

Bagi sebagian orang, pendekatan Mendes Yandri dianggap terlalu administratif. Tapi justru di situlah letak revolusinya.
Desa selama ini miskin bukan karena kurang uang, tapi karena uangnya tak pernah tercatat dengan benar.
Mendes Yandri membalik logika itu: benahi data, maka pembangunan akan mengikuti.

Menteri yang Tak Sibuk Pidato, Tapi Sibuk Mengecek Spreadsheet

Survei The Republic Institute (Februari 2025) menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Yandri mencapai 75,5 persen, dengan 77,9 persen menilai positif kinerjanya dalam pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Angka itu bukan hasil pencitraan, tapi konsekuensi dari kerja yang bisa diukur. Publik melihat bedanya antara menteri yang suka beretorika dan menteri yang sibuk memantau laporan keuangan desa.

Memang, masih ada pekerjaan rumah: kesenjangan antar-desa, minimnya literasi digital aparatur, dan koordinasi antarinstansi yang belum mulus. Namun, arah geraknya sudah jelas: desa sedang menata diri, bukan sekadar menerima bantuan.

 

  • Penulis: Alief

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less