Senin, 4 Agu 2025
light_mode
Home » News » Dorongan Amandemen UUD 1945 Menguat: Evaluasi Sistem Ketatanegaraan Dinilai Mendesak

Dorongan Amandemen UUD 1945 Menguat: Evaluasi Sistem Ketatanegaraan Dinilai Mendesak

Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 2 Agustus 2025 13:28 WIB

Jakarta, Moralita.com Seruan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia kembali menguat seiring dengan dinamika politik nasional yang berkembang pasca 27 tahun era reformasi. Wacana tersebut mencuat dalam pernyataan sejumlah tokoh nasional, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, yang menilai bahwa berbagai aspek dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 perlu ditinjau ulang agar sesuai dengan tantangan zaman.

Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat untuk memulai diskusi serius mengenai kemungkinan amandemen konstitusi. Ia menegaskan bahwa stagnasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dibiarkan terus berlanjut.

“Ini saat yang tepat untuk membuka ruang diskusi nasional terkait amandemen UUD 1945. Kita tidak bisa terus menunda upaya untuk menyempurnakan sistem ketatanegaraan kita,” ujar Doli di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.

Doli, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, menyoroti melemahnya pelaksanaan otonomi daerah akibat kecenderungan sentralisasi kekuasaan oleh pemerintah pusat. Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan semangat reformasi yang mengamanatkan desentralisasi dan penguatan pemerintah daerah.

“Banyak kepala daerah mengeluhkan bahwa kewenangan mereka perlahan namun pasti ditarik kembali ke pusat. Padahal secara normatif, otonomi daerah seharusnya diperkuat, bukan justru dilemahkan,” tegasnya.

Selain aspek politik dan tata kelola pemerintahan, Doli juga menekankan urgensi pembenahan sistem ekonomi nasional. Ia menilai bahwa kesenjangan sosial dan ketimpangan distribusi kekayaan masih menjadi persoalan mendasar yang belum teratasi secara efektif.

“Kita bicara tentang pendapatan negara yang mencapai triliunan rupiah, tetapi masih banyak rakyat hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Keadilan ekonomi tidak bisa dicapai hanya dengan kebijakan teknis. Diperlukan perubahan sistemik, dan jika perlu, reformasi konstitusi,” tambahnya.

Dukungan terhadap evaluasi UUD 1945 juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI (FOKO), Bambang Darmono. Ia menilai, setelah lebih dari dua dekade reformasi, Indonesia mengalami stagnasi dalam pencapaian kemajuan nasional. Menurutnya, hal ini menjadi indikator bahwa sistem ketatanegaraan saat ini tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan zaman.

“Ini bukan soal menolak reformasi, tetapi soal keberanian melihat kenyataan. Jika sistem ketatanegaraan terbukti tidak efektif mendorong kemajuan, maka kita wajib mengevaluasi, termasuk kemungkinan amandemen UUD 1945,” ujarnya.

Bambang menambahkan bahwa perubahan besar tidak akan terjadi jika para pemimpin hanya berfokus mempertahankan status quo. Ia menyerukan perlunya keberanian politik untuk mengambil langkah strategis demi masa depan bangsa yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Dr. Reni Suwarso, juga menyuarakan urgensi evaluasi konstitusi. Ia mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk membuka ruang dialog nasional guna meninjau efektivitas UUD 1945 pascareformasi.

Reni menyampaikan bahwa dirinya bersama sejumlah akademisi dari 60 perguruan tinggi terkemuka di Indonesia telah bekerja sama dengan FOKO untuk menyusun naskah akademik tentang pengkajian ulang UUD NRI 1945. Naskah tersebut memuat berbagai usulan dan perbaikan terhadap struktur serta praktik ketatanegaraan saat ini.

“Kami tidak ingin perubahan terjadi melalui tragedi seperti tahun 1998. Ini saatnya melakukan refleksi secara damai dan rasional. Sudah enam kali pemilu sejak reformasi, tapi apakah kita benar-benar semakin dekat dengan cita-cita yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945?” ungkap Reni.

Ia mempertanyakan pelaksanaan nilai-nilai dasar Pancasila dalam praktik bernegara, mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Selama 27 tahun reformasi, kami melihat bahwa kita justru semakin menjauh dari cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Karena itu, kami meminta MPR untuk segera mendengarkan aspirasi rakyat, khususnya dari kalangan akademisi dan para purnawirawan TNI. Sudah saatnya dilakukan review, pengkajian ulang, dan evaluasi pasal-pasal konstitusi yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan bangsa hari ini,” tegasnya.

Wacana amandemen konstitusi merupakan isu strategis yang membutuhkan kehati-hatian, keterbukaan, dan partisipasi luas dari seluruh elemen masyarakat. Proses ini bukan sekadar revisi hukum, melainkan bagian dari upaya kolektif untuk memastikan sistem ketatanegaraan mampu menjawab aspirasi dan tantangan bangsa secara berkelanjutan.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less