FKI-1 Ungkap Hasil Koordinasi Laporan dengan Penyidik KPK, Sepakat Temuan Anomali Anggaran Narsum Wasbang DPRD Kabupaten Mojokerto
Mojokerto, Moralita.com – Polemik kegiatan Narasumber Wawasan Kebangsaan (Narsum Wasbang) yang digelar di setiap kecamatan di Kabupaten Mojokerto dan melibatkan anggota DPRD sebagai narasumber berbayar puluhan juta setiap bulannya beserta beberapa indikasi proyek menyimpang telah dilaporkan oleh FKI-1 kepada KPK.
Baca Sebelumnya: Jerat Hukum Menanti Kegiatan Narsum Wasbang DPRD Kabupaten Mojokerto, Terkuak Politik Anggaran Akali Inpres 1/2025
Ketua DPD Ormas FKI-1, Wiwit Hariyono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi langsung dengan beberapa penyidik paksi madya KPK di Jakarta untuk melaporkan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan kegiatan di Kabupaten Mojokerto.
Menurut Wiwit, dari hasil komunikasi dan exercise data yang dilakukan bersama penyidik KPK, kegiatan berulang kali Narsum Wasbang berbayar yang masif melibatkan DPRD itu masuk dalam area rawan korupsi, terutama di sektor perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang/jasa (PBJ).
“Menurut penyidik KPK memang ada anomali pada pelaksanaan kegiatan Narsum Wasbang yang melibatkan anggota DPRD dengan honor puluhan juta tiap bulan dan digulirkan terus menerus sampai akhir tahun 2025 itu di luar kewajaran,” ungkap Wiwit kepada Moralita.com, Selasa (28/10/2025).
Selain itu, menurit Wiwit penyidik KPK menyoroti penggunaan sistem e-katalog di Kabupaten Mojokertojuga belum optimal dalam mendukung pelaku usaha lokal.
Wiwit menegaskan bahwa pelaporannya ke KPK kali ini bukan untuk mencari kesalahan individu, melainkan memperkuat sistem tata kelola keuangan Kabupaten Mojokerto agar tidak membuka ruang korupsi di kemudian hari. Namun, ia menilai bahwa pola pengalihan anggaran yang dilakukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mojokerto terjadi justru mengarah pada indikasi manipulasi sistemik.
“DPRD yang sebelumnya mendapat jatah kunker akhirnya kehilangan sebagian anggarannya karena Inpres 1/2025. Nah, anehnya di P-APBD justru muncul pos baru dalam bentuk honor Narsum Wasbang, jumlahnya masif, bahkan mencapai ratusan kali kegiatan dan dialihkan ke pos kecamatan. Padahal kecamatan bukan pengguna anggaran. Ini jelas bentuk rekayasa administratif TAPD yang berpotensi memancing KPK untuk turun tangan,” jelas Wiwit.
Menurutnya, mekanisme tersebut diduga kuat melanggar Permendagri 77 Tahun 2020, PP 12 Tahun 2019, serta Permendagri 86 Tahun 2017 tentang tata cara perencanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan daerah.
Sebab, perumusan kegiatan yang tidak sesuai dengan asas kepatutan prinsip perencanaan pembangunan daerah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sekaligus membuka potensi tindak pidana korupsi jika disertai niat memperkaya pihak tertentu.
Lebih jauh, Wiwit juga menyoroti lemahnya keberpihakan Pemkab Mojokerto terhadap pelaku usaha lokal. Ia mengungkap bahwa banyak proyek yanh sedang berjalan di Kabupaten Mojokerto justru dikerjakan oleh penyedia jasa dari luar daerah.
“Ironis sekali. E-katalog sebenarnya dirancang untuk memperkuat pengusaha lokal, tapi faktanya banyak proyek justru jatuh ke kontraktor dari luar Kabupaten Mojokerto. Ini menunjukkan adanya anomali kebijakan yang harus dikoreksi. Ke depan, penyedia lokal perlu difasilitasi agar tidak hanya menjadi ‘penonton’ di daerah sendiri,” ujarnya.
Dalam laporan koordinasinya dengan KPK, Wiwit juga menyampaikan sejumlah temuan yang menunjukkan pola penyimpangan berulang, seperti pemecahan paket proyek, penggunaan penyedia berulang dengan bendera berbeda, harga tidak wajar, hingga praktik penyedia multitalen yakni satu grup usaha yang menjual berbagai jenis barang dan jasa sekaligus dengan banyak nama CV berbeda.
“Contohnya pada proyek-proyek besar yang sedang dikerjakan seperti DAM Wonokerto, Jembatan Pungging, dan Jembatan Ngoro. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa semuanya dikerjakan oleh satu grup usaha yang sama, yakni orang-orang Cumi Darat Group, meskipun memakai bendera CV berbeda,” tegasnya.
Temuan tersebut, menurut Wiwit, menjadi sinyal kuat lemahnya sistem kontrol pengadaan barang dan jasa di Pemkab Mojokerto. Ia menambahkan, meskipun proyek-proyek itu bermanfaat bagi masyarakat, KPK tetap meminta Inspektorat Daerah untuk waspada terhadap potensi kemahalan harga serta memastikan pelaksanaan probity audit dilakukan secara menyeluruh.
Dalam hasil evaluasi koordinasi, KPK juga memberikan sejumlah rekomendasi perbaikan strategis. Di antaranya:
1. Optimalisasi sistem e-katalog daerah melalui mini competition dan analisis harga pasar yang realistis.
2. Pelaksanaan proyek strategis harus sesuai timeline dan disertai laporan berkala yang terukur.
3. Probity audit wajib diterapkan di seluruh proyek besar untuk memastikan tidak ada manipulasi harga maupun konflik kepentingan.
4. Inspektorat Daerah diminta aktif melakukan audit berkala dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
“KPK menekankan pentingnya proses verifikasi dan validasi dokumen di setiap tahapan, baik perencanaan maupun pelaksanaan. Harapannya, Pemkab Mojokerto segera melakukan pembenahan sistem agar tidak muncul temuan penyimpangan di kemudian hari,” pungkas Wiwit.









