Insentif Rp100 Ribu per 10 Hari untuk Guru Penanggung Jawab Program MBG di Sekolah
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 30 September 2025 10:03 WIB; ?>

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang.
Jakarta, Moralita.com – Pemerintah akhirnya memberi bentuk pengakuan nyata kepada para guru yang selama ini ikut jungkir balik mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Melalui Surat Edaran (SE) Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 5 Tahun 2025, pemerintah menetapkan bahwa guru yang ditunjuk sebagai penanggung jawab MBG di sekolah akan menerima insentif sebesar Rp100 ribu setiap 10 hari sekali.
Informasi ini disampaikan langsung oleh Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (30/9). Menurutnya, mekanisme pencairan insentif wajib mengikuti ketentuan administrasi yang berlaku, dengan pengawasan langsung dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sekolah-sekolah penerima manfaat.
“Mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana wajib mengikuti ketentuan yang berlaku. Kepada seluruh SPPG agar melaksanakan dan mengawasi pemberian insentif kepada setiap guru yang telah ditunjuk,” tegas Nanik.
Dana insentif ini bersumber dari biaya operasional SPPG. Nanik menegaskan, pemberian insentif tidak boleh dipandang semata sebagai tambahan uang lelah, tetapi sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi guru dalam mendukung keberhasilan program.
“Pemberian insentif ini bukan sekadar kompensasi finansial, melainkan bentuk pengakuan atas dedikasi dan kontribusi guru dalam mendukung keberhasilan program,” ujarnya.
Menurut Nanik, guru memiliki peran vital bukan hanya sebagai tenaga pengajar, tetapi juga sebagai pendamping utama siswa dalam menanamkan kesadaran gizi, pola makan sehat, dan perilaku hidup bersih.
Dengan kata lain, guru tidak lagi hanya mengajar di kelas, tetapi juga mengawal nasi bungkus, memastikan telur matang sempurna, dan memperhatikan apakah sayur sop sampai ke mulut anak didik dalam kondisi aman dikonsumsi.
SE BGN itu juga mengatur secara detail soal teknis penunjukan guru penanggung jawab MBG. Setiap sekolah penerima manfaat wajib menunjuk 1 hingga 3 guru sebagai penanggung jawab distribusi makanan, dengan penetapan oleh kepala sekolah. Menariknya, ada prioritas bagi guru bantu dan honorer untuk mengisi posisi ini.
Selain itu, sistem rotasi harian juga dianjurkan agar pelaksanaan lebih merata. Dengan begitu, tidak ada satu guru pun yang menjadi “korban tetap” pengawasan nasi kotak, sementara yang lain hanya cuci tangan. Harapannya, tanggung jawab ini menjadi pengalaman kolektif dan tidak membebani satu pihak saja.
Sekilas, kebijakan ini memang patut diapresiasi. Guru yang selama ini menjadi garda depan pelaksanaan MBG akhirnya mendapat atensi. Namun, angka Rp100 ribu per 10 hari atau sekitar Rp300 ribu per bulan tentu menimbulkan tanya.
Apakah jumlah itu cukup sepadan dengan beban kerja tambahan yang menuntut guru bukan hanya mengajar, tetapi juga mengawasi distribusi makanan hingga memastikan kualitas gizi terpenuhi?
Dalam kacamata akademis, hal ini bisa disebut sebagai ‘apresiasi minimalis’ ada pengakuan, tapi nominalnya masih jauh dari memadai bila dibandingkan dengan tanggung jawab yang diemban. Apalagi, dalam kasus-kasus sebelumnya, program MBG justru menuai kritik akibat maraknya keracunan massal di sejumlah daerah. Guru pun berpotensi terseret dalam pusaran masalah jika terjadi hal serupa.
Meski begitu, BGN optimistis kebijakan insentif ini akan meningkatkan motivasi guru. Dengan adanya dorongan moral dan material, guru diharapkan lebih proaktif memastikan program MBG berjalan sesuai standar, mulai dari distribusi, kebersihan, hingga edukasi gizi.
“Melalui kebijakan tersebut, BGN berharap motivasi guru semakin meningkat, sehingga peran mereka dalam memastikan kelancaran distribusi MBG serta peningkatan status gizi anak bangsa dapat berjalan optimal,” tandas Nanik.
Pada akhirnya, pertanyaan kuncinya bukan hanya soal nominal insentif, tetapi juga soal bagaimana pemerintah menjamin kualitas distribusi MBG agar tidak lagi mencatatkan kasus keracunan massal. Guru, betapapun perannya vital, bukanlah pihak yang bertanggung jawab penuh atas standar gizi dan keamanan pangan. Mereka hanya salah satu garda depan di sekolah.
Maka, jika insentif ini memang diniatkan sebagai bentuk penghargaan, sebaiknya ia juga diiringi dengan sistem kontrol mutu pangan yang ketat, transparansi anggaran, serta perlindungan hukum bagi guru yang terlibat. Karena tanpa itu semua, kebijakan ini bisa berakhir sekadar ‘lip service’ dengan label insentif Rp100 ribu.
Artikel terkait:
- Kepala BGN Cek Temuan Lauk Berbelatung dalam Program Makan Bergizi Gratis di Muntilan
- KPK Ungkap Potensi Gratifikasi saat Wali Murid berikan Hadiah ke Guru
- DPRD DKI Jakarta Minta Sekolah Negeri Tidak Wajibkan Pembelian Seragam di Koperasi
- Catatan Pengelolaan MBG di Mojokerto, Program Bergizi Gratis jadi Bisnis Bergizi Politisi?
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar