Kejaksaan Agung Limpahkan 9 Tersangka dan Barang Bukti Kasus Korupsi Impor Gula ke JPU
Oleh Redaksi Moralita — Rabu, 21 Mei 2025 08:37 WIB; ?>

Ilustrasi 9 Tersangka Kasus Impor Gula
Jakarta, Moralita.com – Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung secara resmi telah melakukan pelimpahan tahap II terhadap sembilan tersangka dan sejumlah barang bukti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015–2016. Pelimpahan dilakukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin, 19 Mei 2025.
“Setelah pelaksanaan Tahap II ini, tim jaksa penuntut umum akan segera menyusun dan mempersiapkan surat dakwaan guna melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam pernyataan yang dikutip dari Antara, Selasa (21/5).
Adapun kesembilan tersangka merupakan pihak dari sektor swasta, antara lain:
-
TWN, Direktur Utama PT Angels Products (AP)
-
WN, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF)
-
HS, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ)
-
IS, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI)
-
TSEP, Direktur PT Makassar Tene (MT)
-
HAT, Direktur PT Duta Sugar International (DSI)
-
ASB, Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM)
-
HFH, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM)
-
ES, Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU)
Dalam pelimpahan tersebut, turut diserahkan berbagai barang bukti kepada JPU, antara lain tujuh unit kendaraan, yaitu Honda CR-V, Toyota Corolla Altis, Hyundai Ioniq 5, Toyota MAGHIOR-BPXHBO, Mercedes-Benz C300, Chery Omoda, dan Mercedes-Benz S450. Selain itu, juga disita sejumlah barang bukti elektronik.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta (20/1), Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penyidikan dan analisis terhadap alat bukti, penyidik telah memperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan orang sebagai tersangka.
Menurut Abdul, latar belakang perkara ini bermula dari rapat koordinasi bidang perekonomian pada tahun 2015 yang membahas potensi defisit gula kristal putih (GKP) pada Januari hingga April 2016, dengan estimasi kekurangan mencapai 200.000 ton. Namun, dalam rapat tersebut tidak terdapat keputusan resmi untuk melakukan impor GKP.
Di tengah kondisi tersebut, selama November hingga Desember 2015, tersangka Charles Sitorus (CS) yang saat itu menjabat Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), diduga memerintahkan manajer senior PT PPI untuk menggelar empat kali pertemuan dengan delapan perusahaan swasta, yang kemudian ditunjuk sebagai mitra pengolahan gula kristal mentah (GKM) menjadi GKP.
“Padahal, penunjukan ini dilakukan sebelum adanya surat penugasan resmi. Delapan perusahaan itu sudah lebih dahulu diberitahu bahwa mereka akan ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan dan pengolahan GKM,” jelas Abdul.
Pada Januari 2016, Menteri Perdagangan saat itu, Thomas Trikasih Lembong (TTL), menerbitkan surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP bekerja sama dengan produsen gula dalam negeri, dengan volume mencapai 300.000 ton. Surat ini dikeluarkan setelah pertemuan dengan delapan perusahaan swasta tersebut.
Kemudian, PT PPI menjalin perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan untuk melakukan pengolahan GKM menjadi GKP. Kementerian Perdagangan juga menerbitkan izin impor gula kepada perusahaan-perusahaan tersebut, meskipun regulasi menyatakan bahwa hanya gula kristal putih (GKP) yang dapat diimpor secara langsung dan hanya BUMN yang berwenang melakukannya.
“Lebih ironis lagi, delapan perusahaan tersebut hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi, bukan sebagai importir gula konsumsi,” tambahnya.
Pada 7 Juni 2016, tersangka TTL kembali menerbitkan izin impor GKM kepada PT Kebun Tebu Mas (KTM) dengan volume sebesar 110.000 ton.
Dalam praktiknya, gula hasil pengolahan tersebut dijual ke pasar oleh perusahaan swasta melalui distributor afiliasi dengan harga mencapai Rp16.000 per kilogram, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu sebesar Rp13.000/kg. Sementara itu, PT PPI menerima fee sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut.
“Akibat kebijakan dan penerbitan izin impor GKM oleh Menteri Perdagangan kala itu, tujuan dari stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional melalui mekanisme operasi pasar tidak tercapai. Justru, pengadaan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk memperoleh keuntungan pribadi, yang bertentangan dengan semangat pelayanan publik dan pengendalian harga,” tegas Qohar.
Proses hukum terhadap kasus ini menjadi perhatian publik karena dinilai menyangkut tata kelola impor pangan strategis yang rentan terhadap penyimpangan. Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini hingga ke meja hijau secara transparan dan akuntabel.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar