Kemendagri Teliti Putusan MK Terkait Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah
Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 28 Juni 2025 08:37 WIB; ?>

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar.
Jakarta, Moralita.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan tengah melakukan kajian mendalam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilu daerah. Putusan tersebut menetapkan adanya jeda waktu antara kedua pemilu paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar, mengungkapkan bahwa Kemendagri akan menggandeng para pakar dan akademisi guna memperoleh perspektif yang komprehensif terhadap dampak putusan ini, baik dari sisi regulasi, tata kelola pemerintahan, hingga pembiayaan penyelenggaraan pemilu.
“Kami di Kemendagri saat ini sedang mendalami secara menyeluruh substansi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut,” ujar Bahtiar dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (28/6).
Kemendagri, lanjut Bahtiar, akan mengidentifikasi implikasi putusan tersebut terhadap kerangka regulasi yang sudah ada, termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, serta Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah juga akan melakukan pembahasan internal bersama kementerian dan lembaga terkait serta menjalin komunikasi intensif dengan penyelenggara pemilu dan DPR RI sebagai pembentuk undang-undang.
“Perubahan jadwal pemilu ini tentu akan berpengaruh pada banyak aspek, terutama terkait landasan hukum yang mengatur teknis pelaksanaan. Oleh karena itu, koordinasi lintas lembaga dan komunikasi politik menjadi hal yang krusial,” tegas Bahtiar.
Ia menambahkan bahwa Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga mampu menjawab tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan sebagaimana diamanatkan dalam putusan MK.
“Efisiensi, termasuk dalam aspek pembiayaan, akan menjadi salah satu prinsip utama dalam penyusunan skema baru penyelenggaraan pemilu ini,” pungkasnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), melalui Ketua Pengurus Yayasan Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.
Dalam amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (27/6/2025), MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali jika dimaknai bahwa:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden dan wakil presiden, dan setelah itu, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan DPD atau pelantikan presiden dan wakil presiden, dilaksanakan pemungutan suara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya, pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”
Putusan ini bertujuan untuk memperkuat efektivitas tata kelola pemilu serta mengurangi beban administratif dan logistik yang kompleks dari penyelenggaraan pemilu secara serentak dalam satu waktu.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar