Komisi III DPR RI Kritik MK, 500 Wakil Rakyat Kok Kalah dengan 9 Hakim
Oleh Redaksi — Rabu, 9 Juli 2025 13:54 WIB; ?>

Situasi RDP Komisi III dengan MK, MA dan KY.
Jakarta, Moralita.com – Suasana ruang rapat Komisi III DPR RI memanas saat para legislator menyampaikan kritik tajam terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya terkait putusan-putusan yang dinilai inkonsisten dan memicu polemik di tengah masyarakat.
Dalam rapat kerja yang digelar pada Rabu (9/7) di Gedung DPR RI, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan hadir mewakili lembaga yudikatif tersebut. Para anggota dewan secara terbuka menyuarakan keprihatinan mereka terhadap sikap MK yang dinilai sering berubah-ubah dalam mengambil putusan, khususnya terkait desain pemilu nasional dan lokal.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, menyoroti ketidakselarasan antara putusan MK dan norma hukum yang berlaku. Ia menyebut MK kerap kali melampaui kewenangan normatif dan memperumit implementasi undang-undang yang telah dirumuskan oleh DPR.
“Menurut saya, perlu ada evaluasi mendalam. MK jangan sampai keluar dari koridor norma yang telah ditetapkan oleh konstitusi,” tegas Hasbiallah.
Ia juga menyinggung panjangnya proses legislasi di parlemen, yang kerap kali tidak sebanding dengan keputusan MK yang bisa mengubah substansi undang-undang secara signifikan hanya dengan keputusan sembilan hakim.
“Bayangkan, 500 anggota DPR menyusun UU KUHAP bertahun-tahun, belum rampung. Tapi sembilan hakim bisa mengubah substansi UU begitu saja,” kritiknya.
Senada, anggota Fraksi NasDem Rudianto Lallo juga menuntut MK agar tidak lagi mengeluarkan putusan yang berpotensi memecah opini publik. Ia mengingatkan bahwa MK memiliki fungsi fundamental sebagai penjaga konstitusi yang seharusnya menjaga stabilitas hukum dan politik.
“Harapan kami, MK benar-benar menjadi pilar konstitusi. Jangan ada lagi putusan yang memantik polemik di masyarakat,” ujar Rudianto.
Ia juga menyoroti kemungkinan terjadinya kebuntuan konstitusional (deadlock) jika putusan MK justru bertentangan dengan semangat legislasi yang sedang berjalan di DPR.
“Kalau satu pasal dinyatakan bertentangan, tapi kemudian amar putusannya bertentangan juga secara interpretatif, ini bahaya. Ini bisa jadi krisis sistemik,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Andi Muzakir menekankan pentingnya konsistensi dalam putusan MK. Ia menganggap bahwa perubahan putusan dari periode ke periode justru merusak kredibilitas institusi peradilan konstitusional tersebut.
“Keputusan MK harus konsisten. Hari ini bilang pemilu serentak, besok dipisah lagi. Lalu negara ini mau dibawa ke mana?” tanyanya retoris.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi baru-baru ini mengabulkan permohonan uji materi yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah, dengan jeda paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan dari waktu pelantikan pejabat hasil pemilu nasional.
Putusan tersebut menuai pro dan kontra, terutama karena dinilai berdampak pada sistem ketatanegaraan, masa jabatan kepala daerah, serta tahapan pemilu yang lebih kompleks dan berisiko tinggi bagi konsistensi demokrasi elektoral Indonesia.
Artikel terkait:
- MK Sebut Presidential Threshold Berpotensi Mengarah ke Calon Tunggal dan Mengancam Kebhinekaan
- Terungkap Komisaris dan Direktur BPR Majatama Mojokerto Terima Kucuran Kredit Internal 3,3M
- Mahkamah Konstitusi Registrasi 309 Sengketa Pilkada 2024, Sidang Perdana Dimulai 8 Januari
- Mensesneg: Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti bagi Hasto untuk Meredam Instabilitas Politik
- Author: Redaksi
At the moment there is no comment