Rabu, 15 Okt 2025
light_mode
Home » News » Mahasiswa Unsri Palembang Paksa Maba Cium Teman, 15 Orang Diperiksa, Himateta Dibekukan Setahun

Mahasiswa Unsri Palembang Paksa Maba Cium Teman, 15 Orang Diperiksa, Himateta Dibekukan Setahun

Oleh Redaksi — Rabu, 24 September 2025 02:03 WIB

Palembang, Moralita.com – Dunia kampus yang seharusnya menjadi ruang intelektual, sayangnya kembali tercoreng oleh drama klasik bernama “senioritas.” Kali ini datang dari Universitas Sriwijaya (Unsri), tepatnya di lingkup Fakultas Pertanian.

Sebanyak 15 mahasiswa senior dari Program Studi Teknologi Pertanian terpaksa dipanggil fakultas karena diduga menjadi aktor intelektual di balik insiden tak pantas: menyuruh mahasiswa baru (maba) mencium temannya dalam sebuah kegiatan.

Sekretaris Unsri, Prof. Aidil Fitri, menegaskan bahwa kampus tidak main-main menghadapi kasus ini. Ia menyebut sudah ada proses klarifikasi serius dengan memanggil Himateta (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian), ketua angkatan, hingga ketua pelaksana kegiatan.

“Saat ini kami sudah memeriksa 15 orang kakak tingkat. Ke-15 orang inilah yang menyebabkan kejadian ini terjadi. Kita akan berkoordinasi dengan Satgas untuk mengambil keputusan yang bijak terkait kejadian ini,” ujar Aidil, Selasa (23/9).

Aidil menegaskan, jika nantinya ditemukan adanya pelanggaran berat, maka pihak universitas tidak segan-segan menjatuhkan sanksi akademik.

“Jika nantinya ditemukan hal-hal yang melanggar, mungkin ada status pelanggaran berat, maka universitas tidak segan-segan menjatuhkan sanksi akademik kepada pelaku,” sambungnya dengan nada tegas.

Baca Juga :  Aparat Kepolisian dan TNI Diduga Lakukan Represi di Kampus, Korban Jiwa Jatuh di Sejumlah Daerah

Sebagai langkah awal, Unsri sudah membekukan organisasi Himateta selama satu tahun penuh. Keputusan ini dianggap perlu, sebab ditemukan adanya pelanggaran cukup serius yang menyalahi semangat pendidikan dan kebersamaan.

Dengan pembekuan ini, Himateta kehilangan hak untuk menyelenggarakan kegiatan formal kampus, sekaligus menjadi sinyal bahwa Unsri mulai menarik garis merah terhadap budaya senioritas yang kelewat batas.

Kasus ini memantik pertanyaan lebih luas: kenapa tradisi senioritas atau lebih tepatnya “abuse of power berbaju tradisi” masih terus hidup di kampus-kampus kita? Seolah-olah maba datang bukan untuk belajar, melainkan jadi “obyek eksperimen” ego kakak tingkat.

Adegan “cium sana, cium sini” jelas tidak ada hubungannya dengan silabus Teknologi Pertanian. Bahkan, jangankan pertanian, ilmu sosial pun tidak pernah mengajarkan bahwa penghinaan publik bisa jadi metode pembelajaran.

Tak heran, publik menilai insiden ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan indikasi adanya budaya kekuasaan yang diturunkan lintas generasi di dalam organisasi mahasiswa. Senioritas di kampus, yang semestinya jadi ruang mentoring, kerap melenceng jadi arena “uji nyali” yang lebih dekat ke toxic relationship ketimbang pendidikan karakter.

Baca Juga :  Demo Mahasiswa “Indonesia Gelap” di DPRD Jatim Berakhir Ricuh

Menyadari bahwa kasus ini bukan insiden tunggal, Unsri bergerak memperketat prosedur perizinan kegiatan mahasiswa. Pihak kampus menyiapkan format pendampingan lebih ketat, sekaligus memberi edukasi organisasi agar setiap kegiatan benar-benar berlandaskan nilai edukasi, kesetaraan, dan tanggung jawab.

Langkah ini sejatinya adalah bentuk redefinisi budaya organisasi kampus. Sebab, jika tidak diputus sekarang, lingkaran setan senioritas bisa terus berulang. Mahasiswa baru yang dipaksa hari ini, bisa saja jadi senior yang memaksa di tahun berikutnya mewariskan siklus yang sama dengan dalih “tradisi.”

Dari perspektif akademik, kasus ini dapat dibaca sebagai pelanggaran etika akademik sekaligus pelanggaran terhadap prinsip hak asasi manusia di ruang pendidikan. Mahasiswa memiliki hak atas rasa aman, perlindungan martabat, dan kebebasan dari perlakuan merendahkan.

Dalam konteks hukum, praktik semacam ini bisa saja digolongkan sebagai tindak pelecehan verbal dan fisik, tergantung bagaimana otoritas kampus dan aparat hukum menilainya.

Baca Juga :  Demo Mahasiswa “Indonesia Gelap” di DPRD Jatim Berakhir Ricuh

Namun, Unsri tampaknya ingin menyelesaikan masalah ini lewat jalur internal terlebih dahulu, sambil menguatkan regulasi internal kampus. Sanksi akademik, pembekuan organisasi, hingga pengetatan izin kegiatan adalah instrumen disipliner yang secara formal sah menurut Peraturan Rektor tentang Tata Tertib Mahasiswa.

Kasus ini pada akhirnya menampar wajah pendidikan tinggi kita: ternyata masih ada kelompok mahasiswa yang lebih sibuk bermain peran sebagai “sutradara reality show” ketimbang menjadi agen perubahan. Padahal, kampus diharapkan mencetak intelektual yang kritis, bukan kreator acara “uji nyali” ala sinetron murahan.

Maba datang ke Unsri untuk belajar teknologi pangan, bukan teknologi mempermalukan orang. Kalau kampus tak segera menuntaskan kultur semacam ini, jangan salahkan publik jika kepercayaan terhadap dunia akademik makin tergerus.

  • Author: Redaksi

Tulis Komentar Anda (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less