Senin, 13 Okt 2025
light_mode
Beranda » News » Mengurai Konflik Efek ‘Titipan’ Proyek Kepala OPD, Jelang Mutasi Jabatan Perdana Pemkab Mojokerto

Mengurai Konflik Efek ‘Titipan’ Proyek Kepala OPD, Jelang Mutasi Jabatan Perdana Pemkab Mojokerto

Oleh Alief — Sabtu, 9 Agustus 2025 11:37 WIB

Mojokerto, Moralita.com – Puluhan paket proyek fisik dan pengadaan barang/jasa di Pemkab Mojokerto yang nilainya mencapai miliaran rupiah kini berada di ambang persimpangan krusial.

Rotasi pejabat eselon II setingkat Kepala OPD yang akan dilakukan pemerintah daerah di tengah tahun anggaran berpotensi mengganggu jalannya kontrak, menunda pencairan termin pembayaran, dan membuka celah konflik kepentingan yang sulit dibendung.

Data yang dihimpun menyebut, sejumlah proyek strategis sudah memasuki tahap pengerjaan dengan progres fisik dan keuangan yang saling terkait. Namun, perubahan pucuk pimpinan OPD berisiko memutus rantai kendali administratif di saat pekerjaan sedang dikebut.

Ketua Ormas FKI-1 Mojokerto, Wiwit Hariyono, menegaskan bahwa kondisi ini rawan menimbulkan guncangan serius bagi kesinambungan proyek dan kredibilitas tata kelola pemerintahan daerah.

“Pergantian Kepala OPD di tengah jalan ibarat mengganti nakhoda saat kapal melaju di ombak besar. Ada jeda adaptasi, dokumen yang harus diulang prosesnya, dan celah bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan transisi untuk kepentingan pribadi,” urainya kepada Moralita.com, Sabtu (9/8)

Pencairan Termin Berpotensi Mandek

Investigasi lapangan menemukan bahwa pencairan termin tahap kedua dan ketiga di beberapa OPD kini terancam bergeser dari jadwal. Alasannya, pejabat baru membutuhkan waktu mempelajari detail kontrak sebelum menandatangani persetujuan pembayaran.

Baca Juga :  Ketua Tim Pemenangan Khofifah-Emil Kabupaten Mojokerto, Suwandy Firdaus Apresiasi Putusan Dismissal MK

Kontraktor yang mengandalkan termin untuk menjaga arus kas terancam menghentikan pekerjaan sementara. Efek domino dari keterlambatan ini adalah mundurnya target penyelesaian proyek dan membengkaknya biaya operasional di lapangan.

“Konsekuensinya bukan hanya keterlambatan, tapi juga potensi klaim ganti rugi dari pihak penyedia. Ini semua bisa dihindari kalau proses transisi dijalankan dengan cerdas dan terencana,” kata Wiwit.

Jejak ‘Titipan’ Rekanan Lama

Lebih mengkhawatirkan lagi, Wiwit berdasar investigasinya menyebut adanya indikasi titipan perusahaan rekanan pada Kepala OPD yang tetap berupaya mengamankan keuntungan pasca rotasi jabatan.

Mekanismenya halusnya lewat perubahan lingkup pekerjaan, penambahan volume (change order), hingga penunjukan subkontrak pada perusahaan tertentu.

“Jangan lupa, pengadaan langsung (PL) bernilai kecil hingga menengah itu rawan dimanfaatkan untuk mengalirkan pekerjaan ke pihak-pihak tertentu tanpa tender. Jika tidak diaudit, ini bisa menjadi jalur sunyi yang luput dari pengawasan publik,” jelas Wiwit.

Mutu Pengawasan Terancam Turun

Rotasi di tengah proyek berjalan juga berpotensi menurunkan kualitas pengawasan. Kepala OPD baru yang belum memahami riwayat teknis proyek bisa kehilangan kontrol terhadap pelaksanaan di lapangan. Akibatnya, laporan progres menjadi tidak sinkron dengan kondisi riil.

Baca Juga :  Kyai Asep Bicara Soal Patologi Birokrasi, Pendidikan, dan Peran Baznas di Kabupaten Mojokerto

“Risiko ini tidak main-main. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di berbagai daerah menunjukkan, perbedaan antara progres fisik dan realisasi keuangan kerap menjadi pintu masuk dugaan korupsi,” lontarnya.

Rekomendasi Tegas FKI-1 pada Pemkab Mojokerto

Untuk mencegah kerugian negara dan menjaga kepercayaan publik, FKI-1 mendesak Pemkab Mojokerto mengambil langkah cepat dan tegas:

1. Tetapkan SOP serah-terima jabatan Kepala OPD yang wajib memuat daftar kontrak, progres fisik, jadwal termin, dan status pencairan agar tak jadi masalah dikemudian hari.

2. Tunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sementara yang netral pada tiap OPD untuk memastikan pencairan tidak terhenti.

3. Perintahkan audit cut-off parsial oleh Inspektorat pada proyek bernilai besar dan berisiko tinggi, agar saat Kepala OPD baru jelas sampai dimana mulainya.

4. Publikasikan data kontrak aktif ke situs resmi agar masyarakat bisa ikut mengawasi secara aktif.

 

“Transparansi itu kunci, tak transparan berarti sembunyikan bangkai. Rotasi pejabat memang wajar, tetapi tanggung jawab menjaga stabilitas proyek dan anggaran adalah kewajiban yang tidak boleh dikompromikan pada rotasi pejabat perdana di Pemkab,” tegas Wiwit.

Baca Juga :  Staf Khusus Mendes PDT Gus Afif : PKD Kabupaten Mojokerto Jadi Garda Depan Kawal Program Desa

Taruhan Besar di Tahun Anggaran

Situasi ini menjadi ujian bagi Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Apakah transisi kepemimpinan Kepala OPD akan dapat dikelola secara profesional, atau justru menjadi gejolak transaksional proyek fisik yang merugikan publik?

Bagi Wiwit, jawabannya akan terlihat dalam tiga bulan ke depan, saat masyarakat menilai apakah proyek tetap berjalan tepat waktu, tepat mutu, dan bebas dari konflik kepentingan.

“Perlu digarisbawahi bahwa penentuan pemenang tender proyek tahun ini masih terindikasi kental pada lingkaran praktik ‘Ijon’ fee proyek tahun kemarin, silahkan bermain-main dan kami sedang menjahit rompi oranye,” tandasnya.

  • Penulis: Alief

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less