Nasional, Moralita.com – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI mengagendakan pemanggilan terhadap anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, terkait dugaan pelanggaran kode etik. Dugaan tersebut muncul setelah pernyataannya di media sosial dianggap memprovokasi publik untuk menolak kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Ketua MKD DPR, Nazarudin Dek Gam, mengonfirmasi bahwa sidang MKD yang sedianya dijadwalkan pada Senin (30/12) batal dilaksanakan. Sidang tersebut akan dijadwalkan ulang setelah masa reses DPR RI berakhir pada 20 Januari 2025.
“Iya, sidang MKD batal,” ujar Nazarudin.
Nazarudin menjelaskan bahwa sidang baru dapat digelar setelah berakhirnya Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025, yang saat ini tengah memasuki masa reses sejak 6 Desember 2024.
“Sidang akan digelar setelah masa reses,” tegasnya.
Berdasarkan surat pengaduan tertanggal 20 Desember 2024, Rieke Diah Pitaloka dilaporkan oleh Alfadjri Aditia Prayoga. Laporan tersebut mengacu pada dugaan pelanggaran kode etik atas konten di media sosial yang dinilai mengajak publik menolak kebijakan PPN 12 persen.
“Pengaduan diajukan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik atas pernyataan di media sosial terkait ajakan atau provokasi untuk menolak kebijakan PPN 12 persen,” demikian bunyi surat panggilan sidang yang ditandatangani Nazarudin Dek Gam pada 27 Desember 2024.
MKD DPR telah melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut dan memutuskan memanggil Rieke untuk memberikan keterangan. Sidang dijadwalkan berlangsung di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, pukul 11.00 WIB. Pemanggilan tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan.
Sebelumnya, Rieke Diah Pitaloka menyampaikan interupsi pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (5/12/2024), di Kompleks Parlemen, Jakarta. Dalam interupsi tersebut, ia meminta agar rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 dibatalkan.
“Saya merekomendasikan di rapat paripurna ini untuk mendukung Presiden RI Prabowo dalam menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen, sesuai amanat Pasal 7 ayat (3) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021,” ujarnya.
Rieke juga mengusulkan penerapan self-assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan. Ia mengingatkan bahwa Pasal 7 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan memberikan fleksibilitas pengubahan tarif PPN, yang dapat berkisar dari 5 persen hingga maksimal 15 persen.
Menurutnya, keputusan menaikkan PPN harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi, moneter, serta kebutuhan pokok masyarakat. Ia juga menyoroti isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan deflasi yang terjadi selama lima bulan terakhir sebagai faktor yang memperburuk kondisi ekonomi masyarakat.
Video interupsi Rieke diunggah melalui akun Instagram pribadinya, @riekediahp, dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN12%. Namun, MKD tidak memberikan rincian konten spesifik yang menjadi dasar laporan pengaduan terhadapnya.
Pemanggilan ini diharapkan dapat mengklarifikasi tuduhan yang dilayangkan terhadap Rieke dan menjadi bagian dari proses pengawasan kode etik DPR RI.
Discussion about this post