Ratusan Warga Desa Boro Sidoarjo Demo Desak Kepala Desa Mundur, Dugaan Ketidaktransparanan Pengelolaan Keuangan Pemdes
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 16 September 2025 14:26 WIB; ?>

Warga demo di depan Kantor Desa Boro - Sidoarjo desak Kades mundur
Sidoarjo, Moralita.com – Ratusan warga Desa Boro, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, menggelar aksi unjuk rasa di halaman Balai Desa Boro pada Senin (16/9).
Gelombang protes masyarakat ini ditujukan langsung kepada Kepala Desa Boro, Shoicunuruddin, yang diminta segera mengundurkan diri dari jabatannya. Tuntutan warga didasarkan pada dugaan kuat adanya ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan desa.
Aksi demonstrasi yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB tersebut berlangsung dalam suasana panas dan penuh ketegangan. Massa aksi membawa sejumlah spanduk berisi kecaman sekaligus tuntutan agar pemerintah desa memberikan kejelasan penggunaan anggaran. Seruan yel-yel “transparansi anggaran” menggema berulang kali di sekitar lokasi aksi.
Setelah melakukan orasi secara bergantian, perwakilan massa akhirnya diterima oleh jajaran Pemerintah Desa Boro dengan pendampingan langsung dari Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimka) Tanggulangin.
Koordinator aksi, Hariadi, dalam pernyataannya mengungkapkan bahwa terdapat banyak dugaan penyimpangan dalam tata kelola keuangan desa yang dilakukan oleh kepala desa.
Menurutnya, sejak tahun 2021 hingga 2023, masyarakat tidak pernah menerima laporan pertanggungjawaban terkait penggunaan dana bantuan keuangan (BK) desa.
“Dari 2021 sampai 2023 belum pernah ada laporan pertanggungjawaban dana bantuan keuangan (BK). Ini yang menjadi dasar keresahan warga,” ungkap Hariadi.
Lebih lanjut, Hariadi menyoroti persoalan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dinilai tidak transparan. Ia bahkan menuding adanya dugaan penyelewengan anggaran ketahanan pangan tahun 2025 senilai Rp200 juta.
“Penggunaannya tidak jelas, sehingga wajar bila masyarakat mempertanyakan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, massa aksi juga menyoroti dugaan penyimpangan pada alokasi dana kesehatan desa yang semestinya diperuntukkan bagi kegiatan posyandu balita, remaja, hingga lansia, beserta pengadaan sarana pendukungnya.
“Termasuk juga dana HUT RI tahun 2025 sebesar Rp50 juta yang realisasinya tidak sesuai dengan peruntukannya,” tegas Hariadi di hadapan aparat kecamatan dan pemerintah desa.
Menanggapi aksi tersebut, Camat Tanggulangin, Sabino Mariano, yang turut hadir dalam forum dialog, menegaskan bahwa seluruh aspirasi warga telah disampaikan secara langsung kepada kepala desa.
Ia menjelaskan, meskipun kepala desa telah memberikan klarifikasi lisan, mekanisme terkait tuntutan pengunduran diri tidak dapat serta-merta dilakukan karena harus mengikuti prosedur dan tahapan hukum yang berlaku.
“Warga menuntut adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan desa, dan kepala desa sudah memberikan klarifikasi lisan. Namun terkait tuntutan mundur, tentu ada tahapan dan mekanismenya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” jelas Sabino.
Sementara itu, Kepala Desa Boro, Shoicunuruddin, di hadapan perwakilan massa aksi menegaskan bahwa tidak ada penyelewengan dalam penggunaan anggaran desa. Ia menyatakan telah memberikan penjelasan lisan dalam forum tersebut dan berkomitmen akan menyampaikan klarifikasi tertulis dalam waktu dua hari ke depan.
“Hari ini sebatas penjelasan lisan. Dua hari mendatang kami akan memberikan jawaban tertulis secara resmi,” ujarnya.
Shoicunuruddin dengan tegas menolak seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia bahkan menegaskan kesiapannya untuk mundur dari jabatan apabila terbukti melakukan kesalahan dalam pengelolaan keuangan desa.
“Tidak ada penyelewengan. Kalau memang saya salah, saya siap mundur. Tetapi kalau saya benar, maka saya siap menghadapi dan mempertahankan kebenaran itu,” tegasnya di hadapan warga.
Analisis Hukum dan Mekanisme Pemberhentian Kepala Desa
Secara hukum, pemberhentian kepala desa tidak dapat dilakukan secara sepihak hanya berdasarkan tuntutan massa aksi. Mekanismenya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 82 Tahun 2015 jo. Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa pemberhentian kepala desa dapat dilakukan dengan alasan:
1. Meninggal dunia.
2. Permintaan sendiri.
3. Diberhentikan.
Kepala desa dapat diberhentikan apabila:
- Terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun atau lebih.
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa.
- Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan kepala desa, termasuk penyalahgunaan wewenang, korupsi, atau ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan desa.
Proses mekanisme pemberhentian Kepala Desa melalui:
1. Rekomendasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berdasarkan hasil musyawarah desa.
2. Penyampaian rekomendasi BPD kepada bupati/wali kota sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan keputusan pemberhentian.
3. Verifikasi dan evaluasi oleh camat sebelum diteruskan kepada Bupati.
4. Penerbitan keputusan pemberhentian oleh Bupati setelah melalui prosedur pemeriksaan administratif maupun hukum.
Artinya, tuntutan warga Desa Boro terhadap Kepala Desa Shoicunuruddin agar segera mundur baru dapat diproses secara formal apabila ditempuh melalui mekanisme resmi, yakni musyawarah BPD yang kemudian mengusulkan pemberhentian kepada bupati Sidoarjo.
Dengan demikian, meskipun aksi unjuk rasa ini mencerminkan ketidakpuasan publik, secara normatif keputusan akhir ada di tangan Bupati sebagai pejabat berwenang, setelah adanya proses klarifikasi, verifikasi, serta kajian hukum administratif yang sah.
Artikel terkait:
- Aksi Demo di Pati Ricuh, Wartawan Korban Gas Air Mata Dipastikan Selamat
- Kades Baureno Abdori Bantah Tudingan Negatif LSM, Berpantun Ubur-ubur Ikan Lele
- Prabowo Kumpulkan Pimpinan Partai di Istana, Bahas Gejolak Demonstrasi dan Sikap DPR
- Gagal Bunuh Diri Diduga Karena Utang, Seorang Perempuan di Sidoarjo Dilarikan ke Rumah Sakit
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar