Senin, 13 Okt 2025
light_mode
Home » News » OTT KPK ke Wamenaker, Antara Luka Moral Reformasi dan Jebakan Kekuasaan

OTT KPK ke Wamenaker, Antara Luka Moral Reformasi dan Jebakan Kekuasaan

Oleh Redaksi — Sabtu, 23 Agustus 2025 12:03 WIB

Jakarta, Moralita.com – Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel, tidak bisa dipandang semata-mata sebagai perkara hukum. Kasus ini menyentuh lapisan yang lebih dalam: luka moral reformasi.

Sosok Noel, seorang aktivis 1998 yang dahulu berdiri di garis depan melawan rezim otoritarian, kini justru terseret dalam dugaan gratifikasi. Ironi ini menunjukkan bahwa reformasi, selain melahirkan kebebasan politik, juga mewariskan jebakan baru dalam tubuh kekuasaan.

Dalam permainan catur, dikenal jebakan klasik bernama Rubinstein Trap pada pembukaan Gambit Ratu. Pada posisi tertentu, pemain putih dengan sengaja “mengorbankan” pion untuk memancing lawan. Hitam yang tergoda merasa mendapatkan keuntungan, namun langkah itu justru membuka ruang serangan balik yang bisa menghancurkan permainan.

Politik pascareformasi bekerja dengan logika serupa. Banyak aktivis yang dulu mengusung moralitas perlawanan akhirnya masuk ke lingkar kekuasaan. Di sana, bertebaran “pion gratis”: jabatan strategis, akses ekonomi, hingga kedekatan dengan elite. Sekilas terlihat menguntungkan, tetapi sejatinya merupakan perangkap. Begitu godaan itu diambil, mereka mudah terjerat kooptasi, korupsi, bahkan kriminalisasi.

Baca Juga :  KPK Dalami Dugaan Pungli Rp75 Juta per Jemaah dalam Kasus Kuota Haji Khusus 2024, Potensi Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun

Dalam teori gerakan sosial, kondisi ini dikenal dengan istilah kooptasi. Rezim atau negara sering kali menarik aktivis masuk ke dalam struktur kekuasaan bukan untuk memperkuat agenda perubahan, melainkan untuk melemahkan basis moral dan politik mereka.

Aktivis yang sebelumnya kritis berubah menjadi bagian dari sistem yang pernah mereka lawan. Mereka seakan memperoleh posisi, tetapi pada kenyataannya kehilangan otonomi dan independensi. Sama seperti bidak hitam dalam jebakan Rubinstein: tergoda mengambil pion, tetapi kehilangan kendali permainan.

Kasus Noel menjadi ilustrasi nyata bagaimana jebakan itu bekerja. Jabatan Wamenaker memberinya akses dan legitimasi politik, namun dugaan gratifikasi membuat reputasinya runtuh. Reformasi yang dahulu melahirkan harapan moral baru, kini menanggung luka ketika salah satu anak kandungnya terjerat logika lama kekuasaan.

Baca Juga :  KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Layanan Google Cloud di Kemendikbudristek

Namun, tidak semua aktivis yang masuk ke dalam pemerintahan harus kehilangan arah. Ada cara untuk menghindari jebakan Rubinstein politik ini.

  1. Menjaga akar gerakan sosial. Aktivis yang masuk struktur negara harus tetap terhubung dengan basis masyarakat sipil yang dulu mereka bela, bukan sekadar melebur ke dalam birokrasi.
  2. Membawa agenda yang jelas. Jabatan bukanlah sekadar posisi, tetapi instrumen untuk memperjuangkan program nyata bagi rakyat. Tanpa agenda, jabatan hanya menjadi pion kosong.
  3. Membangun mekanisme akuntabilitas. Baik melalui transparansi publik maupun kritik internal dari gerakan sosial yang tetap hidup di luar lingkar kekuasaan.
Baca Juga :  Pejabat Kemnaker Klaim Tidak Tahu Menahu soal Penggeledahan KPK Terkait Dugaan Korupsi TKA

Jika prinsip-prinsip tersebut dijaga, seorang aktivis tidak harus kehilangan otonomi. Mereka bisa menjadi bagian dari kekuasaan tanpa larut dalam arusnya.

Seperti dalam catur, kekuatan sejati bukanlah pada tergoda pion instan, melainkan pada kemampuan membaca jebakan dan memilih langkah strategis. Reformasi hanya akan menemukan kembali maknanya jika para aktivis yang masuk ke struktur negara mampu membuktikan bahwa kekuasaan bukan sekadar jebakan, melainkan ruang baru untuk memperjuangkan cita-cita perubahan.

  • Author: Redaksi

Tulis Komentar Anda (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less