Suami Mantan Wali Kota Semarang Diduga Minta Rp2 Miliar untuk “Mengondisikan” KPK, Terungkap dalam Sidang Tipikor
Oleh Redaksi — Selasa, 24 Juni 2025 10:29 WIB; ?>

Eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu(Mbak Ita) dan suaminya Alwin Basri seusai melakukan sidang.
Semarang, Moralita.com – Alwin Basri, suami mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), kembali mencuat dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek penunjukan langsung di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (23/6), terdakwa Martono—yang juga Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang—mengungkapkan bahwa Alwin pernah meminta uang sebesar Rp2 miliar dengan dalih untuk “mengondisikan” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pak Alwin datang dan meminta uang Rp2 miliar. Katanya, uang itu untuk mengurus urusan dengan KPK,” ujar Martono di hadapan majelis hakim yang diketuai Gatot Sarwadi.
Martono menjelaskan, permintaan tersebut terjadi sekitar Juni 2024, saat KPK mulai melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi terkait pengondisian paket pekerjaan di beberapa instansi Pemerintah Kota Semarang. Ia menyebut Alwin sampai dua kali mendatangi kediamannya secara langsung untuk menyampaikan permintaan itu.
Namun, Martono mengaku tidak memenuhi permintaan tersebut. Menurutnya, Alwin tidak pernah benar-benar membantu dalam proses pengadaan proyek sebagaimana yang sebelumnya dijanjikan. Ia menegaskan bahwa proyek yang diperoleh perusahaannya pada tahun 2024—yakni proyek pembangunan di Rumah Sakit Daerah KRMT Wongsonegoro dengan pagu anggaran lebih dari Rp100 miliar—diperoleh melalui mekanisme lelang murni, tanpa intervensi pihak mana pun.
“Saya merasa tidak perlu memberikan fee karena proyek itu saya dapatkan lewat proses tender yang sah. Tidak ada bantuan dari siapa pun, termasuk Pak Alwin,” imbuhnya.
Martono juga membeberkan bahwa dalam rentang waktu Desember 2022 hingga pertengahan 2023, dirinya telah beberapa kali menyerahkan uang kepada Alwin, dengan total mencapai Rp4 miliar. Dana tersebut, menurut Martono, diberikan atas permintaan Alwin yang menjanjikan kemudahan dalam memenangkan paket-paket pekerjaan konstruksi melalui penunjukan langsung.
Namun, setelah permintaan tambahan Rp2 miliar yang disebut-sebut untuk “pengondisian KPK”, Martono memutuskan untuk tidak lagi menuruti permintaan Alwin.
“Permintaan itu saya tolak. Tidak ada proyek baru, tapi diminta uang terus,” ujar Martono dengan nada kecewa.
Ia juga mengungkapkan, dirinya merasa lebih banyak dirugikan dalam relasi dengan Alwin. Meski sempat menerima fee sebesar Rp1,4 miliar dari proyek penunjukan langsung, Martono mengaku harus mengembalikan dana sebesar Rp2,5 miliar ke kas negara sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau dihitung, fee yang saya terima lebih kecil dibanding kerugian yang saya tanggung. Belum lagi uang Rp4 miliar yang sudah terlanjur saya setor ke Pak Alwin,” jelasnya.
Di akhir kesaksiannya, Martono menyampaikan penyesalan atas keterlibatannya dalam praktik yang melanggar hukum. Ia mengaku niat awalnya hanya ingin membantu anggota Gapensi memperoleh pekerjaan konstruksi dari pemerintah.
“Saya menyadari bahwa niat baik belum tentu benar di mata hukum. Saya menyesal,” tuturnya.
Kasus ini masih dalam proses persidangan dan menjadi sorotan karena menyeret nama-nama penting di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, termasuk mantan Wali Kota Hevearita G Rahayu dan suaminya, Alwin Basri. Sementara itu, KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan upaya “pengondisian” yang disampaikan dalam persidangan.
Artikel terkait:
- OTT KPK ke Wamenaker, Antara Luka Moral Reformasi dan Jebakan Kekuasaan
- KPK Periksa Staf Ahli Menaker Terkait Dugaan Pemerasan Calon Tenaga Kerja Asing: Delapan Tersangka Dikumpulkan Rp53 Miliar
- KPK Terus Dalami Bukti Tambahan Kasus Dana Hibah Pokmas DPRD Jatim, Penahanan Tersangka Tinggal Tunggu Waktu
- KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Layanan Google Cloud di Kemendikbudristek
- Author: Redaksi
At the moment there is no comment