OJK Tunda Penerapan Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan, Rancang Regulasi Baru
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 1 Juli 2025 07:30 WIB; ?>

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar
Jakarta, Moralita.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi menunda pemberlakuan ketentuan pembagian biaya klaim (co-payment) sebesar 10 persen untuk produk asuransi kesehatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Penundaan ini akan berlangsung selama enam bulan, hingga awal Januari 2026, sembari OJK menyusun Rancangan POJK (RPOJK) baru yang lebih inklusif dan aspiratif.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa substansi dari regulasi yang telah dirumuskan sebelumnya akan menjadi bahan utama dalam penyusunan peraturan baru. Proses tersebut akan melibatkan partisipasi bermakna dari berbagai pemangku kepentingan.
“Substansi yang telah kami rumuskan sebelumnya akan kami gunakan sebagai dasar dalam penyusunan RPOJK selanjutnya. Dengan memperkuat interaksi dan partisipasi publik secara bermakna, kami berharap hasil akhirnya akan memberikan landasan regulasi yang lebih kuat serta implementasi yang efektif dalam mendukung penguatan ekosistem asuransi kesehatan,” jelas Mahendra dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (30/6).
Penundaan ini disambut baik oleh DPR RI, yang menilai bahwa peluncuran POJK 7/2025 sebelumnya menimbulkan kegaduhan publik. DPR menilai penyusunan peraturan tersebut kurang melibatkan masyarakat dan tidak melalui pembahasan terlebih dahulu dengan Komisi XI, yang merupakan mitra kerja strategis OJK.
“Kami tidak pernah memiliki persoalan dengan OJK. Konsinyering sudah sering kami lakukan. Namun, dalam hal ini, tiba-tiba saja muncul aturan tanpa pemberitahuan atau pembahasan sebelumnya,” ujar Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, dengan nada kritis.
Senada dengan Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap skema co-payment. Ia menilai skema tersebut berpotensi membebani masyarakat luas, terutama peserta asuransi dari kalangan menengah ke bawah.
“Penerapan co-payment akan membebani masyarakat. Mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan ini, padahal merekalah yang paling terdampak. Yang diuntungkan justru adalah perusahaan asuransi,” tegas Eric.
Meski demikian, OJK tetap menekankan bahwa tujuan utama dari penerapan skema co-payment adalah untuk memperbaiki ekosistem industri asuransi kesehatan. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa skema ini merupakan bagian dari strategi menjaga keberlanjutan industri di tengah meningkatnya rasio klaim asuransi setiap tahunnya.
“Skema co-payment merupakan salah satu instrumen penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem asuransi kesehatan nasional yang saat ini menghadapi tekanan akibat lonjakan klaim,” ujar Ogi.
OJK menyatakan akan membuka ruang dialog yang lebih luas dalam proses penyusunan regulasi baru, guna memastikan bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan tidak hanya memperkuat sektor jasa keuangan, tetapi juga memberikan perlindungan yang adil dan proporsional bagi masyarakat sebagai konsumen jasa keuangan.
Artikel terkait:
- OJK Ungkap Lokasi Buron Eks CEO Investree, Adrian Gunadi Diduga Berada di Qatar
- KPK Tetapkan Dua Legislator sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia
- Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2025 Positif, Namun Masih di Bawah Target Tahunan
- Terungkap! Dalam 2024 Aset BPR Majatama Turun 53M, Hilang Kemana?
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar