Kamis, 11 Sep 2025
light_mode
Beranda » News » DJP Kaji Penunjukan Marketplace Luar Negeri sebagai Pemungut Pajak Pedagang Daring

DJP Kaji Penunjukan Marketplace Luar Negeri sebagai Pemungut Pajak Pedagang Daring

Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 15 Juli 2025 07:57 WIB

Jakarta, Moralita.com Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membuka kemungkinan untuk menunjuk marketplace atau platform e-commerce luar negeri sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) bagi pedagang daring asal Indonesia yang menjajakan barang dagangannya di platform tersebut.

Langkah ini merupakan respons terhadap fenomena meningkatnya aktivitas perdagangan oleh pelaku usaha Indonesia di platform e-commerce global seperti Amazon, Alibaba, dan sejenisnya, yang berbasis di luar negeri.

“Ketika kita lihat, banyak marketplace dari luar negeri—baik dari Singapura, Cina, Jepang, maupun Amerika—yang ternyata digunakan oleh orang Indonesia untuk berjualan, maka sesuai ketentuan, kami dapat memungut pajak penghasilan dengan tarif final 0,5 persen,” ujar Hestu Yoga Saksama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu, dalam agenda Media Briefing di Kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin malam (14/7).

Menurut Yoga, mekanisme penunjukan platform luar negeri sebagai pemungut pajak bukanlah hal baru. Sebelumnya, sejak tahun 2020, DJP telah menetapkan sejumlah penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) berbasis luar negeri sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi digital kepada konsumen di Indonesia.

Baca Juga :  Pemerintah Bakal Wajibkan Marketplace Pungut Pajak UMKM Daring, Aturan Resmi Segera Dirilis

“Kalau pada 2020 lalu PMSE luar negeri bisa kita tunjuk untuk memungut PPN, maka tidak ada alasan mengapa mereka tidak bisa diperlakukan sama untuk pemungutan PPh,” tegasnya.

Kebijakan ini juga ditujukan untuk menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha yang berdagang di e-commerce domestik dengan mereka yang memanfaatkan marketplace asing. Pasalnya, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah ini, terdapat potensi eksodus pedagang dari platform lokal ke platform global guna menghindari pungutan pajak di dalam negeri.

“Kalau di dalam negeri semua e-commerce sudah memungut pajak, sementara di luar belum, maka wajar jika para pedagang mencari celah dan berpindah ke marketplace luar negeri,” jelas Yoga.

Baca Juga :  Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Negara Mengemuka, Pengawasan dan Efektivitas Dipertanyakan

DJP berharap marketplace global dapat segera menyesuaikan sistem internal mereka untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut. Ia mencontohkan keberhasilan penerapan kebijakan serupa pada 2020, ketika platform luar negeri hanya memerlukan waktu penyesuaian sekitar dua bulan untuk dapat mulai memungut PPN.

“Marketplace dari Amerika maupun Eropa saat itu cukup cepat menyesuaikan diri. Kami harapkan kali ini prosesnya juga tidak menemui kendala, baik bagi platform luar negeri maupun domestik,” tambahnya.

Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025.

Baca Juga :  DJP Kementerian Keuangan Perpanjang Layanan Pemadanan NIK-NPWP hingga 31 Desember 2024

Dalam Pasal 3 PMK tersebut ditegaskan bahwa penunjukan sebagai pemungut PPh dapat dilakukan terhadap platform yang berkedudukan di Indonesia maupun di luar negeri. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa yurisdiksi pajak Indonesia mencakup entitas digital lintas negara yang memiliki keterhubungan ekonomi dengan pasar domestik.

DJP menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat basis pajak melalui pendekatan digital dan kolaboratif, sejalan dengan prinsip keadilan dan perluasan kepatuhan sukarela.

  • Penulis: Tim Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less