DJP Kaji Penunjukan Marketplace Luar Negeri sebagai Pemungut Pajak Pedagang Daring
Oleh Tim Redaksi Moralita — Selasa, 15 Juli 2025 07:57 WIB; ?>

Direktur Perpajakan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama(kanan).
Jakarta, Moralita.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membuka kemungkinan untuk menunjuk marketplace atau platform e-commerce luar negeri sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) bagi pedagang daring asal Indonesia yang menjajakan barang dagangannya di platform tersebut.
Langkah ini merupakan respons terhadap fenomena meningkatnya aktivitas perdagangan oleh pelaku usaha Indonesia di platform e-commerce global seperti Amazon, Alibaba, dan sejenisnya, yang berbasis di luar negeri.
“Ketika kita lihat, banyak marketplace dari luar negeri—baik dari Singapura, Cina, Jepang, maupun Amerika—yang ternyata digunakan oleh orang Indonesia untuk berjualan, maka sesuai ketentuan, kami dapat memungut pajak penghasilan dengan tarif final 0,5 persen,” ujar Hestu Yoga Saksama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu, dalam agenda Media Briefing di Kantor DJP, Jakarta Selatan, Senin malam (14/7).
Menurut Yoga, mekanisme penunjukan platform luar negeri sebagai pemungut pajak bukanlah hal baru. Sebelumnya, sejak tahun 2020, DJP telah menetapkan sejumlah penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) berbasis luar negeri sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi digital kepada konsumen di Indonesia.
“Kalau pada 2020 lalu PMSE luar negeri bisa kita tunjuk untuk memungut PPN, maka tidak ada alasan mengapa mereka tidak bisa diperlakukan sama untuk pemungutan PPh,” tegasnya.
Kebijakan ini juga ditujukan untuk menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha yang berdagang di e-commerce domestik dengan mereka yang memanfaatkan marketplace asing. Pasalnya, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah ini, terdapat potensi eksodus pedagang dari platform lokal ke platform global guna menghindari pungutan pajak di dalam negeri.
“Kalau di dalam negeri semua e-commerce sudah memungut pajak, sementara di luar belum, maka wajar jika para pedagang mencari celah dan berpindah ke marketplace luar negeri,” jelas Yoga.
DJP berharap marketplace global dapat segera menyesuaikan sistem internal mereka untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut. Ia mencontohkan keberhasilan penerapan kebijakan serupa pada 2020, ketika platform luar negeri hanya memerlukan waktu penyesuaian sekitar dua bulan untuk dapat mulai memungut PPN.
“Marketplace dari Amerika maupun Eropa saat itu cukup cepat menyesuaikan diri. Kami harapkan kali ini prosesnya juga tidak menemui kendala, baik bagi platform luar negeri maupun domestik,” tambahnya.
Penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025.
Dalam Pasal 3 PMK tersebut ditegaskan bahwa penunjukan sebagai pemungut PPh dapat dilakukan terhadap platform yang berkedudukan di Indonesia maupun di luar negeri. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa yurisdiksi pajak Indonesia mencakup entitas digital lintas negara yang memiliki keterhubungan ekonomi dengan pasar domestik.
DJP menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat basis pajak melalui pendekatan digital dan kolaboratif, sejalan dengan prinsip keadilan dan perluasan kepatuhan sukarela.
Artikel terkait:
- Kuota FLPP 2025 Naik Jadi 350 Ribu Unit, BP Tapera Siapkan Anggaran Rp35,2 Triliun
- Penyebaran PMK Sapi di Kabupaten Mojokerto Meluas, 241 Positif Terinfeksi
- Wacana Pembentukan Badan Penerimaan Negara Mengemuka, Pengawasan dan Efektivitas Dipertanyakan
- Fraksi PKB Desak Pemutusan Kerja Sama Perumda Panglungan, Soroti Pelanggaran Regulasi dan Kerugian Finansial
- Penulis: Tim Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar