KPK Tahan 4 Tersangka Pemerasan Pengurusan RPTKA di Kemenaker, Kerugian Capai Rp53,7 Miliar
Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 18 Juli 2025 05:06 WIB; ?>

4 tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menahan empat orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
“Setelah memperoleh alat bukti yang cukup dalam proses penyidikan, hari ini KPK melakukan penahanan terhadap empat dari delapan tersangka yang telah ditetapkan sejak 5 Juni 2025,” ungkap Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7).
Empat tersangka yang ditahan tersebut masing-masing berinisial SH, HY, WP, dan DA, yang seluruhnya merupakan mantan pejabat struktural di Kemnaker. Mereka adalah:
- Suhartono (SH), mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja;
- Haryanto (HY), mantan Direktur Jenderal Binapenta dan PKK;
- Wisnu Pramono (WP), mantan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
- Devi Anggraeni (DA), mantan Direktur Pengesahan RPTKA.
Setyo menjelaskan bahwa keempat tersangka akan menjalani penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 17 Juli hingga 5 Agustus 2025. Mereka dititipkan di Rumah Tahanan Negara Cabang Gedung Merah Putih KPK.
Para tersangka disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
RPTKA merupakan dokumen legal yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kerja asing (TKA) sebelum dapat bekerja di Indonesia. Tanpa dokumen ini, pengajuan izin kerja dan izin tinggal TKA tidak dapat diproses. Selain itu, keterlambatan pengurusan dapat mengakibatkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1 juta per hari.
KPK mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2019–2024, para tersangka berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap perusahaan pemohon RPTKA. Mereka diduga memanfaatkan posisi dan kewenangannya untuk menghambat atau mempercepat proses pengurusan RPTKA dengan imbalan tertentu dari pihak pemohon.
Dalam pengumuman sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Seluruhnya merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang pernah menjabat di posisi strategis di Kemnaker.
Lebih jauh, KPK menduga bahwa praktik pemerasan terkait pengurusan RPTKA ini telah berlangsung sejak lama, yakni sejak masa kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014), dilanjutkan oleh Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024).
“Penyelidikan akan terus dikembangkan untuk mendalami apakah ada aktor lain yang turut terlibat, termasuk kemungkinan adanya aliran dana kepada pihak-pihak di luar Kementerian Ketenagakerjaan,” tegas Setyo.
KPK memastikan akan menuntaskan proses hukum dengan tegas dan transparan serta mengingatkan seluruh penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan wewenang, khususnya dalam sektor pelayanan publik yang berdampak langsung pada dunia usaha dan investasi.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment