Minggu, 20 Jul 2025
light_mode
Home » News » Kemenkeu Usulkan Amnesti Iuran bagi Peserta BPJS Kesehatan Non-Aktif

Kemenkeu Usulkan Amnesti Iuran bagi Peserta BPJS Kesehatan Non-Aktif

Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 18 Juli 2025 10:57 WIB

Jakarta, Moralita.com Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan pemberian kebijakan amnesti atau pengampunan iuran kepada peserta BPJS Kesehatan yang berstatus non-aktif. Usulan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan struktural dalam sistem kepesertaan, yang berdampak langsung pada keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta beban piutang yang terus meningkat.

Direktur Harmonisasi Peraturan Anggaran Kemenkeu, Didiek Kusnaini, menyampaikan bahwa status non-aktif peserta BPJS Kesehatan secara akuntansi tercatat sebagai piutang iuran. Kondisi ini menimbulkan masalah ganda: di satu sisi memberatkan neraca BPJS Kesehatan, dan di sisi lain merugikan peserta yang kehilangan akses layanan kesehatan saat membutuhkan.

“Dalam konteks perpajakan, kita mengenal istilah tax amnesty atau pengampunan pajak. Prinsip serupa bisa diterapkan dalam skema jaminan sosial kesehatan. Daripada tidak ada iuran yang masuk sama sekali, kami mengusulkan adanya amnesti agar peserta bisa kembali aktif,” ujar Didiek dalam Seminar Nasional Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Setara, Berkualitas, dan Berkelanjutan, yang disiarkan melalui kanal YouTube resmi BPJS Kesehatan, Jumat (18/7).

Baca Juga :  Kuota FLPP 2025 Naik Jadi 350 Ribu Unit, BP Tapera Siapkan Anggaran Rp35,2 Triliun

Melalui skema amnesti ini, peserta yang telah non-aktif selama bertahun-tahun tidak diwajibkan untuk melunasi seluruh tunggakan iuran sebelumnya. Sebaliknya, mereka diberikan kesempatan untuk membayar sesuai kemampuan, dan setelah itu status kepesertaan mereka dapat diaktifkan kembali.

“Misalnya, kita tanya: ‘Oke, kamu sanggup bayar berapa?’ Lalu sisanya diampuni. Yang penting status kepesertaannya bisa kembali aktif dan dia bisa mengakses layanan kesehatan,” jelas Didiek.

Namun demikian, ia menekankan bahwa kebijakan ini tidak bisa langsung diterapkan tanpa kajian menyeluruh. Dibutuhkan penilaian teknokratis, termasuk kajian aktuaria dan aspek legal yang mendasari kebijakan, untuk memastikan kelayakan dan efektivitasnya terhadap Dana Jaminan Sosial (DJS).

Baca Juga :  Presiden Prabowo Cabut PMN Rp3 Triliun untuk Waskita Karya, Proses Privatisasi Dihentikan

“Harus ada peninjauan dari aspek aktuaria: bagaimana dampaknya terhadap keberlanjutan DJS? Apakah secara regulasi memungkinkan? Ini perlu didiskusikan lebih lanjut,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan pentingnya peningkatan penetrasi kepesertaan JKN dan asuransi kesehatan swasta sebagai strategi efisiensi pembiayaan kesehatan nasional.

Ia mengungkapkan bahwa beban biaya kesehatan yang ditanggung langsung oleh masyarakat atau out of pocket masih sangat tinggi. Pada tahun 2023, beban out of pocket mencapai 28,6 persen dari total belanja kesehatan nasional sebesar Rp614,5 triliun—angka yang bahkan lebih tinggi dari pembiayaan melalui jaminan sosial.

Baca Juga :  Presiden Prabowo Tunjuk Bimo Wijayanto sebagai Dirjen Pajak, Letjen Djaka Budi Utama Pimpin Bea Cukai

“Model out of pocket ini sangat rentan dan berpotensi membuat pembiayaan kesehatan kian membengkak. Jika kita ingin efisiensi, maka peran asuransi harus lebih dominan ke depan,” tegas Dante.

Ia menambahkan, edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya asuransi kesehatan, baik melalui JKN maupun swasta, sangat krusial dalam mengurangi beban out of pocket dan menjamin keberlanjutan sistem kesehatan nasional.

“Melalui sosialisasi yang tepat, kita bisa menekan beban masyarakat dalam membiayai kesehatan dan mendorong penggunaan skema pembiayaan yang lebih berkelanjutan,” tutupnya.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less