Minggu, 20 Jul 2025
light_mode
Home » News » Mendagri Usulkan Kenaikan Dana Operasional Kepala Daerah untuk Atasi Beban Biaya Politik

Mendagri Usulkan Kenaikan Dana Operasional Kepala Daerah untuk Atasi Beban Biaya Politik

Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 18 Juli 2025 13:51 WIB

Jakarta, Moralita.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan peningkatan dana operasional bagi kepala daerah, mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur. Usulan ini merupakan respons terhadap tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh calon kepala daerah selama proses pencalonan, serta keluhan terkait rendahnya gaji dan anggaran operasional yang mereka terima setelah menjabat.

Dalam sambutannya saat mengukuhkan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) periode 2025–2030 di Jakarta Pusat, Kamis (17/7), Tito mengungkapkan bahwa dirinya kerap menerima keluhan dari kepala daerah mengenai ketimpangan antara beban kerja dan kesejahteraan yang diterima.

Salah satu bupati menyampaikan kepada saya, ‘Gaji kami hanya Rp5 juta per bulan, sementara dana operasional cuma sekitar Rp30 juta. Bagaimana bisa bertahan hidup dengan tugas dan ekspektasi yang tinggi? Banyak teman aktivis yang mengira saya punya banyak uang’,” kata Tito.

Baca Juga :  Mendagri Izinkan Kepala Daerah Definitif Langsung Mutasi Pegawai untuk Efektivitas Pemerintahan

Menanggapi keluhan tersebut, Tito menyindir balik, “Saya bilang, ‘Lho, kok baru tahu? Yang lain sudah tahu, kenapa masih mau jadi bupati?’” ujarnya, disambut tawa hadirin.

Menurut Tito, realitas tingginya ongkos politik saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, ia mendorong agar dana operasional bagi kepala daerah dapat ditingkatkan secara proporsional dan rasional, sesuai kemampuan keuangan negara serta diterima oleh publik.

“Masalah kesejahteraan kepala daerah harus dibicarakan secara terbuka. Kalau perlu, dana operasional dinaikkan ke angka yang masuk akal, rasional, dan tidak menimbulkan kemarahan publik. Tapi tentu harus dibahas bersama Menteri Keuangan dan disetujui Presiden. Kalau dari Mendagri, saya dukung seribu persen,” tegasnya.

Lebih lanjut, Tito juga menyinggung alternatif sistem pemilihan kepala daerah melalui mekanisme legislatif. Menurutnya, hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi representatif dan tidak bertentangan dengan konstitusi UUD 1945.

Baca Juga :  87 Kepala Daerah Ikuti Retret Nasional Gelombang II di IPDN Jatinangor, Dipimpin Wamendagri Bima Arya

“Demokrasi itu bisa dilakukan secara langsung maupun melalui perwakilan. Pemilihan oleh DPRD atau model hibrida bisa dipertimbangkan untuk menekan biaya politik yang tinggi,” ucap Tito.

Ia juga menyebut bahwa wacana ini pernah dilontarkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai salah satu alternatif sistem demokrasi yang lebih efisien.

Sebagai informasi, besaran dana operasional kepala daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000, khususnya Pasal 9 huruf f. Dalam regulasi tersebut, dijelaskan bahwa dana operasional kepala daerah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Untuk daerah dengan PAD di atas Rp500 miliar, maksimal besaran dana operasional ditetapkan sebesar 0,15 persen dari total PAD. Dana ini kemudian dibagi dua antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Baca Juga :  Retret 505 Kepala Daerah di Akmil Magelang Akan Dihadiri juga Mantan Presiden

Contohnya, pada 2022, PAD Provinsi DKI Jakarta mencapai Rp55 triliun. Dengan ketentuan 0,15 persen, total dana operasional yang dapat dialokasikan mencapai sekitar Rp83 miliar per tahun. Artinya, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu—Anies Baswedan dan Riza Patria—secara teoritis memiliki hak atas total dana operasional bulanan sekitar Rp6,9 miliar.

Dengan naiknya tekanan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas anggaran, Tito menekankan bahwa peningkatan dana operasional hanya dapat diterima jika dilakukan secara terbuka, terukur, dan mempertimbangkan persepsi masyarakat.

“Kesejahteraan kepala daerah penting agar mereka dapat bekerja secara optimal, tetapi harus tetap berpijak pada prinsip akuntabilitas publik,” pungkasnya.

  • Author: Redaksi Moralita

Komentar (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less