OC Kaligis Ajukan Praperadilan: Kliennya Dijadikan Tersangka karena Memasang Patok di Lahan Izin Tambang Sendiri
Oleh Redaksi Moralita — Senin, 4 Agustus 2025 10:44 WIB; ?>

Pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis.
Jakarta, Moralita.com – Pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyusul penetapan dua kliennya sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri. Keduanya dituduh melakukan pelanggaran hukum karena memasang patok di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik perusahaannya sendiri, PT Wana Kencana Mineral (WKM).
Dua tersangka yang dimaksud adalah Awwab Hafidz, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT WKM, dan Marsel Balembang, Mining Surveyor PT WKM. OC Kaligis menilai, penetapan status tersangka terhadap keduanya tidak sah secara hukum dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap upaya perlindungan wilayah tambang yang sah.
“Pemasangan patok tersebut dilakukan di wilayah IUP milik klien kami sendiri, yang justru merupakan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan,” ujar Kaligis kepada awak media, Minggu, 3 Agustus 2025.
Sidang praperadilan telah berlangsung sejak Kamis, 31 Juli, dan Jumat, 1 Agustus 2025, serta kini memasuki tahapan pemeriksaan bukti-bukti surat dari pihak pemohon.
Kaligis menjelaskan, penetapan tersangka terhadap kliennya berawal dari laporan HADP, Direktur PT P, yang menuduh bahwa pemasangan patok tersebut mengganggu jalur logistik atau jalan angkut (logging) yang sedang dibangun oleh perusahaan pelapor.
Kedua kliennya dijerat dengan sejumlah pasal yang kompleks, antara lain Pasal 162 jo Pasal 70, jo Pasal 86F huruf b, jo Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023. Mereka juga dijerat dengan Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Namun, Kaligis menyebut adanya sejumlah kejanggalan dalam proses hukum tersebut.
Menurut Kaligis, terdapat ketidaksesuaian antara pasal-pasal yang digunakan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Dalam penyelidikan, kliennya dikenakan Pasal 162 UU Minerba jo Pasal 50 ayat (3) huruf a dan k UU Kehutanan. Namun, saat naik ke tahap penyidikan, pasal berubah menjadi Pasal 162 UU Minerba jo Pasal 50 ayat (2) huruf a UU Kehutanan.
“Selain itu, pertanyaan penyidik kepada tersangka dan saksi tidak berkaitan langsung dengan substansi pasal yang disangkakan. Fokusnya malah pada aktivitas pemasangan patok, yang justru merupakan bagian dari kewajiban klien kami sebagai pemegang IUP,” terang Kaligis.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada aktivitas perusakan hutan oleh kliennya. Justru, kata Kaligis, dugaan perusakan lingkungan dan pelanggaran kehutanan diduga kuat dilakukan oleh PT P melalui aktivitas pengerukan dan pembukaan lahan tanpa izin di wilayah IUP PT WKM, tepatnya di Desa Loleba, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur.
OC Kaligis juga membeberkan bahwa kliennya sebelumnya telah melaporkan dugaan aktivitas pertambangan ilegal oleh PT P kepada Polda Maluku Utara. Namun, laporan tersebut dihentikan dengan alasan bahwa persoalan tersebut harus diselesaikan secara keperdataan terlebih dahulu.
“Alih-alih mendapatkan perlindungan hukum atas upaya mencegah perusakan hutan dan kerugian negara, klien kami justru dilaporkan balik dan dijadikan tersangka. Ini jelas bentuk ketidakadilan dan kekeliruan dalam penegakan hukum—miscarriage of justice,” tegas Kaligis.
Kaligis juga menyampaikan bahwa telah ada tindak lanjut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Gakkum Wilayah Maluku dan Papua, yang menindaklanjuti laporan pihaknya atas dugaan pembukaan lahan tanpa izin oleh PT P.
Dalam laporan hasil pengumpulan data oleh Gakkum Seksi II Ambon, ditemukan indikasi kuat bahwa PT P melakukan pembukaan lahan dan pengambilan material mineral nikel di kawasan hutan produksi tanpa izin pemanfaatan kawasan hutan (PPKH).
“Laporan Gakkum menyimpulkan bahwa PT P patut diduga telah melakukan tindak pidana kehutanan, dan disarankan untuk segera dilakukan penegakan hukum serta pengamanan barang bukti,” kata Kaligis.
OC Kaligis menegaskan bahwa kliennya sebagai pemegang sah IUP seluas 24.700 hektare memiliki hak dan kewajiban hukum untuk mengelola lahannya. Tindakan pemasangan patok justru dilakukan sebagai bagian dari pemenuhan ketentuan dalam Pasal 94 dan 96 UU Minerba, termasuk aspek keselamatan operasi dan perlindungan lingkungan pertambangan.
“Permohonan praperadilan ini kami ajukan sebagai upaya untuk mengoreksi kekeliruan prosedural dan hukum yang telah menimbulkan kerugian besar bagi klien kami,” pungkasnya.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment