Kamis, 11 Sep 2025
light_mode
Beranda » News » Analisa Jerat Hukum Proyek Irigasi Mojokerto Rp4,1 M Terindikasi Diatur Sejak Proses Lelang

Analisa Jerat Hukum Proyek Irigasi Mojokerto Rp4,1 M Terindikasi Diatur Sejak Proses Lelang

Oleh Alief — Kamis, 11 September 2025 15:24 WIB

Mojokerto, Moralita.com – Setelah disidak oleh pimpinan DPRD Kabupaten Mojokerto terkait proyek irigasi senilai Rp4,1 miliar di Desa Wonodadi, Kutorejo, Ketua Ormas FKI-1 Wiwit Hariyono, menyebut bahwa dugaan hal ini kearah perbuatan melawan hukum, bukan sekadar persoalan teknis pengerjaan.

Menurutnya, praktik pemanfaatan batu kali dan pasir hasil galian lokasi proyek justru mengindikasikan pelanggaran hukum serius, mulai dari tindak pidana korupsi, pelanggaran regulasi sumber daya air, hingga kejahatan lingkungan hidup.

“Kalau benar material sungai dipakai tanpa izin, maka kontraktor dan pihak terkait bisa dijerat pidana. Ini bukan salah kaprah teknis, tapi jelas-jelas perbuatan melawan hukum yang memanipulasi uang negara sekaligus merusak lingkungan,” ujar Wiwit kepada Moralita.com, Kamis (11/9).

Analisa Hukum: Jerat Multi-Regulasi dan Ancaman Pidana Berat

Wiwit memaparkan setidaknya terdapat empat regulasi strategis yang bisa menjerat pihak pelaksana proyek:

1. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”

Baca Juga :  DPRD Jatim Apresiasi Tinggi Langkah Korem 082/CPYJ dan APH atas Pengungkapan Kasus Praktik Jual-Beli Jabatan di Pemkab Mojokerto

Pasal ini bisa menjerat jika terbukti material diambil dari lokasi, dipakai tapi dibebankan ke anggaran negara sesuai RAB.

2. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA)

Pasal 69 ayat (1): “Setiap orang yang tanpa izin melakukan penguasaan, pengambilan, dan/atau pemanfaatan sumber daya air dipidana penjara paling lama 9 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.”

Aktivitas mengambil material sungai untuk proyek tanpa izin resmi jelas masuk kategori ini.

3. UU No. 3 Tahun 2020 jo. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba

Pasal 158: “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Pengambilan pasir, kerikil, dan batu dari sungai tanpa izin termasuk tindak pidana pertambangan ilegal.

4. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 98 ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda Rp3 miliar sampai Rp10 miliar.”

Pengambilan material yang merusak ekosistem sungai dan lingkungan jelas bisa dijerat pasal ini.

Selain mengkritisi keras dugaan penyimpangan tersebut, FKI-1 Mojokerto kini juga tengah merajut bukti-bukti dan menghimpun saksi-saksi kunci di lapangan.

Baca Juga :  RDP Komisi II DPRD Panggil BPR Majatama, Direktur Klarifikasi Polemik Temuan juga Laporan OJK Selisih 72,8M

Menurut Wiwit, pihaknya tidak ingin kritik hanya berhenti di ruang publik. Ia menegaskan bahwa seluruh temuan lapangan baik berupa dokumentasi, pengakuan pekerja, hingga data teknis proyek sedang dikompilasi untuk dijadikan berkas laporan resmi ke aparat penegak hukum.

Wiwit menyebut, ada sejumlah saksi yang sudah bersedia memberikan keterangan terkait praktik penggunaan material lokal tanpa izin. Keterangan para pekerja dan warga sekitar lokasi proyek akan dipadukan dengan hasil investigasi lapangan, sehingga dapat menjadi alat bukti permulaan yang cukup bagi kepolisian maupun kejaksaan untuk melakukan penyelidikan.

“Kami tidak ingin sekadar berteriak. FKI-1 ingin memastikan bahwa semua dugaan ini bisa diuji secara hukum. Karena itu, bukti-bukti harus lengkap, dan saksi-saksi juga siap memberikan keterangan,” ungkapnya.

FKI-1 juga membuka ruang partisipasi publik. Mereka mengajak masyarakat yang memiliki informasi tambahan terkait praktik serupa di proyek lain agar berani menyampaikan data.

Menurut Wiwit, pola manipulasi material dalam proyek infrastruktur bukan hanya masalah di Desa Wonodadi, melainkan fenomena lama yang bisa saja berulang di proyek lain jika tidak ditindak secara tegas.

“Kami sedang mengurai benang kusut ini, menyusun laporan yang sistematis, agar aparat penegak hukum tidak punya alasan untuk menunda proses penyelidikan,” tambahnya.

Baca Juga :  Perayaan Natal, Gus Barra Bupati Mojokerto Terpilih Datang Langsung ke Gereja

Lebih jauh, FKI-1 berkomitmen untuk tidak hanya melaporkan kontraktor pelaksana, tetapi juga menyoroti peran pihak-pihak pengawas internal pemerintah daerah yang dinilai lalai atau bahkan diduga membiarkan pelanggaran terjadi.

Dengan bekal bukti dan saksi yang solid, ia yakin proses hukum dapat berjalan obyektif, transparan, dan akuntabel. “Rakyat tidak butuh janji pengawasan, rakyat butuh tindakan nyata. Dan tindakan itu hanya bisa diwujudkan melalui jalur hukum agar menjadi pelajaran,” pungkas Wiwit.

Wiwit menegaskan, proyek dengan nilai Rp4,1 miliar bukan angka kecil. Jika kualitas pengerjaan asal-asalan, irigasi bisa cepat rusak, produktivitas pertanian terganggu, dan rakyat kecil yang akhirnya jadi korban.

“Saya tahu siapa orang dibalik pemenangan PT Cumi Darat Kontruksi, tokoh parpol juga anggota dewan feat orang lama proyek terindikasi bermufakat jahat yang dimulai sejak manipulasi proses tender di Dinas PUPR. Itu sebabnya, bukti-bukti sedang kami kumpulkan,” pungkasnya.

  • Penulis: Alief

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less