Beranda News DPRD Sumenep Ungkap Dugaan Pelanggaran Tata Niaga Tembakau, Soroti Peran Oknum dan Lemahnya Pengawasan
News

DPRD Sumenep Ungkap Dugaan Pelanggaran Tata Niaga Tembakau, Soroti Peran Oknum dan Lemahnya Pengawasan

Ilustrasi – Ladang Tembakau.

Sumenep, Moralita.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran dalam tata niaga tembakau yang dinilai merugikan petani. Temuan ini diperoleh melalui inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pabrikan tembakau lokal.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat, menjelaskan bahwa pelanggaran tersebut dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari keterlibatan oknum nonbirokrasi hingga lemahnya pengawasan pemerintah terhadap proses jual beli tembakau.

Menurutnya, akses petani untuk menjual hasil panen secara langsung ke pabrikan masih sangat terbatas. Rantai distribusi di lapangan cenderung berbelit, sehingga harga yang diterima petani jauh dari menguntungkan.

“Tembakau dari petani tidak langsung masuk gudang atau pabrikan. Mekanismenya harus melalui tengkulak, kemudian makelar, barulah sampai ke gudang,” ujar Irwan, Rabu (13/8).

Baca Juga :  Dua Pengusaha TV Kabel di Sumenep Ditangkap Polda Metro Jaya karena Siarkan Nex Parabola Secara Ilegal

Ia menambahkan, sebagian besar pabrikan besar sebenarnya telah mematuhi ketentuan tata niaga tembakau yang diatur pemerintah, seperti pembelian sesuai harga titik impas. Namun, praktik curang justru banyak dilakukan oleh pihak nonkorporasi.

Salah satu modus yang kerap terjadi, kata Irwan, adalah penyebaran informasi menyesatkan bahwa pabrikan akan segera menghentikan pembelian. Informasi tersebut memaksa petani menjual tembakau mereka dengan harga sangat rendah.

Baca Juga :  Kejagung Buka Peluang Usut Dugaan Pelanggaran IUP Tambang di Raja Ampat

“Masalah ini tidak boleh dibiarkan. Perlu kajian serius terkait sistem penjualan dan teknis pengawasannya,” tegasnya.

Selain itu, Irwan mengungkapkan adanya praktik manipulasi data serapan tembakau oleh sebagian pabrikan. Misalnya, jika kebutuhan riil pabrikan pada tahun berjalan adalah 2.000 ton, mereka hanya melaporkan membutuhkan 1.000 ton. Setelah target semu tersebut terpenuhi, pabrikan secara resmi menutup gudang, tetapi tetap melakukan pembelian melalui perantara nonkorporasi.

Baca Juga :  RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep Raih Penghargaan Nasional Transformasi Digital dari BPJS Kesehatan

Pembelian “terselubung” itu kemudian disimpan di gudang khusus milik pihak perantara. Setelah musim panen berakhir dan seluruh pabrikan menutup gudang resmi, tembakau tersebut dipindahkan ke gudang utama perusahaan.

Menurut Irwan, strategi ini bertujuan menghindari tingginya beban pajak pembelian tembakau. Sesuai ketentuan, semakin besar volume pembelian, semakin tinggi pula pajak yang dikenakan.

“Pengawasan harus diperketat agar peluang permainan seperti ini dapat diminimalkan,” pungkasnya.

Sebelumnya

Ricuh Aksi Tolak Bupati di Pati: Muncul Dugaan Polisi Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa

Selanjutnya

Perumdam Tirta Kencana Jombang Perkuat Tata Kelola Perusahaan melalui Kerja Sama dengan Kejaksaan Negeri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita
Bagikan Halaman