Harga Minyak Dunia Tembus Level Tertinggi dalam Lima Bulan, Dipicu Ketegangan Geopolitik AS-Iran
Oleh Redaksi Moralita — Senin, 23 Juni 2025 08:22 WIB; ?>

Ilustrasi ekspor minyak mentah antar dunia.
Jakarta, Moralita.com – Harga minyak mentah dunia melonjak ke titik tertinggi dalam lima bulan terakhir, dipicu eskalasi konflik antara Amerika Serikat dan Iran yang meningkatkan ketidakpastian di pasar energi global.
Pada perdagangan Senin (23/6) pukul 11.22 GMT, harga minyak mentah berjangka jenis Brent tercatat naik sebesar 1,88 dolar AS atau sekitar 2,44 persen, sehingga diperdagangkan pada level 78,89 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat turut menguat sebesar 1,87 dolar AS atau 2,53 persen, mencapai harga 75,71 dolar AS per barel.
Menurut laporan Reuters yang dikutip pada hari yang sama, kedua kontrak minyak sempat melonjak lebih dari 3 persen di awal sesi perdagangan, masing-masing mencapai 81,40 dolar AS untuk Brent dan 78,40 dolar AS untuk WTI—level tertinggi sejak Januari 2025—sebelum mengalami sedikit koreksi pada pertengahan sesi.
Kenaikan tajam harga minyak ini terjadi menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengonfirmasi telah melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir utama milik Iran pada akhir pekan lalu. Langkah tersebut merupakan bentuk realisasi dari ancaman Presiden Trump untuk terlibat lebih jauh dalam konflik antara Israel dan Iran, menyusul mandeknya negosiasi nuklir antara Teheran dan kekuatan Barat.
Iran, yang merupakan produsen minyak terbesar ketiga dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), memegang peranan strategis dalam pasokan energi global. Ketegangan terbaru memicu kekhawatiran pasar akan potensi terganggunya distribusi minyak, terutama jika Iran memutuskan untuk membalas dengan menutup Selat Hormuz—jalur pelayaran strategis yang dilalui oleh sekitar 20 persen ekspor minyak mentah dunia.
Kemungkinan penutupan Selat Hormuz tersebut bahkan telah dikuatkan oleh laporan dari Press TV Iran, mengutip pernyataan parlemen setempat. Analis senior dari Sparta Commodities, June Goh, menyatakan bahwa “risiko terhadap infrastruktur minyak global telah meningkat secara signifikan.” Meskipun terdapat beberapa jalur pipa alternatif, tidak seluruh volume ekspor dapat dialihkan dengan cepat jika Selat Hormuz ditutup sepenuhnya.
“Pelaku pasar kemungkinan akan menghindari pengiriman melalui kawasan tersebut dalam waktu dekat,” tambah Goh.
Sebagai catatan, sejak serangan militer Israel terhadap Iran pada 13 Juni 2025 lalu, harga minyak Brent telah mengalami kenaikan kumulatif sekitar 13 persen, sedangkan WTI naik sekitar 10 persen. Namun demikian, sejumlah analis memperingatkan bahwa lonjakan harga yang didorong oleh sentimen geopolitik ini berpotensi bersifat sementara.
Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, Ole Hansen, dalam laporan pasar yang dirilis Minggu (22/6/2025), menekankan bahwa premi risiko geopolitik tidak akan bertahan lama tanpa adanya gangguan pasokan fisik yang signifikan. “Dalam waktu dekat, aksi ambil untung oleh investor yang telah memegang posisi panjang menyusul reli harga baru-baru ini juga bisa menahan laju kenaikan harga minyak,” ujarnya.
- Penulis: Redaksi Moralita
Saat ini belum ada komentar