KPK Kaji UU BUMN Soroti Status Direksi Komisaris Non Penyelenggara Negara
Oleh Redaksi Moralita — Sabtu, 3 Mei 2025 02:47 WIB; ?>

Jubir KPK, Tessa Mahardhika saat temui wartawan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Jakarta, Moralita.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan melakukan kajian mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), khususnya terhadap ketentuan yang menyebutkan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan dari penyelenggara negara.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa langkah kajian ini diperlukan untuk memahami implikasi hukum dari regulasi tersebut terhadap kewenangan penegakan tindak pidana korupsi oleh lembaganya.
“Perlu dilakukan kajian oleh Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan untuk menganalisis secara komprehensif sejauh mana perubahan ini berpengaruh terhadap mandat KPK dalam menindak kasus korupsi,” ujar Tessa dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/5).
Tessa menambahkan bahwa kajian ini juga selaras dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan pentingnya penguatan upaya pemberantasan korupsi dan penanggulangan kebocoran anggaran negara.
Oleh karena itu, KPK merasa perlu memberikan masukan strategis terkait perbaikan regulasi yang memiliki keterkaitan erat dengan integritas tata kelola negara.
“Kami berkomitmen untuk memberikan kontribusi terhadap pembenahan sistem regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut pengawasan dan pencegahan korupsi,” jelasnya.
Meskipun demikian, Tessa menegaskan bahwa KPK tetap merupakan pelaksana undang-undang yang hanya dapat menjalankan kewenangan berdasarkan kerangka hukum yang berlaku.
Jika UU BUMN terbaru secara eksplisit menyatakan bahwa jajaran direksi dan komisaris bukan bagian dari penyelenggara negara, maka KPK tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani perkara pidana korupsi yang melibatkan mereka, kecuali terdapat keterlibatan pihak lain yang termasuk dalam kategori penyelenggara negara.
“Apabila dalam regulasi yang baru ditegaskan bahwa mereka (direksi dan komisaris) bukan penyelenggara negara, maka KPK tidak bisa serta merta menangani dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mereka,” kata Tessa.
Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 resmi diundangkan dan berlaku sejak 24 Februari 2025. Peraturan ini merupakan pembaruan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan salah satu pasal krusial yang menuai sorotan adalah Pasal 9G yang menyatakan:
“Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”
Ketentuan ini berpotensi menimbulkan konsekuensi terhadap cakupan kewenangan lembaga penegak hukum, khususnya KPK, dalam menangani tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN.
Sementara itu, menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, serta pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, perbedaan definisi dalam regulasi ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih atau bahkan celah hukum dalam proses penegakan hukum antikorupsi.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment