KPK Sita Rumah Mewah, Mobil Mazda CX-3, dan Dua Vespa dari Dugaan Korupsi Kuota Haji
Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Terbaru, lembaga antirasuah itu menyita sejumlah aset bernilai tinggi milik pihak swasta yang diduga terkait dengan aliran dana hasil kejahatan.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyitaan dilakukan terhadap berbagai aset bergerak dan tidak bergerak di wilayah Jabodetabek.
“Penyidik melakukan penyitaan berupa satu bidang rumah berikut bukti kepemilikannya, satu unit mobil Mazda CX-3, serta dua sepeda motor jenis Vespa Sprint Iget 150 dan Honda PCX,” ujar Budi kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).
Menurut Budi, aset-aset tersebut diduga kuat diperoleh dari praktik korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama.
“Penyitaan ini dilakukan untuk kebutuhan penyidikan sekaligus langkah awal optimalisasi asset recovery,” jelasnya.
Dengan demikian, KPK menegaskan bahwa seluruh aset yang disita merupakan bagian dari upaya negara merebut kembali kekayaan publik yang diduga dinikmati secara tidak sah.
Kasus dugaan korupsi ini berawal dari kebijakan pembagian tambahan 20.000 kuota haji 2024 yang diberikan kepada Indonesia setelah lobi diplomatik Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Arab Saudi.
Kuota tambahan ini sebenarnya ditujukan untuk mempercepat keberangkatan jemaah haji reguler yang antreannya bisa mencapai 20 tahun lebih. Namun dalam pelaksanaannya, pembagian kuota justru tidak dilakukan sesuai amanat Undang-Undang.
Sebelum tambahan diberikan, Indonesia memperoleh 221.000 kuota haji tahun 2024. Dengan tambahan 20.000, totalnya menjadi 241.000 kuota.
Namun:
10.000 dialokasikan untuk haji reguler,
10.000 lainnya diberikan untuk haji khusus.
Padahal, UU Haji menegaskan bahwa porsi kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional. Dengan skema pembagian era Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, porsi haji khusus justru meningkat menjadi 27.680 jemaah, jauh melampaui ketentuan.
Akibatnya fatal:
Sebanyak 8.400 jemaah reguler yang sudah menunggu lebih dari 14 tahun gagal berangkat, meski adanya tambahan kuota seharusnya memprioritaskan mereka.
KPK menduga penyimpangan kuota ini berkorelasi dengan praktik jual-beli kuota, mark-up layanan, atau transaksi ilegal lain yang merugikan negara dalam jumlah besar.
Bahkan KPK menyebut adanya indikasi awal kerugian negara hingga Rp 1 triliun.
Sejauh ini, KPK juga telah menyita uang dalam bentuk dolar, selain rumah dan kendaraan mewah yang diumumkan hari ini.
Belum Ada Tersangka: Tiga Nama Sudah Dicegah ke Luar Negeri
Meski penyidikan terus meluas dan penyitaan aset telah dilakukan, KPK menegaskan bahwa belum ada tersangka yang ditetapkan dalam perkara ini.
Namun penyidik telah mengeluarkan kebijakan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga tokoh kunci:
1. Yaqut Cholil Qoumas – mantan Menteri Agama
2. Ishfah Abidal Aziz – eks Staf Khusus Menteri Agama
3. Fuad Hasan Masyhur – bos penyelenggara haji khusus Maktour.
KPK menilai ketiganya memiliki informasi penting dan sangat dibutuhkan sebagai saksi dalam proses penyidikan.
“Pencegahan dilakukan karena mereka dibutuhkan sebagai saksi untuk penyidikan perkara tersebut,” jelas Budi.
Penyitaan rumah, mobil, hingga aset mewah lain menandakan bahwa:
Penyidik sudah menelusuri aliran uang dan menemukan jejak kuat yang mengarah pada dugaan penerimaan tidak sah.
Asset recovery mulai diprioritaskan, menandakan bahwa kerugian negara diperkirakan signifikan.
KPK berada pada fase penajaman sebelum penetapan tersangka.
Kasus ini juga memperlihatkan titik rawan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia: birokrasi yang panjang, ruang lobi yang luas, dan potensi perburuan rente dalam pengelolaan kuota.
Dengan temuan baru ini, bola panas kini semakin mendekati para pengambil kebijakan dan aktor-aktor yang menikmati keuntungan dari manipulasi kuota haji.






