KPK Ungkap Peran PJK3 dalam Skema Pemerasan Sertifikasi K3 di Kemnaker, Total Kerugian Capai Rp81 Miliar
Oleh Redaksi — Jumat, 29 Agustus 2025 12:17 WIB; ?>

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Jakarta, Moralita.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skema pemerasan yang terjadi dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sepanjang 2019–2025. Dalam kasus ini, Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) disebut menjadi perpanjangan tangan pihak Kemnaker untuk melakukan praktik pemerasan terhadap buruh dan perusahaan.
Plt. Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan modus operandi tersebut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8).
“Dalam perkara ini, konstruksinya adalah pihak Kemnaker menunjuk perusahaan jasa K3 sebagai kepanjangan tangan untuk melakukan pemerasan dalam proses pengurusan sertifikasi,” ujar Asep.
Menurut Asep, PJK3 memang ditunjuk secara resmi melalui surat keputusan (SK) dan pakta integritas untuk melaksanakan sertifikasi K3. Namun, dalam praktiknya, biaya pengurusan yang seharusnya hanya Rp275.000 per orang, melonjak hingga Rp6 juta, bahkan lebih di sejumlah daerah.
“Nah, dari biaya Rp275 ribu, itu kemudian naik menjadi Rp6 juta, bahkan di beberapa tempat ada yang lebih tinggi lagi,” ungkapnya.
Dana hasil pungutan tersebut, kata Asep, kemudian dibagi antara pihak PJK3 dan oknum pejabat Kemnaker. “PJK3 mendapat bagian tertentu, sisanya disetorkan kepada oknum di Kementerian Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Asep menegaskan, pihak yang paling dirugikan dalam praktik ini adalah buruh. “Yang diperas adalah rekan-rekan buruh kita. Mereka datang ke PJK3 untuk mengurus sertifikasi K3. Kadang, perusahaan yang mengurus secara kolektif, karena satu perusahaan harus memiliki sejumlah pekerja yang tersertifikasi. Tapi ujungnya, beban biaya ini tetap dirasakan oleh buruh,” jelasnya.
Ia juga menyoroti dampak lanjutan dari praktik pemerasan tersebut. Menurutnya, perusahaan yang terbebani biaya tinggi untuk pengurusan sertifikasi akhirnya kesulitan menambah kesejahteraan pekerjanya. “Pengeluaran perusahaan untuk sertifikasi ini menjadi beban tambahan, sehingga ruang untuk meningkatkan upah atau memberikan tambahan penghasilan kepada buruh semakin kecil. Padahal, sampai saat ini tidak ada kenaikan upah buruh yang signifikan,” tegasnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Sebanyak 9 orang berasal dari jajaran Kemnaker, sementara 2 lainnya dari pihak PJK3.
Mereka adalah:
- Irvian Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemnaker,
- Immanuel Ebenezer, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan,
- Gerry Aditya Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja,
- Subhan, Sub Koordinator Keselamatan Kerja Ditjen Bina K3,
- Anita Kusumawati, Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja,
- Fahrurozi, Direktur Binwasnaker dan K3,
- Hery Sutanto, Direktur Bina Kelembagaan,
- Sekarsari Kartika Putri, Sub Koordinator Kemnaker,
- Supriadi, Koordinator Kemnaker,
- serta dua pihak dari PT KEM Indonesia (salah satu PJK3), yakni Temurila dan Miki Mahfud.
Dari hasil penyidikan, Irvian Bobby Mahendro disebut berperan mengumpulkan uang hasil pemerasan dari PJK3 melalui perantara. Total nilai pungutan liar yang berhasil ditelusuri KPK mencapai Rp81 miliar.
KPK menegaskan akan terus mendalami aliran dana dan menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat.
Artikel terkait:
- KPK Periksa Lima Pejabat Pemkab Lamongan, Usut Dugaan Korupsi Proyek Gedung Senilai Rp151 Miliar
- KPK Periksa Muhammad Haniv dalam Kasus Dugaan Gratifikasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
- Divonis 3,5 Tahun Penjara, Hasto Kristiyanto Terbukti Terlibat Suap PAW Harun Masiku
- Telkom Dukung Penuh KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Digitalisasi SPBU
- Author: Redaksi
At the moment there is no comment