Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Pemberantasan Korupsi Sebagai Panglima
Oleh Redaksi — Senin, 20 Oktober 2025 04:53 WIB; ?>

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Jakarta, Moralita.com – Setahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, isu pemberantasan korupsi kembali menjadi salah satu pilar penting narasi pemerintahan.
Dalam berbagai kesempatan publik, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi klaim yang kini diuji lewat angka, praktik penegakan, dan dinamika institusional.
Dokumen riset lembaga NEXT Indonesia Research & Publications mencatat beberapa indikator kuantitatif yang dipakai untuk mengukur capaian penegakan hukum aparat penegak hukum dilaporkan memulihkan keuangan negara sebesar Rp 1,7 triliun, angka yang berasal dari rampasan hasil korupsi, pelelangan barang rampasan, serta penguasaan kembali kawasan hutan.
Dalam catatan yang sama, selama satu tahun terakhir tercatat 43 perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan estimasi kerugian negara yang ‘berhasil ditekan’ mencapai Rp 320,4 triliun. Angka-angka tersebut menjadi dasar empirik utama yang dipakai pendukung pemerintahan untuk mengklaim keberhasilan.
Komentar dari mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menyiratkan optimisme terukur menurut Yudi, tren pemberantasan korupsi di era Presiden Prabowo menunjukkan perbaikan. Ia menilai ada peningkatan kapabilitas aparat Polri, Kejaksaan, dan KPK yang mulai ‘menunjukkan taringnya’ dan berupaya bersinergi dalam operasi penindakan.
Dalam wawancara singkat, Yudi menekankan bahwa kini aparat mampu ‘menangani kasus-kasus besar’ sebagai contoh menyertakan penanganan perkara-perkara di PT Pertamina dan kasus yang menyeret nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim.
Di dimensi yang sama, Yudi juga menyinggung penyelidikan yang melibatkan pejabat lain: dugaan keterlibatan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, serta kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan yang disebut-sebut menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Meski demikian, Yudi mencatat ada catatan penting: KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus jual-beli kuota haji sebuah kekurangan yang tampak mengganggu narasi keberhasilan penuh. Namun, baginya, secara keseluruhan pemerintahan Prabowo tercatat kondusif terhadap upaya penegakan hukum.
“Tren penindakan juga semakin menaik termasuk lembaga penegak hukum baik Polri, Kejaksaan dan KPK mulai menunjukan tajinya untuk bersinergi dalam memberantas korupsi,” kata Yudi saat dihubungi, Minggu (19/10).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menggarisbawahi dimensi yang lebih taktis: ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi tak lagi semata-mata soal kuantitas perkara yang ditangani. Menurut Budi, fokus kini meluas pada optimalisasi pemulihan keuangan negara (asset recovery) dan pemilihan perkara berdampak sosial luas yang tidak hanya berorientasi pada angka kerugian negara, tetapi juga pada konsekuensi terhadap hajat hidup masyarakat.
Budi menegaskan perlunya strategi terintegrasi penindakan keras harus diimbangi pencegahan yang sistemik dan pendidikan antikorupsi yang berkelanjutan. Dalam praktik pencegahan, KPK terus memperkuat instrumen seperti pelaporan gratifikasi, kewajiban (LHKPN), dan pengukuran Indeks Integritas Nasional.
“Pencapaian dalam pemberantasan korupsi pada aspek penindakan tentu tidak hanya dari seberapa banyak perkara yang ditangani, namun juga bagaimana bisa mengoptimalkan pemulihan keuangan negaranya,” ujar Budi.
Di sisi lain, Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa peran Kejaksaan Agung tidak terikat semata pada pidana korupsi lembaganya juga menegakkan pidana umum dan melakukan reformasi hukum.
Burhanuddin menegaskan bahwa banyak perkara yang ditangani Kejaksaan memiliki dampak konkret terhadap kehidupan masyarakat bahkan ketika nilai materinya sudah mencapai triliunan rupiah. Ia menegaskan komitmen untuk menelisik perkara-perkara lama dan memastikan tidak ada pilih kasih dalam penegakan hukum.
“Kalau niatan kami sebenarnya, siapapun ya kita akan sentuh,” tegas Burhanuddin, seraya menyatakan bahwa ribuan perkara pidana umum telah ditangani dengan prinsip profesional dan adil.
Burhanuddin juga menggarisbawahi upaya kejaksaan untuk menyeimbangkan portofolio perkara bukan sekadar mengejar headline korupsi besar, melainkan juga menyentuh kasus yang berdampak langsung pada kesejahteraan publik.
Jika kita membaca narasi resmi dan komentar para aktor penegak hukum dari Yudi, Budi, hingga Burhanuddin terlihat dua hal sekaligus: (1) ada legitimasi teknokratis yang dibangun melalui angka-angka (pemulihan aset, jumlah perkara, estimasi kerugian); (2) terdapat upaya institusional untuk memperluas legitimasi lewat fokus pada kasus berdampak sosial.
Catatan Redaksi:
1. Sumber dan metodologi angka, Klaim pemulihan Rp 1,7 triliun dan estimasi pengurangan kerugian Rp 320,4 triliun perlu diverifikasi metodologinya apa yang dihitung, periode acuan, dan kriteria ‘pemulihan’ yang dipakai NEXT Indonesia Research & Publications. Tanpa keterbukaan metodologis, angka-angka mudah dipolitisasi.
2. Output vs outcome, Banyak indikator penegakan hukum bersifat input/output (jumlah perkara, nilai aset). Ukuran keberhasilan jangka panjang harus mengukur outcome mis. penurunan praktik koruptif sistemik, perbaikan layanan publik, dan peningkatan kepercayaan publik.
3. Integrasi fungsi penindakan-pencegahan, Klaim KPK tentang strategi terintegrasi tepat secara normatif; implementasinya menuntut indikator terukur untuk pencegahan (mis. penurunan laporan gratifikasi, kepatuhan LHKPN).
4. Politik penegakan, Penegakan hukum yang efektif harus bebas dari selektivitas politik. Pernyataan Kejagung soal ‘siapapun akan disentuh’ menuntut pemantauan publik agar janji itu menjadi praktik, bukan sekadar legitimasi retoris.
Artikel terkait:
- Heboh Cocoklogi Ojol Undangan Gibran Diduga Kader PSI, Kokok Dirgantoro Klarifikasi
- Marak Pengibaran Bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80, Gibran Diduga Dalang di Balik Fenomena Pop Culture Politik
- Prabowo Terbitkan Inpres 1/2025, Intruksikan Kepala Daerah Pangkas Tim dan Perjalanan Dinas
- PBNU Siap Kontribusi Program Makan Siang Gratis Pemerintah 2025
- Author: Redaksi
At the moment there is no comment