Senin, 13 Okt 2025
light_mode
Home » Ekonomi » Pernyataan Sri Mulyani Samakan Pajak dengan Zakat dan Wakaf Tuai Kritik

Pernyataan Sri Mulyani Samakan Pajak dengan Zakat dan Wakaf Tuai Kritik

Oleh Redaksi — Sabtu, 16 Agustus 2025 10:37 WIB

Jakarta, Moralita.com – Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menyebut bahwa membayar pajak memiliki nilai kemuliaan yang setara dengan menunaikan zakat dan wakaf menuai kritik dari sejumlah kalangan. Ungkapan tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Rabu (13/8).

Salah satu pihak yang menyoroti pernyataan tersebut adalah peneliti media dan politik, Buni Yani. Melalui akun Facebook pribadinya, ia mengingatkan agar Sri Mulyani berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang menyentuh ranah agama, terlebih terkait perbedaan mendasar antara zakat dan pajak.

“Zakat dan pajak adalah dua hal berbeda,” tulis Buni Yani dalam unggahannya, Jumat (15/8/2025).

Ia menilai, pernyataan Menkeu berpotensi menimbulkan salah pemahaman di tengah masyarakat. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Sri Mulyani lebih mendalami ajaran agama, termasuk dengan mengaji dan berdiskusi bersama para ulama untuk memahami konsep zakat.

Baca Juga :  Menteri ESDM dan Menkeu Bahas Optimalisasi PNBP dan Percepatan Elektrifikasi Desa

“Zakat dan pajak tidak bisa disamakan karena berasal dari dua konsep yang sangat berbeda,” tambahnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa pajak pada dasarnya memiliki esensi yang sejalan dengan zakat dan wakaf, yakni sebagai instrumen untuk menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan.

“Dalam setiap rezeki dan harta yang kita peroleh terdapat hak orang lain. Cara menyalurkan hak orang lain itu bisa melalui zakat, bisa melalui wakaf, dan bisa pula melalui pajak. Pajak kemudian dikelola negara untuk dikembalikan kepada masyarakat yang membutuhkan,” kata Sri Mulyani.

Baca Juga :  Pemerintah Terbitkan Kangaroo Bond Perdana Senilai AUD 800 Juta untuk Perluas Basis Investor Internasional

Ia menjelaskan, penerimaan pajak digunakan untuk membiayai berbagai program pemerintah, khususnya yang menyasar kelompok menengah ke bawah. Mulai dari bantuan sosial, layanan kesehatan gratis, hingga subsidi di sektor pendidikan dan pertanian.

“Kami menyalurkan Program Keluarga Harapan kepada 10 juta keluarga tidak mampu, bahkan ada tambahan bantuan sembako untuk 18 juta keluarga. Bagi pelaku UMKM yang belum mampu, pemerintah menyediakan akses permodalan dengan subsidi agar beban biaya mereka lebih ringan. Bahkan skema pembiayaannya dapat disusun sesuai prinsip syariah,” jelasnya.

Pernyataan Sri Mulyani tersebut memicu perdebatan publik. Sebagian menilai maksud Menkeu adalah menekankan pentingnya kesadaran kolektif dalam berbagi demi kesejahteraan sosial, sementara pihak lain menganggap penyamaan istilah antara zakat dan pajak tidak tepat secara teologis.

Baca Juga :  Ribuan Warga Jombang Protes Kenaikan PBB P2 hingga 1.202%, Ada yang Bayar Pakai Koin Satu Galon

Debat ini sekaligus menegaskan adanya sensitivitas tinggi dalam mengaitkan konsep keuangan negara dengan ajaran agama, terutama bagi masyarakat Muslim yang memandang zakat sebagai ibadah mahdhah dengan aturan syariat yang baku.

  • Author: Redaksi

Tulis Komentar Anda (0)

At the moment there is no comment

Please write your comment

Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) are required

expand_less