Dinonaktifkan Partai, 5 Anggota DPR Tetap Sah Secara Hukum
Oleh Redaksi — Senin, 1 September 2025 08:46 WIB; ?>

Lima anggota DPR RI periode 2024–2029 dinonaktifkan oleh partai politik masing-masing.
Jakarta, Moralita.com – Lima anggota DPR RI periode 2024–2029 dinonaktifkan oleh partai politik masing-masing setelah pernyataan kontroversial mereka memicu kemarahan publik hingga berujung aksi massa. Mereka adalah Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (PAN), Surya Utama alias Uya Kuya (PAN), Ahmad Sahroni (NasDem), Nafa Urbach (NasDem), dan Adies Kadier (Golkar).
Namun, pertanyaan publik kini mengemuka: apakah istilah “dinonaktifkan” memiliki dasar hukum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 (yang telah diubah dengan UU No. 13 Tahun 2019)?
Tidak Ada Istilah “Nonaktif” dalam UU MD3
Berdasarkan ketentuan UU MD3, status anggota DPR hanya dapat diberhentikan melalui tiga mekanisme resmi, yaitu:
- Pemberhentian Antarwaktu (PAW)
- Karena meninggal dunia
- Karena mengundurkan diri
- Karena diberhentikan oleh partai politik
- Penggantian Antarwaktu (PAW)
- Keputusan ini sepenuhnya berada di tangan partai politik sesuai aturan internal mereka.
- Pemberhentian Sementara
- Jika menjadi terdakwa dalam tindak pidana umum dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun.
- Jika menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.
Dengan demikian, istilah “dinonaktifkan” tidak tercantum dalam UU MD3 dan tidak berdampak langsung pada status hukum anggota DPR.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa penonaktifan kader DPR hanya sebatas kebijakan internal partai.
“Bukan mekanisme hukum yang berdampak langsung pada status keanggotaan parlemen. Mereka masih sah sebagai anggota DPR dengan seluruh hak dan kewajiban, termasuk menerima gaji dan fasilitas,” ujar Titi.
Menurutnya, demi menjaga marwah pribadi dan kredibilitas partai, anggota DPR yang bersangkutan sebaiknya memilih mengundurkan diri secara sukarela.
“Itu lebih terhormat, memberi kepastian hukum, sekaligus sikap etis dan tanggung jawab kepada publik,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menilai penonaktifan bukanlah solusi ideal.
“Kalau hanya untuk meredam kemarahan publik, ini sekadar langkah keterpaksaan. Namun saya mengapresiasi respons cepat parpol karena bisa menjadi momentum perbaikan,” ungkapnya.
Dengan tidak adanya mekanisme “nonaktif” dalam UU MD3, kelima anggota DPR tersebut tetap berstatus sah sebagai wakil rakyat. Mereka masih berhak hadir dalam sidang, menerima gaji, serta menggunakan fasilitas yang melekat pada jabatannya.
Langkah partai menonaktifkan kader di DPR pada dasarnya lebih bernuansa politik dan etik, bukan hukum tata negara.
Penonaktifan anggota DPR oleh partai politik tidak otomatis menghapus status keanggotaan mereka di parlemen. Jika ingin menghentikan secara sah, mekanisme PAW atau pemberhentian resmi harus ditempuh sesuai UU MD3.
Artikel terkait:
- Anggota DPR Nonaktif Tetap Terima Gaji, Said Abdullah: Secara Teknis Tidak Bisa Dihentikan
- NasDem Geser Ahmad Sahroni dari Pimpinan Komisi III DPR, Digantikan Rusdi Masse
- PAN Targetkan 8 Kursi DPR RI dari Jatim, Sekjen Eko Patrio Pimpin Konsolidasi DPW Perdana
- Prabowo Kumpulkan Pimpinan Partai di Istana, Bahas Gejolak Demonstrasi dan Sikap DPR
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar