Beranda Daerah Analisis Pengamat Kinerja APBD Kabupaten Ponorogo 2025 Parah! Pasca Bupati-Sekda Kena OTT KPK 
Daerah

Analisis Pengamat Kinerja APBD Kabupaten Ponorogo 2025 Parah! Pasca Bupati-Sekda Kena OTT KPK 

Kantor Bupati Ponorogo.

Ponorogo, Moralita.com –  Kondisi fiskal Pemerintah Kabupaten Ponorogo memasuki fase kritis. Berdasarkan data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Kemenkeu per 18 November 2025, realisasi APBD menunjukkan performa yang jauh di bawah standar kinerja daerah sehat.

Dari total APBD sebesar Rp 2,48 triliun, realisasi pendapatan baru mencapai 51,82 persen, sementara belanja daerah baru 54,31 persen. Yang paling memprihatinkan, belanja modal indikator utama pembangunan fisik dan infrastruktur baru terealisasi 26,97 persen, angka yang dikategorikan sangat rendah untuk bulan November.

Pengamat dan juga Ketua DPD FKI-1, Wiwit Hariyono, yang selama ini aktif mengamati tata kelola pemerintahan daerah, menilai kondisi APBD Kabupaten Ponorogo bukan sekadar persoalan teknis, melainkan indikasi kuat kegagalan tata kelola pemerintahan.

Bukan Sekadar Serapan Rendah, Ini Paralisis Birokrasi

Menurut Wiwit, stagnasi belanja modal Ponorogo menunjukkan bahwa mesin birokrasi berhenti bergerak.

“Belanja modal 26 persen di bulan November adalah kegagalan struktural. Ini bukan sekadar lambat, tetapi menunjukkan adanya paralisis birokrasi. Pemerintah daerah tidak bekerja secara normal,” tegas Wiwit kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).

Baca Juga :  Kronologi Tiga Klaster Korupsi Menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Jadi Tersangka KPK
Analisis Pengamat Kinerja APBD Kabupaten Ponorogo 2025 Parah! Pasca Bupati-Sekda Kena OTT KPK 
Wiwit Hariyono, Ketua DPD Ormas FKI-1.

Dia menilai ada dua penyebab utama:

1. Krisis kepemimpinan akibat situasi hukum yang membayangi elite Pemkab Ponorogo pasca OTT KPK yang menyeret Bupati, Sekda, Dirut RSUD dan circlenya.

2. Lemahnya perencanaan dan pengadaan, sehingga banyak proyek tertunda bahkan tidak berjalan

“Ketika kepala daerah terseret kasus hukum dan lingkungan birokrasi dipenuhi rasa takut mengambil keputusan, yang terjadi adalah berhentinya roda pemerintahan. Pembangunan menjadi korban pertama,” ungkapnya.

Retribusi Anjlok 40 Persen, BUMD Tak Produktif

FKI-1 juga menyoroti kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya mencapai 54,40 persen, dengan dua komponen kritis:

  • Retribusi Daerah hanya 40,36 persen
  • Pengelolaan kekayaan daerah 0,09 persen nyaris nol

Wiwit menyebut hal ini sebagai tanda adanya:

  • Kebocoran pendapatan
  • Ketiadaan inovasi pendapatan
  • Kemandekan BUMD Kabupaten Ponorogo

“Kalau retribusi hanya 40 persen, itu bukan sekadar target yang tidak tercapai itu alarm keras. Ada potensi kebocoran, lemahnya pengawasan, atau bahkan moral hazard,” ujar Wiwit.

Baca Juga :  KPK Dalami Cara Sekda Ponorogo Langgeng 12 Tahun, Apakah Jalur Suap Jabatan dan Fee Proyek?
Analisis Pengamat Kinerja APBD Kabupaten Ponorogo 2025 Parah! Pasca Bupati-Sekda Kena OTT KPK 
Postur APBD Kabupaten Ponorogo per 18 November 2025. Sumber: Data SIKD Kemenkeu.

Pinjaman Daerah Rp 100 Miliar Tidak Terserap Sama Sekali

Data APBD juga menunjukkan pinjaman daerah sebesar Rp 100 miliar sama sekali belum direalisasikan.

Menurut Wiwit, kondisi ini “tidak normal” karena pinjaman seharusnya digunakan untuk percepatan pembangunan.

“Jika pinjaman sudah disetujui tetapi tidak dipakai, itu menandakan dokumen teknis tidak siap atau pejabatnya tidak berani memutuskan. Dua-duanya berbahaya,” katanya.

TKDD Baru 50 Persen: Dokumen Lambat, Pemerintahan Tersendat

Transfer ke daerah (TKDD) yang biasanya terserap rutin juga baru mencapai 50,63 persen. FKI-1 menilai ada kelemahan dalam:

  • Penyiapan dokumen pencairan
  • Administrasi OPD
  • Konsolidasi lintas OPD

“Jika TKDD saja setengah jalan, itu berarti unit teknis di Pemkab Ponorogo tidak efektif. Banyak OPD tidak mampu mengeksekusi anggaran,” jelas Wiwit.

Dampak Langsung ke Masyarakat: Infrastruktur Mandek, Layanan Publik Menurun

Belanja modal rendah berarti:

  • Jalan-jalan tidak terbangun
  • Irigasi tidak diperbaiki
  • Fasilitas pelayanan publik tertunda
  • Ekonomi lokal tidak bergerak
Baca Juga :  Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024 Diundur ke Maret 2025

Wiwit menyebut kondisi ini mengancam kesejahteraan masyarakat secara langsung.

“Ketika pembangunan mandek, kesempatan ekonomi hilang, dan perekonomian masyarakatlah yang menanggung akibatnya,” tegasnya.

Rekomendasi FKI-1: Audit Khusus dan Reformasi Total Sistem Penganggaran

Wiwit mengajukan lima rekomendasi strategis:

1. Audit Belanja Modal oleh BPKP & Inspektorat
Untuk mengetahui penyebab utama, apakah ada unsur pidana atau maladministrasi.

2. Lelang harus dimulai di triwulan pertama
Agar tidak terjadi keterlambatan kronis.

3. Evaluasi Bappeda, PUPR, BPKAD, dan OPD terkait
Karena lambatnya perencanaan berasal dari OPD kunci ini.

4. Optimalisasi PAD dengan reformasi total sistem retribusi

5. Penguatan kepemimpinan birokrasi
Agar tidak terjadi stagnasi akibat tekanan politik maupun hukum.

Ini Momentum Bersih-bersih

Menutup analisisnya, Wiwit menegaskan bahwa kondisi Kabupaten Ponorogo harus dijadikan momentum perbaikan menyeluruh.

APBD adalah instrumen pembangunan, bukan dokumen formalitas. Jika serapannya rendah, itu berarti pemerintah gagal menghadirkan kesejahteraan.

“Saat inilah momentum Kabupaten Ponorogo melakukan bersih-bersih internal,” pungkasnya.

 

Sebelumnya

KPK Sita Rumah Mewah, Mobil Mazda CX-3, dan Dua Vespa dari Dugaan Korupsi Kuota Haji

Selanjutnya

Pengkhianatan PAD! OPD Berjamaah Abaikan Arahan Bupati Mojokerto, Pajak Bocor Ke Daerah Lain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita
Bagikan Halaman