Wamendagri Kepemimpinan Ibarat Konduktor, Berlandaskan Kompetensi, Seni, dan Intuisi
Oleh Redaksi Moralita — Rabu, 19 Februari 2025 01:44 WIB; ?>

Wamendagri, Bima Arya Sugiarto dalam acara Leader Forum Jakarta dengan tema "Membangun Sumber Daya Manusia Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang Berkualitas Menuju Kota Global" di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (18/2).
Jakarta, Moralita.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa seorang pemimpin harus berperan layaknya seorang konduktor dalam sebuah orkestra, yang bekerja dengan sepenuh hati dan mengharmonisasikan berbagai elemen pemerintahan.
Pernyataan tersebut disampaikan Bima saat menjadi narasumber dalam acara Leader Forum Jakarta yang mengusung tema ‘Membangun Sumber Daya Manusia Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang Berkualitas Menuju Kota Global’ di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (18/2).
“Kepemimpinan sejatinya dapat diibaratkan sebagai seorang konduktor yang bertopang pada tiga aspek utama, yakni kompetensi, seni, dan intuisi,” ujar Bima dalam keterangannya di Jakarta.
Lebih lanjut, Bima menjelaskan bahwa kompetensi merupakan aspek krusial yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kompetensi memungkinkan seorang pemimpin memahami risiko dari setiap kebijakan yang diambil serta merancang strategi yang efektif untuk mencapai tujuan pemerintahan.
“Pemimpin yang berkompeten dapat dengan tegas menyatakan ke mana arah pembangunan kota, metode yang digunakan, jalur yang akan ditempuh, serta turut terlibat langsung dalam proses implementasi kebijakan,” jelasnya.
Selain kompetensi, Bima juga menyoroti pentingnya seni dalam kepemimpinan, terutama dalam menyeimbangkan ketegasan dan rasa kasih sayang. Menurutnya, kepemimpinan yang hanya mengandalkan kasih sayang tanpa ketegasan akan lemah, sementara ketegasan tanpa kasih sayang justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
“Saya banyak belajar bagaimana mengombinasikan ketegasan dengan kasih sayang. Kasih sayang yang tidak disertai ketegasan akan melemahkan kepemimpinan, sedangkan ketegasan tanpa kasih sayang adalah bentuk kezaliman,” ungkap Bima.
Sebagai contoh, Bima mengapresiasi gaya kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, yang dikenal dengan ketegasan dan keberaniannya dalam mengambil kebijakan.
“Ali Sadikin merupakan figur legendaris yang kisah kepemimpinannya tetap relevan hingga kini. Ketegasannya dalam mengambil keputusan adalah sesuatu yang patut diteladani,” tambahnya.
Selain kompetensi dan seni, Bima menekankan bahwa intuisi juga menjadi aspek fundamental dalam kepemimpinan. Intuisi memungkinkan pemimpin untuk menciptakan kebijakan yang selaras dengan kondisi sosial dan mampu membangun sinergi di lingkungan pemerintahan.
“Jika seorang pemimpin tidak memiliki seni, maka tidak akan tercipta harmoni. Sebaliknya, tanpa intuisi, kebijakan yang dihasilkan tidak akan selaras dan sinergis,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bima juga menyampaikan apresiasi atas kinerja Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, yang dinilainya memiliki dedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya.
“Terima kasih atas kerja keras yang telah dilakukan. Meskipun masa jabatan ini berlangsung singkat, semoga estafet kepemimpinan dapat dilanjutkan dengan baik oleh Gubernur yang baru,” tutup Bima.
Acara Leader Forum Jakarta ini menjadi momentum penting dalam mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta, guna mewujudkan Jakarta sebagai kota berkelas dunia dengan kepemimpinan yang berorientasi pada kompetensi, harmoni, dan sinergi.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment