Empat Tersangka Korupsi Chromebook Kemendikbudristek Ditetapkan Kejaksaan Agung, Dua Ditahan
Oleh Redaksi Moralita — Rabu, 16 Juli 2025 07:40 WIB; ?>

Direktur Penyidikan JAM Pidsus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7).
Jakarta, Moralita.com – Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk periode 2019–2022.
Empat tersangka tersebut yakni Ibrahim Arief (mantan Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah), Mulatsyah (mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur Sekolah Dasar), dan Jurist Tan (mantan Staf Khusus Menteri Nadiem Makarim).
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan keempat individu tersebut sebagai tersangka,” ujar Direktur Penyidikan JAM Pidsus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7).
Dari keempat tersangka, dua di antaranya—yakni Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih—langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan dan dititipkan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Sementara itu, tersangka Ibrahim Arief tidak ditahan secara fisik, melainkan dikenakan tahanan kota lantaran kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan akibat penyakit jantung kronis. Adapun tersangka Jurist Tan hingga saat ini belum dapat dilakukan penahanan karena diketahui berada di luar negeri.
Abdul Qohar menjelaskan bahwa selama periode 2020–2022, Kemendikbudristek menggelar program pengadaan perangkat TIK untuk jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total nilai anggaran mencapai Rp9,3 triliun. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan ke satuan pendidikan di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Pengadaan tersebut mencakup distribusi sekitar 1,2 juta unit laptop berbasis sistem operasi Chrome OS (Chromebook), yang ditujukan untuk meningkatkan akses pendidikan digital, termasuk bagi wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun dalam pelaksanaannya, para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan merekayasa petunjuk pelaksanaan (juklak) agar pengadaan TIK secara spesifik mengarah pada satu jenis produk, yakni Chromebook berbasis Chrome OS. Langkah tersebut tidak hanya menyalahi prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara karena sistem tersebut dianggap tidak sesuai untuk kebutuhan infrastruktur di wilayah 3T.
“Petunjuk pelaksanaan yang disusun mengarahkan pada produk tertentu dan tidak mempertimbangkan kondisi geografis serta infrastruktur di wilayah 3T. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya tujuan utama pengadaan,” jelas Qohar.
Jeratan Hukum Berat
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan berbagai pasal dalam peraturan perundang-undangan, antara lain:
- Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021,
- Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
- Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan
- Pasal 1 angka 14 jo Pasal 42 ayat (1) jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlanjut untuk mengusut tuntas pihak-pihak lain yang terlibat, serta memastikan pertanggungjawaban hukum atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan.
- Author: Redaksi Moralita
At the moment there is no comment