Rabu, 10 Sep 2025
light_mode
Beranda » News » Pakar Hukum Pidana UMY : Vonis 4,5 Tahun untuk Tom Lembong Dinilai Mengoyak Rasa Keadilan Publik

Pakar Hukum Pidana UMY : Vonis 4,5 Tahun untuk Tom Lembong Dinilai Mengoyak Rasa Keadilan Publik

Oleh Redaksi Moralita — Jumat, 25 Juli 2025 16:11 WIB

Jakarta, Moralita.com Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang dikenal luas sebagai Tom Lembong, dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta oleh majelis hakim dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait impor gula. Putusan ini menuai sorotan luas, lantaran dalam amar putusan disebutkan bahwa Tom Lembong tidak menikmati keuntungan dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Menanggapi vonis tersebut, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Assoc. Prof. Dr. M. Endriyo Susila, S.H., MCL., Ph.D., menyatakan keterkejutannya sekaligus menyampaikan kritik tajam terhadap substansi putusan.

“Putusan pemidanaan terhadap Tom Lembong ini sangat mengejutkan. Jika kita meminjam istilah dari dunia medis, prognosis kasus ini seharusnya berujung pada putusan vrijspraak atau bebas murni. Namun kenyataannya, palu hakim justru mengetuk hukuman penjara,” ujar Endriyo saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp, Rabu (23/7).

Menurut Endriyo, vonis ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat. Ia menilai bahwa reaksi publik, termasuk respons negatif dari tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi, merupakan cerminan dari terganggunya public sense of justice atas putusan tersebut.

Baca Juga :  Polres Bojonegoro Selidiki Dugaan Pungli Perizinan Toko Modern, Dua Pejabat Pemkab Dipanggil

Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyangkut perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum hingga menimbulkan kerugian negara.

Pemberian izin impor gula oleh Tom kepada sejumlah perusahaan swasta dinilai merugikan keuangan negara karena seharusnya keuntungan dari kegiatan tersebut dapat dinikmati oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lebih jauh, pemberian izin ini disebut dilakukan secara sepihak tanpa koordinasi lintas kementerian, sehingga dianggap memenuhi unsur delik korupsi oleh majelis hakim.

Namun, Endriyo berpandangan bahwa unsur niat jahat (mens rea) sebagai dasar moral pemidanaan tampak lemah dalam kasus ini. “Tom Lembong tidak menikmati keuntungan, dan tindakannya tidak didorong oleh motif pribadi. Ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam menentukan derajat kesalahan dan layak tidaknya seseorang dijatuhi hukuman,” paparnya.

Baca Juga :  Kejaksaan Agung: Dugaan Korupsi Chromebook Kemendikbudristek Rugikan Negara Rp1,98 Triliun

Endriyo juga menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia yang ia nilai mengalami kemerosotan serius. Ia menyebutkan bahwa institusi penegak hukum kian rentan digunakan sebagai alat politik, serta sistem peradilan yang semestinya menjunjung tinggi keadilan kini tampak menjadi komoditas kekuasaan.

“Jika tren ini terus berlanjut, penegakan hukum terhadap figur publik bukan hanya tidak akan efektif, tetapi berpotensi menjadi alat kriminalisasi atau bahkan salah sasaran,” tegasnya.

Terkait langkah hukum lanjutan, Endriyo menjelaskan bahwa pihak Tom Lembong memiliki ruang untuk mengajukan upaya hukum berupa banding. Hasil banding, menurutnya, sangat bergantung pada sudut pandang dan cara berpikir majelis hakim di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.

“Jika cara memahami kasus ini tetap sama seperti majelis hakim di tingkat pertama, maka kemungkinan besar hasilnya tidak berubah. Namun, jika ada pendekatan baru dalam menilai fakta dan bukti, putusan bisa saja berbeda,” katanya.

Baca Juga :  Kejari Bojonegoro Naikkan Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa Drokilo ke Tahap Penyidikan: Sinyal Kuat Lemahnya Akuntabilitas di Tingkat Desa

Endriyo juga menilai bahwa meski nantinya Tom harus menjalani masa hukuman dan menyandang status sebagai mantan narapidana, kariernya tidak harus berakhir. Ia meyakini masyarakat masih memandang kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi politik, bukan kejahatan murni yang lahir dari niat koruptif.

“Setelah bebas, Tom Lembong tetap dapat melanjutkan kiprahnya. Publik cenderung melihatnya sebagai korban dari sistem, bukan pelaku kejahatan yang sesungguhnya,” pungkas Endriyo.

Tim kuasa hukum Tom Lembong telah menyatakan akan menempuh langkah banding. Proses hukum selanjutnya akan menjadi penentu akhir dalam pengujian putusan ini, sekaligus menjadi cerminan arah reformasi hukum dan keadilan di Indonesia.

  • Penulis: Redaksi Moralita

Tulis Komentar Anda (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less