Gelombang Unjuk Rasa Dinilai Bermuatan Politik, Diduga Bagian dari Skenario Menjatuhkan Presiden Prabowo
Oleh Redaksi — Sabtu, 30 Agustus 2025 07:53 WIB; ?>

Media internasional menyoroti aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Indonesia pada Kamis (28/8).
Jakarta, Moralita.com – Gelombang aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di Jakarta dan sejumlah daerah dinilai tidak sepenuhnya lahir sebagai ekspresi spontan masyarakat. Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menduga rangkaian kericuhan tersebut merupakan bagian dari skenario politik yang digerakkan oleh kelompok tertentu yang ia sebut sebagai Geng Solo, dengan tujuan melemahkan, bahkan menjatuhkan Presiden Prabowo Subianto.
“Ketika Prabowo jatuh, Gibran yang naik. Walaupun Prabowo didukung mayoritas koalisi di DPR, sebagian partai masih loyal kepada Jokowi. Di lapangan, rakyat diprovokasi untuk bertindak anarkis,” ujar Muslim kepada RMOL, Jumat (29/8).
Menurut Muslim, aksi demonstrasi yang awalnya muncul dari penolakan publik terhadap besaran tunjangan dan fasilitas anggota DPR, sejatinya merupakan pintu masuk bagi pihak tertentu untuk memicu instabilitas politik. Aksi yang berlangsung damai pada awalnya kemudian berubah menjadi ricuh, hingga menimbulkan korban jiwa.
Puncak kericuhan terjadi pada Kamis malam (28/8), ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis Brimob. Peristiwa tragis tersebut memicu gelombang kemarahan baru di tengah masyarakat.
“Polisi memang segera menyampaikan permintaan maaf, menahan awak kendaraan untuk diproses hukum, dan Presiden Prabowo juga menyatakan belasungkawa serta memerintahkan investigasi terbuka. Namun insiden ini tidak bisa dipandang sekadar peristiwa lapangan, melainkan bagian dari koreografi politik yang dirancang untuk meruntuhkan citra Prabowo,” tegas Muslim.
Ia menambahkan, meskipun Joko Widodo sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, pengaruh jaringan politiknya masih aktif bekerja di pemerintahan saat ini.
Muslim mengidentifikasi adanya pola sederhana namun berbahaya dalam dinamika politik terkini: DPR melempar isu sensitif terkait kebijakan tunjangan, aparat tampil represif hingga menimbulkan korban, lalu kemarahan publik diarahkan langsung kepada Presiden Prabowo.
“Narasi yang lahir dari situasi ini berpotensi melemahkan legitimasi pemerintah, sekaligus membuka ruang bagi suksesi kekuasaan lebih cepat dari yang seharusnya,” pungkas Muslim.
Artikel terkait:
- Presiden Prabowo Anugerahkan Pangkat Jenderal Kehormatan Bintang Empat kepada Lima Tokoh Nasional
- KPK Geledah Rumah Hasto Kristiyanto, PDIP Sebut Sebagai Serangan Politik Jelang HUT Partai
- Puluhan Ribu Buruh Gelar Aksi Nasional 28 Agustus: Tuntut Upah Layak, Hapus Outsourcing, dan Reformasi Pajak
- Presiden Prabowo Tegaskan Penghapusan Sistem Outsourcing, Menaker: Akan Jadi Dasar Penyusunan Aturan Baru
- Penulis: Redaksi
Saat ini belum ada komentar