Pengkhianatan PAD! OPD Berjamaah Abaikan Arahan Bupati Mojokerto, Pajak Bocor Ke Daerah Lain
Mojokerto, Moralita.com – Di tengah penurunan Transfer ke Daerah (TKD) ke Kabupaten Mojokerto dari pemerintah pusat pada tahun anggaran 2026 yang dipangkas sebesar Rp 281 miliar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto dinilai belum mampu menyesuaikan strategi fiskalnya.
Kritik keras dilontarkan Ketua DPD FKI-1 Mojokerto, Wiwit Hariyono, yang menyoroti sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masih memilih menggelar kegiatan di hotel dan restoran di luar wilayah Kabupaten Mojokerto.
Salah satu contoh paling mencolok adalah kegiatan Bagian Pembangunan Setda di Ayola Hotel, serta kegiatan Bagian Perencanaan & Keuangan Setda yang dilaksanakan di Lynn Hotel Kota Mojokerto.
Menurut Wiwit, pola belanja semacam ini merupakan pengkhianatan terhadap kondisi keuangan daerah, juga menimbulkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak hotel dan restoran.
“Ini kontradiktif. Sumber dana dari APBD Kabupaten Mojokerto, tapi pajak PAD-nya justru mengalir ke daerah tetangga. Dalam kondisi fiskal yang sedang menurun, pola seperti ini adalah bentuk inefisiensi anggaran,” tegas Wiwit kepada Moralita.com Rabu (19/11/2025).
PAD Bocor, Ekonomi Lokal Tertahan, dan Sektor Hospitality Tidak Berkembang
Menurut Wiwit, penurunan TKD semestinya menjadi sinyal bagi Pemkab Mojokerto untuk memperkuat sumber PAD internal. Pajak hotel dan restoran merupakan komponen strategis PAD yang langsung berkaitan dengan aktivitas belanja OPD di wilayah Kabupaten Mojokerto.
Namun kenyataannya, kegiatan OPD yang digelar di luar wilayah kabupaten membuat potensi PAD justru mengalir ke daerah lain, menahan pertumbuhan ekonomi lokal, dan tidak memberi dampak bagi pelaku usaha lokal.
“Secara logika fiskal, ini keputusan OPD yang mengabaikan arahan Gus Bupati. Kegiatan didanai APBD Kabupaten, tetapi penerimaan pajaknya masuk ke daerah lain. Ini kebocoran PAD potensial lho,” tambahnya.
Wiwit menilai, pola belanja seperti ini berpotensi menyebabkan:
- PAD Kabupaten Mojokerto stagnan
- Sektor perhotelan dan restoran lokal tidak berkembang
- Perputaran ekonomi di wilayah kabupaten melemah
- Kebijakan fiskal Bupati tidak dilakukan tingkat OPD
Masalah Tata Kelola: Tidak Ada Regulasi, Tidak Ada Kendali
Dari perspektif tata kelola pemerintahan (governance), Wiwit menyoroti tidak adanya regulasi yang mengatur agar kegiatan OPD harus dilaksanakan di wilayah Kabupaten Mojokerto.
“Jika seperti ini Gus Bupati tegas membuat Perbup agar seluruh OPD mendukung optimalisasi PAD, bukan OPD malah bertindak kontraproduktif,” ujarnya.
Wiwit menilai tidak adanya regulasi membuka ruang bagi OPD untuk mengambil keputusan berdasarkan preferensi masing-masing, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap PAD.
Lebih jauh, Wiwit menyebut tidak menutup kemungkinan adanya faktor take and gift yang lebih menggiurkan dalam penentuan lokasi kegiatan OPD diluar wilayah kabupaten .
“Preferensi personal, budaya birokrasi lama, relasi take and gift dengan pengelola hotel tertentu, hingga potensi cashback panitia bisa menjadi faktor penentu OPD memilih tempat di luar daerah sendiri,” tegas Wiwit.
Ia juga mengkritik ketimpangan sikap OPD dan beban pajak yang ditanggung masyarakat Kabupaten Mojokerto.
“Ketika masyarakat diperas dioptimalkan pajaknya, ASN justru membelanjakan APBD ke luar daerah. Jangan salahkan masyarakat kalau akhirnya malas bayar pajak,” sindirnya.
Untuk menghentikan potensi kebocoran PAD dan menyesuaikan strategi fiskal dengan kondisi keuangan daerah, Wiwit mendesak Bupati Mojokerto mengambil langkah konkret:
1. Menerbitkan Perda/Perbup atau Surat Edaran (SE) Bupati yang mewajibkan OPD melakukan kegiatan di wilayah Kabupaten Mojokerto.
2. Mengintegrasikan kebijakan tersebut dalam SIRUP dan RKA, sehingga usulan kegiatan tidak bisa disetujui tanpa justifikasi lokasi.
3. Menyusun daftar hotel, restoran, dan fasilitas lokal sebagai lokasi resmi kegiatan OPD.
4. Menginstruksikan Inspektorat mengaudit kegiatan OPD yang digelar di luar wilayah kabupaten.
5. Mendorong peningkatan kualitas layanan hotel dan restoran lokal agar OPD tidak memiliki alasan teknis untuk memilih lokasi di luar daerah.
“Setiap rupiah APBD harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat Kabupaten Mojokerto, bukan daerah lain,” lontarnya.
Tes Ombak Pembangkangan OPD terhadap Bupati Mojokerto
Wiwit juga menyebut bahwa pola belanja OPD ini menjadi indikator minimnya disiplin birokrasi terhadap arahan Bupati Mojokerto.
“Ini seperti tes ombak. OPD ingin tahu apakah Gus Bupati tegas atau tidak. Jika tidak ada tindakan tegas, sudah bisa dipastikan OPD akan nyaman melanggar arahan lainnya,” ujarnya.
Respons Bupati Mojokerto: Komitmen Ada, tetapi Regulasi Belum
Menanggapi kritik tersebut, Bupati Mojokerto Muhamad Albarraa (Gus Barra) menyatakan dirinya sepakat seluruh kegiatan OPD seharusnya dilaksanakan di wilayah kabupaten sendiri.
“Pada prinsipnya saya sepakat kegiatan pemda dilaksanakan di daerah kabupaten agar roda ekonomi berputar di daerah sendiri. Nanti tahun 2026 akan dimaksimalkan,” kata Gus Barra.
Namun ketika disinggung mengenai rencana menerbitkan Perbup atau Surat Edaran, ia memberi jawaban lebih hati-hati.
“Belum ke arah sana, nanti kita diskusikan dulu. Tapi hampir sebagian besar kegiatan OPD sekarang sudah dilaksanakan di dalam daerah sendiri,” ujarnya.






