Beranda Government PP 38/2025, Purbaya: Skema Pinjaman dari Pemerintah Pusat untuk Daerah
Government

PP 38/2025, Purbaya: Skema Pinjaman dari Pemerintah Pusat untuk Daerah

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.

Jakarta, Moralita.com – Pemerintah pusat akhirnya menyiapkan kantong dana cadangan berbentuk pinjaman resmi untuk daerah-daerah yang kehabisan napas fiskal di tengah tahun anggaran.

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat, Presiden Prabowo Subianto memberi landasan hukum agar daerah, BUMN, dan BUMD dapat menerima pinjaman langsung dari pusat.

Langkah ini, menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bukan dimaksudkan sebagai ruang pesta kredit, melainkan sebagai mekanisme penyelamat fiskal jangka pendek.

“Kadang-kadang untuk awal tahun atau akhir tahun, Pemda kekurangan uang. Utamanya itu untuk menutup kekurangan uang jangka pendek,” jelas Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Dalam istilah sederhana, PP ini adalah semacam pertolongan pertama bagi daerah yang sedang megap-megap antara arus kas defisit dan target belanja publik yang harus jalan.

Bukan subsidi, bukan hibah, tapi pinjaman yang, seperti semua pinjaman, tentu datang bersama kewajiban untuk dikembalikan.

Purbaya menjelaskan, skema pinjaman ini awalnya difokuskan untuk kebutuhan jangka pendek, terutama ketika terjadi ketimpangan waktu antara penerimaan daerah dan realisasi belanja.

Namun, tak menutup kemungkinan pinjaman juga digunakan untuk pembiayaan proyek strategis jangka panjang selama dinilai layak dan memiliki dampak ekonomi yang jelas.

Baca Juga :  Pemerintah Gelontorkan Rp10,8 Triliun Stimulus untuk Dorong Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2025

“Tapi kita lihat juga kalau butuh jangka panjang, selama ada proyek-proyeknya jelas, ya bisa kita pertimbangkan,” katanya.

Dengan kata lain, pemerintah ingin tetap membuka ruang fleksibilitas bagi daerah yang memiliki proyek produktif namun kesulitan likuiditas.

Namun di sisi lain, belum ada rincian detail soal mekanisme bunga, tenor, dan pengawasan agar kebijakan ini tidak berubah menjadi pintu belakang bagi praktik fiskal yang tak disiplin.

Purbaya sendiri mengaku, pembahasan skema teknis dan formula pemberian pinjaman masih belum final. “Nanti dikaji lagi,” ujarnya singkat.

PP Nomor 38 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo pada 10 September 2025 ini menegaskan bahwa pemerintah pusat kini memiliki dasar hukum untuk memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Tujuannya untuk menjaga keberlanjutan pembangunan sekaligus menghindari stagnasi proyek akibat defisit anggaran jangka pendek.

Namun, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa fleksibilitas fiskal semacam ini harus disertai mekanisme kontrol dan audit ketat.
Tanpa tata kelola yang disiplin, kebijakan ini berpotensi berubah menjadi jebakan fiskal baru membuka ruang tumpang tindih utang antarlembaga dan menumpuk beban fiskal pemerintah pusat di masa depan.

Dalam konteks politik anggaran, PP ini juga bisa dibaca sebagai sinyal bahwa pemerintahan Prabowo mulai mengatur strategi fiskal adaptif di tengah berbagai program populis seperti makan bergizi gratis dan subsidi energi, yang sudah menekan kas negara sejak awal tahun.

Baca Juga :  Pemerintah Terbitkan Kangaroo Bond Perdana Senilai AUD 800 Juta untuk Perluas Basis Investor Internasional

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, justru menilai penerbitan PP 38/2025 sebagai langkah progresif dan solutif.

Menurutnya, regulasi ini bukan sekadar payung hukum, tetapi juga “pintu baru” bagi daerah dan BUMN untuk mendapatkan akses pembiayaan alternatif yang lebih fleksibel dibandingkan mekanisme transfer dana pusat yang cenderung kaku.

“PP 38 Tahun 2025 adalah jawaban atas kebutuhan skema pendanaan yang lebih fleksibel dan terkelola. Dengan aturan ini, pemerintah pusat memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendukung proyek-proyek vital di daerah dan BUMN melalui mekanisme pinjaman langsung,” tegas Misbakhun di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Ia menambahkan, kebijakan ini berpotensi mempercepat pelaksanaan proyek strategis nasional yang sebelumnya tersendat karena hambatan likuiditas daerah.

Namun demikian, Misbakhun juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas fiskal agar skema pinjaman tidak menjadi ajang penyalahgunaan.

Baca Juga :  Menkeu Purbaya Klarifikasi Unggahan Viral Anaknya di Instagram Tudingan Lengsernya Agen CIA

Di atas kertas, PP 38/2025 memang tampak seperti langkah logis untuk menjaga roda ekonomi daerah tetap berputar. Tapi dalam praktik, semua akan kembali pada satu hal klasik: apakah daerah mampu mengembalikan pinjaman itu tanpa menciptakan utang baru.

Karena, sebagaimana pengalaman sebelumnya, banyak daerah yang rajin menandatangani MoU pinjaman tapi lupa menyiapkan mekanisme pelunasan sebuah ironi fiskal yang sering disamarkan dengan istilah restrukturisasi anggaran.

Kebijakan ini, pada akhirnya, adalah ujian bagi disiplin fiskal nasional. Apakah PP ini akan menjadi stimulus pembangunan daerah yang produktif, atau justru pintu baru bagi spiral utang antar lembaga negara?

Dan seperti biasa, di balik jargon membantu daerah selalu terselip ironi klasik:
Pemerintah pusat memang siap meminjamkan uang, tapi siapa yang menjamin tidak ada yang kembali meminjamkan ke kantong pribadi?

Jika dikelola dengan akuntabel, PP 38/2025 bisa menjadi momentum pembenahan ekosistem keuangan daerah mendorong efisiensi, memperkuat perencanaan fiskal, dan membuka peluang investasi publik yang lebih terarah.

Namun, jika hanya dijadikan tambal sulam untuk defisit musiman, maka kebijakan ini berisiko melahirkan ketergantungan struktural baru antara pusat dan daerah.

 

Sebelumnya

Atap Asrama Ponpes Ambruk di Situbondo, 1 Meninggal 11 Luka, BPBD Jatim Ungkap Penyebab

Selanjutnya

Tercium Modus Afiliator SMPN di Kabupaten Mojokerto Suruh Siswa Beli LKS di Toko Tunjukan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Moralita
Bagikan Halaman